Produksi (Teori, Fungsi, dan Efisiensi)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Ilmu usahatani merupakan cabang ilmu pertanian. Mosher (1968)
mengartikan usahatani sebagai himpunan dari sumber-sumber alam yang ada
di tempat itu yang diperlukan untuk produksi pertanian seperti tanah dan
air, perbaikan – perbaikan yang dilakukan atas tanah itu, sinar
matahari, bangunan – bangunan yang didirikan di atas tanah itu dan
sebagainya.
Menurut Soekartawi (1995) usahatani merupakan ilmu yang mempelajari
bagaimana seorang petani mengalokasikan sumber daya yang ada secara
efektif dan efisien untuk memperoleh keuntungan yang tinggi pada waktu
tertentu.
Ditinjau dari beberapa pengertian di atas tentunya ilmu usahatani
sangat penting dalam ilmu pertanian. Dan untuk memaksimalkan dalam
pengelolaan usahatani itu sendiri diperlukan unsur-unsur pokok yang
merupakan faktor – faktor utama dalam usahatani. Unsur – unsur pokok
tersebut sering disebut faktor produksi (input). Proses produksi
pertanian adalah proses yang mengkombinasikan faktor – faktor produksi
pertanian untuk menghasilkan produksi pertanian (output).
Soekartawi (1987) menjelaskan bahwa tersedianya sarana atau faktor
produksi (input) belum berarti produktifitas yang diperoleh petani
akan tinggi. Namun bagaiman petani melakukan usahanya secara efisien
adalah upaya yang sangat penting. Efisiensi teknis akan tercapai bila
petani mampu mengalokasikan faktor produksi sedemikian rupa sehingga
produksi tinggi tercapai. Bila petani mendapat keuntungan besar dalam
usahataninnya dikatakan bahwa alokasi faktor produksi efisien secara
alokatif. Cara ini dapat ditempuh dengan membeli faktor produksi pada
harga murah dan menjual hasil pada harga relatif tinggi. Bila petani
mampu meningkatkan produksinya dengan harga sarana produksi dapat
ditekan tetapi harga jual tinggi, maka petani tersebut melakukan
efisiensi teknis dan efisiensi harga atau melakukan efisiensi ekonomi.
1.2. Tujuan
- Mengetahui teori-teori produksi
- Mengetahui fungsi produksi
- Mengetahui Efisiensi produksi
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 TEORI PRODUKSI
Definisi Produksi
Produksi adalah usaha menciptakan dan meningkatkan
kegunaan suatu barang untuk memenuhi kebutuhan. Kita ambil contoh
sekarung tepung. Tepung merupakan bahan baku yang manfaatnya baru terasa
bila telah diubah menjadi roti, usaha pembuatan tepung menjadi roti
merupakan kegiatan produksi. Tapi, tidaklah mudah mengubah bahan baku
mejadi barang siap konsumsi untuk dapat melakukan kegiatan produksi
seorang produsen membutuhkan faktor-faktor produksi. Atau proses
mengubah input menjadi output dan produksi meliputi semua kegiatan
untuk menciptakan/menambah nilai/guna suatu barang/jasa.
Teori Produksi : Untuk melihat hubungan antar input (faktor produksi) dan, output (hasil poduksi)
Teori produksi diharapkan : Menerangkan terjadinya suatu proses produksi dapat meramalkan apa yang akan terjadi.
Dalam kegiatan usahatani selalu diperlukan faktor-faktor produksi
berupa lahan, tenaga kerja, dan modal yang dikelola seefektif dan
seefisien mungkin sehingga memberikan manfaat sebaik-baiknya.
Soekartawi (2001), mengemukakan bahwa yang dimaksud dengan faktor
produksi adalah semua korbanan yang diberikan pada tanaman agar tanaman
tersebut mampu tumbuh dan menghasilkan dengan baik. Faktor produksi
dikenal pula dengan istilah input dan korbanan produksi. Faktor produksi
memang sangat menentukan besar-kecilnya produksi yang diperoleh. Faktor
produksi lahan, modal untuk membeli bibit, pupuk, obat-obatan dan
tenaga kerja dan aspek manajemen adalah faktor produksi yang terpenting.
Hubungan antara faktor produksi (input) dan produksi (output) biasanya
disebut dengan fungsi produksi atau faktor relationship.
Terdapat tiga pola hubungan antara input dan output yang umum digunakan dalam
pendekatan pengambilan keputusan usahatani yaitu:
1.
hubungan antara input-output, yang
menunjukkan pola hubungan penggunaan berbagai tingkat input untuk
menghasilkan tingkat output tertentu (dieksposisikan dalam konsep fungsi
produksi)
2.
hubungan antara input-input, yaitu
variasi penggunaan kombinasi dua atau lebih input untuk menghasilkan
output tertentu (direpresentasikan pada konsep isokuan dan isocost)
3.
hubungan antara output-output, yaitu
variasi output yang dapat diperoleh dengan menggunakan sejumlah input
tertentu (dijelaskan dalam konsep kurva kemungkinan produksi dan
isorevenue)
Ketiga pendekatan di atas digunakan untuk mengambil berbagai keputusan usahatani guna mencapai tujuan usahatani yaitu:
1. menjamin pendapatan keluarga jangka panjang
2. stabilisasi keamanan pangan
3. kepuasan konsumsi
4. status sosial, dsb.
Faktor produksi yang diperlukan dalam usahatani :
1. Lahan Pertanaman
Tanah sebagai salah satu faktor produksi merupakan pabrik hasil-hasil
pertanian yaitu tempat dimana produksi berjalan dan darimana hasil
produksi ke luar. Faktor produksi tanah mempunyai kedudukan paling
penting. Hal ini terbukti dari besarnya balas jasa yang diterima oleh
tanah dibandingkan faktor-faktor produksi lainnya ( Mubyarto, 1995).
Rukmana (1997), Pengolahan tanah secara sempurna sangat diperlukan
agar dapat memperbaiki tekstur dan struktur tanah, memberantas gulma dan
hama dalam tanah, memperbaiki aerasi dan drainase tanah, mendorong
aktivitas mikroorganisme tanah serta membuang gas-gas beracun dari dalam
tanah. Penyiapan lahan untuk tanaman jagung dapat dilakukan dengan tiga
cara yaitu tanpa olah tanah (TOT) atau disebut zero tillage, pengolahan
tanah minimum (minimum tillage) dan pengolahan tanah maksimum (maximum
tillage) (Rukmana, 1997).
2. Modal (sarana produksi)
Dalam kegiatan proses produksi pertanian, maka modal dibedakan
menjadi dua macam yaitu modal tetap dan tidak tetap. Perbedaan tersebut
disebabkan karena ciri yang dimiliki oleh model tersebut. Faktor
produksi seperti tanah, bangunan, dan mesin-mesin sering dimasukkan
dalam kategori modal tetap. Dengan demikian modal tetap didefinisikan
sebagai biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi yang tidak habis
dalam sekali proses produksi tersebut. Peristiwa ini terjadi dalam waktu
yang relative pendek dan tidak berlaku untuk jangka panjang
(Soekartawi, 2003).
Sebaliknya dengan modal tidak tetap atau modal variabel adalah biaya
yang dikeluarkan dalam proses produksi dan habis dalam satu kali dalam
proses produksi tersebut, misalnya biaya produksi yang dikeluarkan untuk
membeli benih, pupuk, obat-obatan, atau yang dibayarkan untuk
pembayaran tenaga kerja.
Besar kecilnya modal dalam usaha pertanian tergantung dari :
1.) Skala usaha, besar kecilnya skala usaha sangat menentukan
besar-kecilnya modal yang dipakai makin besar skala usaha makin besar
pula modal yang dipakai.
2.) Macam komoditas, komoditas tertentu dalam proses produksi pertanian juga menentukan besar-kecilnya modal yang dipakai.
3.) Tersedianya kredit sangat menentukan keberhasilan suatu usahatani
(Soekartawi,2003).
3. Tenaga Kerja
Faktor produksi tenaga kerja, merupakan faktor produksi yang penting
dan perlu diperhitungkan dalam proses produksi dalam jumlah yang cukup
bukan saja dilihat dari tersedianya tenaga kerja tetapi juga kualitas
dan macam tenaga kerja perlu pula diperhatikan. Beberapa hal yang perlu
diperhatikan pada faktor produksi tenaga kerja adalah :
1.) Tersedianya tenaga kerja
Setiap proses produksi diperlukan tenaga kerja yang cukup memadai.
Jumlah tenaga kerja yang diperlukan perlu disesuaikan dengan kebutuhan
sampai tingkat tertentu sehingga jumlahnya optimal. Jumlah tenaga kerja
yang diperlukan ini memang masih banyak dipengaruhi dan dikaitkan dengan
kualitas tenaga kerja, jenis kelamin, musim dan upah tenaga kerja.
2.) Kualitas tenaga kerja
Dalam proses produksi, apakah itu proses produksi barang-barang
pertanian atau bukan, selalu diperlukan spesialisasi. Persediaan tenaga
kerja spesialisasi ini diperlukan sejumlah tenaga kerja yang mempunyai
spesialisasi pekerjaan tertentu, dan ini tersedianya adalah dalam jumlah
yang terbatas. Bila masalah kualitas tenaga kerja ini tidak
diperhatikan, maka akan terjadi kemacetan dalam proses produksi. Sering
dijumpai alat-alat teknologi canggih tidak dioperasikan karena belum
tersedianya tenaga kerja yang mempunyai klasifikasi untuk mengoperasikan
alat tersebut.
3.) Jenis kelamin
Kualitas tenaga kerja juga dipengaruhi oleh jenis kelamin, apalagi
dalam proses produksi pertanian. Tenaga kerja pria mempunyai
spesialisasi dalam bidang pekerjaan tertentu seperti mengolah tanah, dan
tenaga kerja wanita mengerjakan tanam.
4.) Tenaga kerja musiman
Pertanian ditentukan oleh musim, maka terjadilah penyediaan tenaga
kerja musiman dan pengangguran tenaga kerja musiman. Bila terjadi
pengangguran semacam ini, maka konsekuensinya juga terjadi migrasi atau
urbanisasi musiman (Soekartawi, 2003). Dalam usahatani sebagian besar
tenaga kerja berasal dari keluarga petani sendiri. Tenaga kerja keluarga
ini merupakan sumbangan keluarga pada produksi pertanian secara
keseluruhan dan tidak perlu dinilai dengan uang tetapi terkadang juga
membutuhkan tenaga kerja tambahan misalnya dalam penggarapan tanah baik
dalam bentuk pekerjaan ternak maupun tenaga kerja langsung sehingga
besar kecilnya upah tenaga kerja ditentukan oleh jenis kelamin. Upah
tenaga kerja pria umumnya lebih tinggi bila dibandingkan dengan upah
tenaga kerja wanita. Upah tenaga kerja ternak umumnya lebih tinggi
daripada upah tenaga kerja manusia ( Mubyarto, 1995).
Soekartawi (2003), Umur tenaga kerja di pedesaan juga sering menjadi
penentu besar kecilnya upah. Mereka yang tergolong dibawah usia dewasa
akan menerima upah yang juga lebih rendah bila dibandingkan dengan
tenaga kerja yang dewasa. Oleh karena itu penilaian terhadap upah perlu
distandarisasi menjadi hari kerja orang (HKO) atau hari kerja setara
pria (HKSP). Lama waktu bekerja juga menentukan besar kecilnya tenaga
kerja makin lama jam kerja, makin tinggi upah yang mereka terima dan
begitu pula sebaliknya. Tenaga kerja bukan manusia seperti mesin dan
ternak juga menentukan basar kecilnya upah tenaga kerja. Nilai tenaga
kerja traktor mini akan lebih tinggi bila dibandingkan dengan nilai
tenaga kerja orang, karena kemampuan traktor tersebut dalam mengolah
tanah yang relatif lebih tinggi. Begitu pula halnya tenaga kerja ternak,
nilainya lebih tinggi bila dibandingkan dengan nilai tenaga kerja
traktor karena kemampuan yang lebih tinggi daripada tenaga kerja
tersebut (Soekartawi, 2003)
5. Manajemen
Manajemen terdiri dari merencanakan, mengorganisasikan dan
melaksanakan serta mengevalusi suatu proses produksi. Karena proses
produksi ini melibatkan sejumlah orang (tenaga kerja) dari berbagai
tingkatan, maka manajemen berarti pula bagaimana mengelola orang-orang
tersebut dalam tingkatan atau dalam tahapan proses produksi (Soekartawi,
2003).
Faktor manajemen dipengaruhi oleh:
1) tingkat pendidikan
2) Pengalaman berusahatani
3) skala usaha.
4) besar kecilnya kredit dan
5) macam komoditas.
Menurut Entang dalam Tahir Marzuki (2005), perencanaan usahatani akan
menolong keluarga tani di pedesaan. Diantaranya pertama, mendidik para
petani agar mampu berpikir dalam menciptakan suatu gagasan yang dapat
menguntungkan usahataninya. Kedua, mendidik para petani agar mampu
mangambil sikap atau suatu keputusan yang tegas dan tepat serta harus
didasarkan pada pertimbangan yang ada. Ketiga, membantu petani dalam
memperincikan secara jelas kebutuhan sarana produksi yang diperlukan
seperti bibit unggul, pupuk dan obat-obatan. Keempat, membantu petani
dalam mendapatkan kredit utang yang akan dipinjamnya sekaligus juga
dengan cara-cara pengembaliannya. Kelima, membantu dalam meramalkan
jumlah produksi dan pendapatan yang diharapkan.
Pencapaian efisiensi dalam pengorganisasian input-input dan fasilitas
produksi lebih mengarah kepada optimasi penggunaan berbagai sumberdaya
tersebut sehingga dapat dihasilkan output maksimum dengan biaya minimum.
Dalam usahatani pengorganisasian input-input dan fasilitas produksi
menjadi penentu dalam pencapaian optimalitas alokasi sumber-sumber
produksi (Soekartawi, 2001).
Pengaruh penggunaan faktor produksi dapat dinyatakan dalam tiga alternatif sebagai berikut :
1.)
Decreasing return to scale artinya bahwa proporsi dari penambahan faktor produksi melebihi proporsi pertambahan produksi
2.)
Constant return to scale artinya bahwa penambahan faktor produksi akan proporsional dengan penambahan produksi yang diperoleh
3.)
Increasing return to scale artinya bahwa proporsi
dari penambahan faktor produksi akan menghasilkan pertambahan produksi
yang lebih besar (Soekartawi,2001).
Macam-Macam Teori Produksi:
a) Teori Produksi dengan Satu Input Variabel
Teori produksi sederhana yang menggambarkan tentang hubungan antara
tingkat produksi suatu barang dengan jumlah tenaga kerja yang digunakan
untuk menghasilkan tingkat produksi barang. (Faktor produksi lain :
tetap)
Hukum Hasil Lebih yang Semakin Berkurang (The Law of Diminshing Return)
* menyatakan bahwa :
apabila faktor produksi yang dapat
diubah jumlahnya (tenaga kerja) terus menerus ditambah sebanyak satu
unit, pada mulanya produksi total akan semakin banyak pertambahannya,
tetapi sesudah mencapai suatu tingkat tertentu produksi tambahan akan
semakin berkurang dan akhirnya mencapai nilai negatif dan ini
menyebabkan pertambahan produksi total semakin lambat dan akhirnya
mencapai tingkat yang maksimum kemudian menurun.
Berikut grafik dari Hukum Kenaikan Hasil yang Semakin Berkurang
(The Law of Diminshing Return)
Dari hubungan kurva-kurva tersebut, terbentuklah tiga daerah, yaitu :
Daerah I (daerah efisien tetapi tidak rasional)
Efisien karena tambahan input fisik dapat memberikan tambahan
produksi. Tidak rasional karena besarnya tambahan produksi fisik berada
berada diatas rata-rata produksi, dengan demikian petani atau produsen
tidak akan berhenti menambah input pada daerah I karena harapan untuk
meningkatkan produksi masih dapat dilakukan.
Daerah II (efisien tetapi rasional)
Efisien : tambahan input masih dapat meningkatkan produksi, walaupun tambahan produksi semakin berkurang)
Rasional : rata-rata produksi fisik masih lebih besar dari tambahan produksi
APP > MPP
Daerah III (tidak efisien dan tidak rasional )
Tidak efisien : karena tambahan input fisik yang diberikan akan mengakibatkan produksi menurun (MPP < 0).
Tidak rasional : karena daerah III tersebut merupakan daerah rugi.
(Suhartini,2010)
PRODUKSI TOTAL, PRODUKSI RATA-RATA DAN PRODUKSI MARGINAL
Produksi Marginal
* tambahan produksi yang diakibatkan oleh pertambahan satu tenaga kerja yang digunakan.
MP : produksi marginal
DTP : pertambahan produksi total
DL : pertambahan tenaga kerja
Produksi Rata-rata
* produksi yang secara rata-rata dihasilkan oleh setiap pekerja.
AP : produksi rata-rata
TP : produksi total
L : tenaga kerja
b.) Teori Produksi dengan Dua Input Variabel
Kombinasi penggunaan input variabel untuk memproduksi atau
menghasilkan suatu output (produk) disebut sebagai isokuan. Semakin
tinggi isokuan menunjukkan tingginya kuantitas output yang dihasilkan,
sebaliknya isokuan yang rendah menunjukkan tingkat output yang rendah
pula.
Isokuan mempunyai karakterisasi yang sama dengan kurva indiferen.
Kalau kurva indiferen menunjukkan kombinasi dari barang-barang konsumsi
yang memberikan tingkat kepuasan yang sama, maka isokuan menunjukkan
kombinasi dari faktor produksi yang memberikan produk yang sama.
Kurva Produksi Sama (Isoquant)
Kurva yang menunjukkan berbagai kombinasi input faktor produksi
tenaga kerja (L) dan modal (K) yang dapat menghasilkan sejumlah output
yang sama (tingkat produksi tertentu)
Gambar di atas merupakan kurva yang menghubungkan titik-titik
kombinasi dari faktor produksi x1 dan x2 untuk menghasilkan sejumlah
produk tertentu. Dapat dilihat beberapa isokuan yang menunjukkan jumlah
output yang sama. Variasi jumlah tenaga kerja dan lahan dapat digunakan
untuk menghasilkan isokuan tertentu. Beberapa karakteristik umum isokuan
pada fungsi produksi usahatani adalah:
- Isokuan merupakan pernyataan grafis fungsi produksi. Contoh Y=f(X1,X2) bila Y dianggap konstan kombinasi X1 dan X2 dapat dicari
- Slope isokuan menunjukkan jumlah input X2 yang dapat digantikan oleh
penambahan satu satuan input X1. Slope ini bernilai negatif sebab
penambahan salah satu input akan menyebabkan pengurangan input yang lain
- 3. Isokuan cembung terhadap titik asal. Hal ini menjelaskan marginal rate of substitution atau
slope kurva isokuan cenderung semakin kecil seiring penambahan satu
satuan factor produksi untuk menggantikan faktor produksi lainnya
- DMRS (Diminishing Marginal Rate of Subtitution) tersebut merupakan akibat dari prinsip Diminishing Marginal Returns dalam proses produksi
Konsep teoritis yang dapat digunakan untuk menjelaskan hubungan fisik
antar input pada garfik proporsi input variable-isokuan di atas adalah
Returns to Scale(RTS).
RTS didefinisikan sebagai perubahan output akibat perubahan input
secara proporsional. Keberadaan diminishing marginal returns pada input
tunggal dalam diagram isokuan juga dapat ditunjukkan dengan cara lain.
Perhatikan garis titik-titik AB yang menunjukkan jumlah tenaga kerja
yang dibutuhkan untuk memperoleh peningkatan output misalnya dari Y1 ke
Y2, sementara jumlah lahan dipertahankan konstan seluas 1,5 Ha. Jarak
antara isokuan yang ditunjukkan oleh a,b,dan c secara bertahap terlihat
semakin besar yang berarti jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan untuk
berpindah dari satu isokuan ke isokuan berikutnya harus semakin besar.
Garis lurus OC menunjukkan bahwa rasio input tetap sama sebanding
dengan peningkatan output Jika isokuan menunjukkan peningkatan output
yang merata sepanjang garis OC maka fungsi produksi mengalami constant
return to scale. Hal ini berarti peningkatan input dengan persentase
tertentu akan mengakibatkan output meningkat dengan persentase yang
sama.
c.) Teori Biaya (Ongkos) Produksi
Biaya / ongkos produksi adalah semua pengeluaran yang dilakukan oleh
perusahaan untuk memperoleh faktor produksi dan bahan mentah yang akan
digunakan untuk produksi.
Biaya Produksi Jangka Pendek jangka waktu dimana sebagian faktor produksi tidak dapat ditambah jumlahnya
Beberapa Pengertian Biaya Produksi Jangka Pendek
- Biaya Total (TC)
Keseluruahan biaya produksi yang dikeluarkan
TC = TFC + TVC
- Biaya Tetap Total (TFC)
Keseluruhan biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh faktor produksi yang tidak dapat diubah jumlahnya
- Biaya Variabel Total (TVC)
Keseluruhan biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh faktor produksi yang dapat diubah jumlahnya
- Biaya Tetap rata-rata
AFC = TFC/Q
- Biaya Variabel rata-rata
AVC = TVC/Q
- Biaya Total rata-rata
AC = TC /Q
- Biaya Marginal
MC
n = TC
n – TC
n-1 atau
DTC/
DQ
Berikut grafik dari biaya produksi jangka pendek :
SYARAT PEMAKSIMUMAN KEUNTUNGAN
- Memproduksi barang pada tingkat dimana perbedaan antara hasil penjualan total dengan biaya total paling maksimum
TR – TC = maksimum
- Memproduksi barang pada tingkat dimana perbedaan antara hasil penjualan marginal = biaya marginal.
MR = MC.
BIAYA PRODUKSI JANGKA PANJANG
Dalam jangka panjang,
perusahaan dapat menambah semua faktor produksi, sehingga: biaya produksi tidak perlu dibedakan menjadi biaya tetap dan biaya variabel.
Semua pengeluaran dianggap biaya variabel.
CARA MEMINIMUMKAN BIAYA
Dalam analisis ekonomi
kapasitas pabrik digambarkan oleh kurva biaya total rata-rata ( AC = Average Cost).
KURVA BIAYA TOTAL RATA-RATA JANGKA PANJANG ( KURVA LRAC)
Kurva yang menunjukkan biaya rata-rata minimum untuk berbagai tingkat
produksi apabila perusahaan dapat selalu mengubah kapasitas
produksinya. Titik persinggungan dalam kurva-kurva AC tersebut merupakan
biaya produksi yang paling optimum/minimum untuk berbagai tingkat
produksi yang akan dicapai produsen dalam jangka panjang.
2.2. FUNGSI PRODUKSI
Fungsi produksi digunakan untuk :
- Sebagai alat analisis yang menjelaskan gejala-gejala yang terjadi dalam proses produksi
- Sebagai alat analisis normatif yang dapat menentukan keadaan terbaik untuk memaksimukan kentungan
Hubungan fisik antara output dan input
Fungsi produksi disajikan dalam bentuk matematik dan seringkali tidak dapat
menggambarkan
secara langsung fenomena yang ada. Pada dasarnya fungsi produksi adalah
pola hubungan yang menunjukkan respon output terhadap penggunaan input
sebagai contoh produksi padi tergantung pada penggunaan pupuk N. Secara
umum diketahui bahwa output akan meningkat seiring dengan penambahan
input pupuk hingga tingkat penggunaan pupuk tertentu. Pada tingkat
penggunaan input yang lebih banyak output akan menurun karena terjadi
ketidakseimbangan unsur hara di dalam tanah.
Hubungan antara produksi padi dengan pupuk secara grafis dan matematis disajikan dalam gambar berikut:
Dapat dilihat bahwa produksi 2200 kg padi dapat diperoleh tanpa
penggunaan pupuk, produksi ini akan meningkat hingga mencapai maksimum
(3760 kg) pada tingkat penggunaan pupuk sebanyak 125 kg. Produksi akan
turun apabila pupuk ditambah di atas 125 kg. Secara matematis hubungan
produksi ini dituliskan sebagai:
Y = f (Xt) dengan formulasi persamaan kuadratik: Y= 2200 + 25 X1 – 0,10 X2
Pada umumnya fungsi produksi menggambarkan hubungan teknik atau fisik
antara output dengan satu atau lebih input. Dalam contoh gambar 2.1.
fungsi produksi memberikan beberapa informasi mengenai respon produksi
padi terhadap penggunaan pupuk di antaranya:
1. Terdapat sejumlah output (2200 kg) pada tingkat penggunaan input
nol. Hal ini menunjukkan bahwa output tersebut diperoleh atas penggunaan
input lainnya (bibit, irigasi, dll)
2. Terdapat penggunaan input tertentu yang memberikan produksi
maksimum. Produksi tertinggi ini seringkali dikaitkan dengan tingkat
produksi teknis maksimum
3. Bentuk kurva produksi tidak linier, memiliki titik balik. Hal ini
menunjukkan kondisi di mana meskipun output terus mengalami peningkatan
akibat bertambahnya pemakaian input, peningkatan tersebut terbatas dan
semakin menurun. Penambahan output yang diperoleh akibat penambahan satu
satuan input secara terus menerus disebut MPP
=Marginal Physical Product (Kurva
Produk Marjinal). Secara matematik, MPP adalah slope dari kurva produk
total pada titik tertentu dan ditunjukkan oleh turunan pertama fungsi
produksi. Pada gambar 2.1. (b) Slope kurva MPP yang terus menurun
menunjukkan tambahan output yang semakin kecil pada penambahan input
berikutnya. Kurva ini memotong sumbu horisontal pada saat fungsi
produksi mencapai titik maksimum. Kecenderungan produk marjinal untuk
semakin kecil diformulasikan dalam hukum kenaikan hasil yang berkurang
(The Law of Diminishing Returns)
4. Pada gambar yang sama juga disajikan kurva APP yang menunjukkan
rata-rata produk fisik per unit input. APP didefinisikan sebagai total
produksi dibagi total penggunaan input (Y/X1). Bentuk dari kurva MPP dan
APP tidak harus linear. Pada gambar 2.1 bentuk kedua kurva tersebut
linear adalah sebagai konsekuensi dari penurunan fungsi produksi yang
kuadratik.
5. Hubungan fisik antara output dan input dapat diukur dengan
elastisitas input yang
juga diistilahkan sebagai elastisitas parsial dari produksi.
Elastisitas didefinisikan sebagai persentase perubahan output sebagai
akibat perubahan persentase tertentu input.
Salah satu hal penting dalam formulasi elastisitas di atas adalah
hubungan antara MPP dan APP. Daerah diminishing marginal returns (DMRTS)
terjadi pada saat MPP<APP tetapi tidak negatif di mana 0<E<1.
Jika E >1 dan E<0 maka fungsi produksi berada pada daerah non
ekonomis.
Fungsi produksi didefinisikan sebagai hubungan fisik antara output
dengan sejumlah input sebagai berikut: Y = f (X1,X2,…,Xn). Fungsi
produksi umumnya hanya memasukkan beberapa variabel input sementara
input lainnya dianggap konstan (ceteris paribus). Y=f(X1,X2,…,Xm/Xn-m)
Fungsi produksi harus memenuhi dua kondisi agar memiliki makna
ekonomi yakni MPP positip dan menurun. Kondisi ini diperoleh pada saat
turunan pertama (dY/dX) sama dengan nol dan turunan kedua
(d2Y/dX2)negatif. Artinya respon output terhadap penambahan input harus
meningkat tetapi dengan laju yang semakin menurun.
Dampak Perubahan Harga dan Kurva Penawaran
Perubahan rasio harga input dan output akan merubah posisi optimum.
Sebagai missal jika harga output meningkat maka rasio antara input
output (slope garis singgung pada titik A) semakin besar. Garis singgung
akan semakin tegak dan menyinggung fungsi produksi pada penggunaan
input yang lebih rendah. Pada contoh di atas jika harga padi meningkat
Rp.200,- /kg maka rasio input-output akan turun 5:1 dan titik optimum
akan tercapai pada MPP=5 kg.
Dampak perubahan harga terhadap penawaran dapat dilihat pada Grafik
Penurunan Suplai. Amati bahwa slope kurva penawaran positip (
upward)
yang berarti bahwa peningkatan harga padi akan meningkatkan output. Hal
ini terjadi karena jumlah penggunaan pupuk yang diperlukan untuk
memperoleh tambahan satu satuan output lebih besar. Jika harga satu
satuan output sama dengan
marginal revenue maka peningkatan pemakaian pupuk untuk memperoleh tambahan satu satuan output disebut dengan
marginal cost. Dengan demikian maka kondisi maksimisasi profit dapat dinyatakan dengan MR=MC. Perubahan dari MVP=MFC
(marginal factor cost) menjadi
MR=MC melibatkan dua cara berbeda untuk menunjukkan kondisi maksimisasi
profit yang sama. Pernyataan tersebut difokuskan pada nilai tambahan
output yang diperoleh akibat penambahan satu satuan input.
Penurunan kurvai suplai
Perubahan dari MVP=MFC
(marginal factor cost) menjadi MR=MC
melibatkan dua cara berbeda untuk menunjukkan kondisi maksimisasi profit
yang sama. Pernyataan tersebut difokuskan pada nilai tambahan output
yang diperoleh akibat penambahan satu satuan input.
2.3 EFISIENSI PRODUKSI
Tingkat Optimum Penggunaan Sumberdaya secara Ekonomi
Tingkat penggunaan input yang paling efisien tergantung pada hubungan
antara harga input dan harga output. Gambar 2.2. menyajikan contoh
hipotetik sesuai dengan informasi terdahulu di mana harga padi
diasumsikan Rp. 1000/kg pada tingkat petani dan input Rp 10000/kg.
Bentuk fungsi produksi tetap sama sebagaimana gambar. Karena satuan yang
digunakan dalam nilai moneter maka TPP digantikan dengan konsep TVP
(Total Value of Product), APP menjadi AVP
(Average Value of Product) dan MPP menjadi MVP
(Marginal Value of Product). Informasi tambahan yang diperoleh dari gamba. adalah garis TFC
(Total Factor Cost) dan MFC
(Marginal Factor Cost).
TFC menunjukkan akumulasi biaya akibat peningkatan penggunaan pupuk
misalnya setiap penambahan 25 kg pupuk akan menyebabkan peningkatan
biaya sebesar Rp. 250.000,- .
Tingkat optimum penggunaan input secara ekonomis terjadi pada saat
MVP sama dengan harga input (titik E). Pada daerah di sebelah kiri titik
E, MVP>MFC, artinya tambahan nilai produksi yang diperoleh lebih
besar dari penambahan biaya produksi. Dalam hal ini penambahan satu
satuan input masih memberikan keuntungan. Pada daerah sebelah kanan
titik E, tambahan penerimaan akibat penambahan satu satuan input lebih
kecil daripada penambahan biaya yang harus dikeluarkan (MVP<MFC).
MVP=MFC akan tercapai pada saat kurva TFC sejajar dengan garis singgung
(tangen) fungsi produksi. Dengan kata lain MVP adalah slope dari fungsi
produksi dan MFC adalah slope kurva TFC. Pada titik ini profit yang
merupakan selisih antara MVP dan MFC (AB) mencapai maksimum. Dengan
bantuan matematika sederhana tingkat optimum penggunaan input tunggal
dapat dijelaskan sebagai berikut:
Px = harga per unit input X
Py= harga per unit output Y
Penggunaan input tunggal optimum
Oleh karena MVP x = MPP x . Py maka terdapat tiga cara untuk mencari titik optimal:
a. Pada titik optimal tambahan penerimaan sama dengan tambahan biaya:
MVPx=Px Jika MVPx>Px berarti petani menggunakan terlalu sedikit
input. Jika MVP x<Px maka penggunaan input terlalu banyak
b. Dengan menyusun persamaan tersebut kondisi optimum juga dapat
dinyatakan sebagai MVPx/Px=1. Dengan kata lain rasio antara nilai produk
marjinal terhadap harga input harus sama dengan satu.
c. Karena MVPx = MPPx. Py kondisi optimum dapat dinyatakan sebagai
MPPx = Px/Py di mana MPP sama dengan rasio harga input-output.
Alokasi penggunaan sarana produksi dikatakan efisien apabila nilai
marginal produk (NPMxi) sama dengan harga inputnya (Pxi), artinya
alokasi sarana produksi telah mencapai titik optimal atau telah efisien.
Ini juga berarti bahwa perbandingan antara nilai produk marginal dengan
harga input pada titik kombinasi tersebut sama dengan satu (Widodo,
1989). Secara matematis efisiensi alokatif dituliskan sebagai berikut :
NPMxi = Pxi atau NPMxi/Pxi = 1 = ki
Apabila ki = 1 berarti penggunaan input efisien, ki > 1 penggunaan
input belum efisien dan masih perlu ditambah, sedangkan bila ki < 1
penggunaan input sudah tidak efisien dan perlu dikurangi. Konsep ini
bisa diterapkan untuk mencari tingkat penggunaan input usahatani yang
optimal yang dapat menghasilkan hasil panen yang maksimal.
BAB III
STUDI KASUS
ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI KOMODITAS LADA
Keragaan Pengembangan Lada
Kebijakan Nasional Pengembangan Komoditas Lada
Sebagaimana telah diketahui bahwa tanaman lada yang paling banyak
diusahakan oleh rakyat adalah merupakan salah satu komoditas ekspor
Indonesia yang peranannya cukup penting, karena selain sebagai penghasil
devisa Negara juga menjadi sumber pendapatan utama dengan melibatkan
banyak petani di pedesaan. Berdasar pada kondisi tersebut dan peran
Indonesia sebagai produsen utama di pasaran dunia dalam hal ini termasuk
ke dalam kelompok produsen tradisional (Indonesia, Malaysia, India dan
Brazil), pada akhir-akhir ini juga sudah mulai adanya negara penghasil
lada yang baru seperti Thailand, Srilangka, Madagaskar dan Vietnam. Oleh
sebab itu dalam upaya mengantisipasi perkembangan lada internasional
yang semakin ketat persaingannya, maka keberadaan sistem produksi lada
Indonesia perlu ditingkatkan sehingga dapat lebih kuat daya saing di
pasaran internasional. Dan salah satu upaya tersebut adalah meningkatkan
efisiensi produktivitas usahatani lada rakyat dengan mutu hasil yang
meningkat serta upaya memperpanjang umur produktif pertanaman lada,
terutama di daerah sentra lada Indonesia (lada hitam di Lampung dan lada
putih di Bangka Belitung). Mengenai perkembangan luas pertanaman lada,
produksi dan produktivitasnya selama satu dasa warsa terakhir adalah
sebagai berikut pada Tabel 1.
Dengan melihat Tabel 1, tampak bahwa peran perkebunan rakyat sangat
dominan dan sejalan dengan posisi Indonesia sebagai pemasok utama
produksi lada putih (khususnya dari Propinsi Bangka-Belitung) di pasar
internasional dan berdasar sumber dari IPC (International Pepper
Community) bahwa untuk tahun 2002 telah diproyeksikan produksi lada
putih dunia sebesar 65.000 ton dan volume ekspor dunia sekitar 41.000
ton. Oleh sebab itu, maka perlu dilakukan upaya-upaya peningkatan
agribisnis mulai dari sub-sistem hulu sampai ke sub-sistem penunjangnya
model pengembangannya seperti pada Gambar Lampiran 1. Lebih lanjut perlu
diketahui bahwa dalam pelaksanaan selama ini masih dihadapkan pada
permasalahan, antara lain seperti:
(a) Pengelolaan usahatani di tingkat petani belum optimal sehingga
penerapan teknologi budidya lada masih kurang mendukung bagi peningkatan
hasil yang memadai.
(b) Tingkat harga hasil yang relatif rendah dan di lain pihak harga sarana produksi (pupuk dan pestisida) relatif tinggi/mahal.
(c) Gangguan organisme tanaman lada yang bersifat epidemik sehingga
kelayakan umur lada menjadi terbatas dan sejalan itu penerapan PHT
(Pengendalian Hama Terpadu) masih terbatas.
(d) Mutu hasil belum memenuhi standar karena sarana dan prasarana
pengolahan yang memadai keberadaannya masih terbatas sedangkan di
tingkat petani dilakukan secara konvesional.
(e) Informasi pemasaran hasil terbatas serta rantai pemasaran/tataniaga lda relative panjang dan kelembagaan petani masih lemah.
(f) Sumberdaya petani baik pengetahuan maupun permodalan masih lemah/terbatas ketersediaannya.
Berdasar pada permasalahan tersebut di atas maka sebagai upaya dari pemerintah sejalan dengan program tersebut, meliputi upaya:
1. Peningkatan produktivitas, mutu hasil dan efisiensi usaha melalui penerapan teknologi tepat guna dan hasil guna.
2. Pengembangan sarana prasarana pengolahan hasil lada serta pengembangan produk.
3. Pengembangan informai pasar serta didukung dengan pemberdayaan
kelembagaan tani dan pengembangan kawasan industri masyarakat perkebunan
lada.
ANALISA STUDI KASUS
Menurut kelompok kami permasalahan – permasalahan yang ada lebih
dapat ditinjau lebih awal oleh pihak – pihak yang terkait, baik bagi
dinas pertanian maupun dari pemerintah. Efisiensi produksi dapat
dioptimalkan secara baik dengan meningkatkan kesejahteraan petani juga,
ketika kesejahteraan petani dapat diangkat secara berkelanjutan tingkat
petani yang ingin mengelola lada lebih nbanyak. Sehingga dapat
menyeimbangkan efisiensi produksi.
Efisiensi produksi lada di Indonesia dapat ditekan sedemikian rupa
dengan menganalisis masalah-masalah yang ada di lapangan, dengan
memperhatikan seluruh aspek yang terkait.
BAB IV
KESIMPULAN
- Produksi adalah usaha menciptakan dan meningkatkan kegunaan suatu barang untuk memenuhi kebutuhan.
- Teori Produksi : Untuk melihat hubungan antar input (faktor produksi) dan, output (hasil poduksi)
- Terdapat tiga pola hubungan antara input dan output yang umum digunakan dalam
pendekatan pengambilan keputusan usahatani yaitu:
1.
hubungan antara input-output, yang menunjukkan pola
hubungan penggunaan berbagai tingkat input untuk menghasilkan tingkat
output tertentu (dieksposisikan dalam konsep fungsi produksi)
2.
hubungan antara input-input, yaitu variasi penggunaan
kombinasi dua atau lebih input untuk menghasilkan output tertentu
(direpresentasikan pada konsep isokuan dan isocost)
3.
hubungan antara output-output, yaitu variasi output yang
dapat diperoleh dengan menggunakan sejumlah input tertentu (dijelaskan
dalam konsep kurva kemungkinan produksi dan isorevenue)
- Faktor produksi yang diperlukan dalam usahatani :
1. Lahan Pertanaman
2. Modal (sarana produksi)
3. Tenaga Kerja
4. Manajemen
Pengaruh penggunaan faktor produksi dapat dinyatakan dalam tiga alternatif sebagai berikut :
- Decreasing return to scale artinya bahwa proporsi dari penambahan faktor produksi melebihi proporsi pertambahan produksi
- Constant return to scale artinya bahwa penambahan faktor produksi akan proporsional dengan penambahan produksi yang diperoleh
- Increasing return to scale artinya bahwa proporsi dari
penambahan faktor produksi akan menghasilkan pertambahan produksi yang
lebih besar (Soekartawi,2001).
- Macam-Macam Teori Produksi:
a) Teori Produksi dengan Satu Faktor Berubah
b) Teori produksi dengan Dua Faktor Berubah
c) Teori Biaya (Ongkos) Produksi
- Fungsi Produksi digunakan untuk :
- Sebagai alat analisis yang menjelaskan gejala-gejala yang terjadi dalam proses produksi
- Sebagai alat analisis normatif yang dapat menentukan keadaan terbaik untuk memaksimukan kentungan
- Alokasi penggunaan sarana produksi dikatakan efisien apabila nilai
marginal produk (NPMxi) sama dengan harga inputnya (Pxi), artinya
alokasi sarana produksi telah mencapai titik optimal atau telah efisien.
Ini juga berarti bahwa perbandingan antara nilai produk marginal dengan
harga input pada titik kombinasi tersebut sama dengan satu.
- Efisiensi produksi komoditas lada di Indonesia dapat dioptimalkan
secara baik dengan meningkatkan kesejahteraan petani juga, ketika
kesejahteraan petani dapat diangkat secara berkelanjutan tingkat petani
yang ingin mengelola lada lebih nbanyak. Sehingga dapat menyeimbangkan
efisiensi produksi.
DAFTAR PUSTAKA
Anonymous.2010.
http://bdpunib.org/jipi/artikeljipi/2004/104.PDF.diakses tanggal 20 Maret 2010
Anonymous.2010.
http://qeyty.blogspot.com/2008/10/bab-viii-fungsi produksi.html.diakses tanggal 20 Maret 2010
Anonymous.2010.
http://lecture.ub.ac.id/tatiek/files/2009/11/bab2.pdf.diakses tanggal 20 Maret 2010
Anonymous.2010.
http://elearning.gunadarma.ac.id/docmodul/pengantar_ekonomi/Bab_3.pdf.diakses tanggal 20 Maret 2010
Anonymous.2010.
http://bdpunib.org/jipi/artikeljipi/2004/104.PDF.diakses tanggal 20 Maret 2010
Anonymous.2010.
http://ejournal.unud.ac.id/abstrak/(8)%20soca-agung%20dkk-analisis %20usahatani%20cabai%20merah(1).pdf. diakses tanggal 20 Maret 2010
Anonymous.2010.
http://etd.eprints.ums.ac.id/3157/1/B300010040.pdf.diakses tanggal 20 Maret 2010
Anonymous.2010.
http://pustaka.ut.ac.id/puslata/online.php?menu=bmpshort_detail2&ID=445 .diakses tanggal 20 Maret 2010
Anonymous.2010.
http://en.wikipedia.org/wiki/Production_theory_basics.diakses tanggal 20 Maret 2010
Anonymous.2010.
http://lecture.ub.ac.id/tatiek/files/2009/07/b-max-profit-satu input.pdf. diakses tanggal 20 Maret 2010
Anonymous.2010.
http://lecture.ub.ac.id/tatiek/files/2009/11/bab2.pdf diakses tanggal 20 Maret 2010
Soekartawi. 1987.
Prinsip Dasar Ekonomi Pertanian. Teori dan Aplikasi. Edisi Revisi. Raja Grafindo Persada. Jakarta
Suhartini. 2010.
Modul Perkuliahan III Produksi (Teori, Fungsi, dan Efisiensi). Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya. Malang
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pertanian dalam arti luas terdiri dari lima sub sektor, yaitu tanaman
pangan, perkebunan, peternakan, perikanan, dan kehutanan. Sebagian
besar hasil pertanian adalah bahan makanan terutama beras yang
dikonsumsi sendiri dan seluruh hasil perkebunan adalah ekspor. Wilayah
pedesaan yang bercirikan pertanian sebagai basis ekonomi sedangkan
wilayah perkotaaan yang tidak lepas dari aktivitas ekonomi baik yang
sifatnya industri, perdagangan maupun jasa mengalami pertentangan luar
biasa di dalam rata-rata pertumbuhan pembangunan. Dengan kemajuan yang
dicapai sektor pertanian tanaman pangan, maka pembangunan sektor
industri yang didukung sektor pertanian juga semakin maju. Terdapat
beberapa pengertian Usaha Tani yaitu :
- Menurut Bachtiar Rivai (1980) usahatani adalah organisasi dari alam, kerja dan modal yang ditujukan kepada produksi di lapangan pertanian.
- Menurut A.T.Mosher (1966) usahatani adalah sebagian dari
permukaan bumi di mana seorang petani, sebuah keluarga tani atau badan
usaha lainnya bercocok tanam atau memelihara ternak.
- Menurut J.P.Makeham dan R.L.Malcolm (1991) usahatani (farm management) adalah cara bagaimana mengelola kegiatan-kegiatan pertanian.
Untuk memenuhi kebutuhan pangan nasional dari produksi dalam negeri
nampaknya masih sangat sulit untuk direalisasikan karena kompleksnya
kendala dan masalah yang dihadapi dalam usaha tani untuk mencapai
peningkatan produksi. Permasalahan-permasalahan dalam pengembangan
pertanian akhir-akhir ini disadari sebagi faktor yang menentukan
keberhasilan adopsi teknologi di tingkat petani. Diantara berbagai
permasalahan yang ada, kelembagaan merupakan salah satu faktor yang
perlu dicermati untuk mengetahui kelembagaan yang perlu mendapatkan
prioritas berkaitan dengan upaya meningkatkan usaha tani. Permasalahan
umum yang dihadapi petani di lahan pertanian cukup kompleks yang
mengakibatkan rendahnya skala produksi dan mutu hasil diperoleh petani
1.2 Rumusan masalah
- Masalah apa saja yang dihadapi dalam usahatani ?
- Faktor – Faktor apa saja yang dapat mempengaruhi keberhasilan usahatani ?
- Bagaimana solusi masalah yang dihadapi dalam usahatani ?
- Seperti apa contoh masalah yang terjadi di lapangan beserta solusi bagi pelaksana usahatani ?
1.3 Tujuan
- Untuk mengindetifikasi permasalahan usahatani di Desa Bayaserta
- Untuk mengetahui Faktor – Faktor yang dapat mempengaruhi keberhasilan usahatani
- Untuk mengetahui alternatif pemecahannya dalam sistem usahtani di Desa Baya,
- Untuk mendapatkan hasil yang diharapkan yaitu berkembangnya sistim
agribisnis di pedesaan dan meningkatnya pendapatan dan kesejateraan
petani.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Permasalahan dalam Usaha Tani
Usahatani merupakan satu-satunya ujung tombak pembangunan nasional
yang mempunyai peran penting. Upaya mewujudkan pembangunan nasional
bidang pertanian (agribisnis) masa mendatang merupakan sejauh mungkin
mengatasi masalah dan kendala yang sampai sejauh ini belum mampu
diselesaikan secara tuntas sehingga memerlukan perhatian yang lebih
serius. Satu hal yang sangat kritis adalah bahwa meningkatnya produksi
pertanian (agribisnis) atau ourput selama ini belum disertai dengan
meningkatnya pendapatan dan kesejahteraan petani secara signifikan dalam
usahataninya. Petani sebagai unit agribisnis terkecil belum mampu
meraih nilai tambah yang rasional sesuai skala usahatani terpadu
(integrated farming system). Oleh karena itu persoalan membangun
kelembagaan (institution) di bidang pertanian dalam pengertian yang luas
menjadi semakin penting, agar petani mampu melaksanakan kegiatan yang
tidak hanya menyangkut on farm bussiness saja, akan tetapi juga terkait
erat dengan aspek-aspek off farm agribussinessnya (Tjiptoherijanto,
1996).
Jika ditelaah, walaupun telah melampaui masa-masa kritis krisis
ekonomi nasional, saat ini sedikitnya kita masih melihat beberapa
kondisi yang dihadapi dalam usahatani petani kita di dalam mengembangkan
kegiatan usaha produktifnya, yaitu :
- Kecilnya skala Usaha Tani.
Di Indonesia, masih sangat kecil sekali Usaha tani, sehingga
menyebabkan kurangnya efisien produksi. Hal-hal yang harus ditempuh
untuk mengatasi hal tersebut yaitu melalui pendekatan kerja sama
kelompok (Adiwilaga, 1982).
- Langkanya permodalan untuk pembiayaan usahatani.
Kemampuan petani untuk membiayai usahataninya sangat terbatas
sehingga produktivitas yang dicapai masih di bawah produktivitas
potensial. Mengingat keterbatasan petani dalam permodalan tersebut dan
rendahnya aksesibilitas terhadap sumber permodalan formal, maka
dilakukan pengembangkan dan mempertahankan beberapa penyerapan input
produksi biaya rendah (Low cost production) yang sudah berjalan
ditingkat petani. Selain itu, penanganan pasca panen dan pemberian
kredit lunak serta bantuan langsung dari masyarakat kepada petani
sebagai pembiaayan usaha tani memang sudah sepantasnya terlaksana
(Fadholi, 1981).
Perasaan ketidakmerataan dan ketidakadilan akses pelayanan usahatani
kepada penggerak usahatani (access to services) sebagai akibat kurang
diperhatikannya rangsangan bagi penggerak usahatani tersebut dalam
tumbuhnya lembaga-lembaga sosial (social capital). Kurangnya rangsangan
menyebabkan tidak adanya rasa percaya diri (self reliances) pada petani
pelaku usahatani akibat kondisi yang dihadapi. Sebaiknya, untuk
menghasilkan output seperti yang diharap, penggerak usahatani seperti
petani berhak mendapat pengetahuan atau rangsangan yang lebih terhadap
tumbuhnya lembaga-lembaga yang merupakan salah satu jalan usahatani
dapat berkembang dan berjalan dengan baik (Fadholi, 1981).
- Masalah Transformasi dan Informasi.
Pelayanan publik bagi adaptasi transformasi dan informasi terutama
untuk petani pada kenyataannya sering menunjukkan suasana yang
mencemaskan. Di satu pihak memang terdapat kenaikan produksi, tetapi di
lain pihak tidak dapat dihindarkan akan terjadinya pencemaran
lingkungan, yaitu terlemparnya tenaga kerja ke luar sektor pertanian
yang tidak tertampung dan tanpa keahlian dan ketrampilan lain. Dapat
juga terjadi ledakan hama tanaman karena terganggunya keseimbangan
lingkungan dan sebagainya akibat dari kurangnya informasi mengenai hal
tersebut. Sedangkan untuk mengatasi masalah transformasi dan informasi
harga karena belum adanya kemitraan, maka diusahakan pemecahannya
melalui temu usaha atau kemitraan antara petani dengan pengusaha yang
bergerak di bidang pertanian serta penanganan pemasaran melalui Sub
Terminal Agribisnis (STA). Khusus untuk pembelian gabah petani sesuai
harga dasar setiap tahun dicairkan dana talangan kepada Lembaga Usaha
Ekonomi Pedesaan (LUEP) (Fadholi, 1981).
- Luasan Usaha yang Tidak Menguntungkan.
Secara klasik sering diungkapkan bahwa penyebab utama ketimpangan
pendapatan dalam pertanian adalah ketimpangan pemilikan tanah. Hal ini
adalah benar, karena tanah tidak hanya dihubungkan dengan produksi,
tetapi juga mempunyai hubungan yang erat dengan kelembagaan, seperti
bentuk dan birokrasi dan sumber-sumber bantuan teknis, juga pemilikan
tanah mempunyai hubungan dengan kekuasaan baik di tingkat lokal maupun
di tingkat yang lebih tinggi. Luas lahan sawah cendrung berkurang setiap
tahunnya akibat adanya alih fungsi lahan yang besarnya rata-rata 166 Ha
per tahun. Pemilikan lahan sawah yang sempit dan setiap tahunnya yang
cendrung mengalami pengurangan maka peningkatan produksi pertanian
dilaksanakan melalui usaha intensifikasi dan diversifikasi pertanian
(Fadholi, 1981).
- Belum Mantapnya Sistem dan Pelayanan Penyuluhan.
Peran penyuluh pertanian dalam pembangunan masyarakat pertanian
sangatlah diperlukan. Dalam arti bahwa peran penyuluh pertanian tersebut
bersifat ‘back to basic’, yaitu penyuluh pertanian yang mempunyai peran
sebagai konsultan pemandu, fasilitator dan mediator bagi petani. Dalam
perspektif jangka panjang para penyuluh pertanian tidak lagi merupakan
aparatur pemerintah, akan tetapi menjadi milik petani dan lembaganya.
Untuk itu maka secara gradual dibutuhkan pengembangan peran dan posisi
penyuluh pertanian yang antara lain mencakup diantaranya penyedia jasa
pendidikan (konsultan) termasuk di dalamnya konsultan agribisnis,
mediator pedesaan, pemberdaya dan pembela petani, petugas profesional
dan mempunyai keahlian spesifik (Fadholi, 1981).
- Lemahnya Tingkat Teknologi.
Produktifitas tenaga kerja yang relatif rendah (productive and
remmunerative employment) merupakan akibat keterbatasan teknologi,
keterampilan untuk pengelolaan sumberdaya yang effisien. Sebaiknya dalam
pengembangan komoditas usahatani diperlukan perbaikan dibidang
teknologi. Seperti contoh teknologi budidaya, teknologi penyiapan sarana
produksi terutama pupuk dan obat-obatan serta pemacuan kegiatan
diversifikasi usaha yang tentunya didukung dengan ketersediaan modal
(Fadholi, 1981).
- Aspek sosial dan ekonomi, yang berkaitan dengan kebijakan bagi petani
Permasalahan sosial yang juga menjadi masalah usahatani di Indonesia
yaitu masalah-masalah pembangunan pertanian di negara-negara yang sedang
berkembang bukan semata-mata karena ketidaksiapan petani menerima
inovasi, tetapi disebabkan oleh ketidakmampuan perencana program
pembangunan pertanian menyesuaikan program-program itu dengan kondisi
dari petani-petani yang menjadi “
klien” dari program-program
tersebut. Kemiskinan adalah suatu konsep yang sangat relatif, sehingga
kemiskinan sangat kontekstual. Agar bantuan menjadi lebih efektif untuk
memperkuat perekonomian petani-petani miskin, pertama-tama haruslah
menemukan di mana akar permasalahan itu terletak, disamping akar
permasalahan itu sendiri (Kasryno, 1984).
2.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Usahatani
Menurut Fadholi (1991), faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan usahatani digolongkan menjadi dua, yaitu :
2.2.1. Faktor intern (faktor-faktor pada usahatani itu sendiri), yang terdiri dari :
Petani adalah setiap orang yang melakukan usaha untuk memenuhi
sebagian atau seluruh kebutuhan hidupnya di bidang pertanian dalam arti
luas yang meliputi usaha tani pertanian, peternakan, perikanan, dan
pemungutan hasil laut. Petani tersebut bertanggung jawab tehadap
pengelolaan usahatani yang ia lakukan, apabila petani dapat melakukan
pengelolaan secara baik maka usahatani yang ia lakukan juga dapat
berkembang dengan baik, dan sebaliknya. Pengelolaan usahatani itu juga
tergantung dari tingkat pendidikan petani sendiri dan bagaimana cara ia
memanfaatkan berbagai faktor produksi yang ada untuk digunakan secara
efektif dan efisien agar mendapatkan keuntungan yang maksimal. Jadi
disini petani berperan penting sebagai pengambil keputusan dan kebijakan
dari usahatani yang dilakukan.
Tanah sebagai harta produktif adalah bagian organis rumah tangga
tani. Luas lahan usahatani menentukan pendapatan, taraf hidupnya, dan
derajat kesejahteraan rumah tangga tani. Tanah berkaitan erat dengan
keberhasilan usaha tani dan teknologi modern yang dipergunakan. Untuk
mencapai keuntungan usaha tani, kualitas tanah harus ditingkatkan. Hal
ini dapat dicapai dengan cara pengelolaan yang hati-hati dan penggunaan
metode terbaik.
Pentingnya faktor produksi tanah, bukan saja dilihat dari segi luas
atau sempitnya lahan, tetapi juga segi yang lain, misalnya aspek
kesuburan tanah, macam penggunaan lahan (tanah sawah, tegalan, dan
sebagainya) dan topografi (tanah dataran pantai, rendah dan dataran
tinggi).
Kemampuan tanah untuk pertanian penilaiannya didasarkan kepada:
- Kemampuan tanah untuk ditanami dengan berbagai jenis tanaman. Makin banyak tanaman makin baik.
- Kemampuan untuk berproduksi. Makin tinggi produksi per satuan luas makin baik.
- Kemampuan untuk berproduksi secara lestari, makin sedikit pengawetan tanah makin baik.
Tenaga kerja adalah energi yang di curahkan dalam suatu proses
kegiatan untuk menghasilkan suatu produk. Pembicaraan mengenai tenaga
kerja dalam pertanian di Indonesia harus dibedakan ke dalam persoalan
tenaga kerja dalam usahatani kecil-kecilan (usahatani pertanian rakyat)
dan persoalan tenaga kerja dalam perusahaan pertanian yang besar-besar
yaitu perkebunan, kehutanan, peternakan dan sebagainya.
Dalam usahatani skala kecil sebagian besar tenaga kerja berasal dari
keluarga petani sendiri yang terdiri atas ayah sebagai kepala keluarga,
istri dan anak-anak petani. Anak-anak berumur 12 tahun misalnya sudah
dapat merupakan tenaga kerja yang produktif bagi usahatani. Tenaga kerja
yang berasal dari keluarga petani ini merupakan sumbangan keluarga pada
produksi pertanian secara keseluruhan dan tidak pernah dinilai dalam
uang. Peran anggota keluarga tani dalam mengelola kegiatan usahatani
bersama dapat mengurangi biaya pengeluaran untuk membayar tenaga kerja
sewa.
Berbeda dengan usahatani dalam skala besar, tenaga kerja memegang peranan yang penting karena tenga kerja yang ada memiliki
skill/keahlian
tertentu dan berpendidikan sehingga mampu menjalankan usahatani yang
ada dengan baik, tentu saja dengan seorang pengelola (manager) yang juga
memiliki keahlian dalam mengembangkan usahatani yang ada.
Seringkali dijumpai adanya pemilik modal besar yang mampu
mengusahakan usahataninya dengan baik tanpa adanya bantuan kredit dari
pihak lain. Golongan pemilik modal yang kuat ini sering ditemukan pada
petani besar, petani kaya dan petani cukupan, petani komersial atau pada
petani sejenisnya. Sebaliknya, tidak demikian halnya pada petani kecil.
Golongan petani yang diklasifikasikan sebagai petani yang tidak
bermodal kuat yaitu petani kecil, petani miskin, petani tidak cukupan
dan petani tidak komersial. Karena itulah mereka memerlukan kredit
usahatani agar mereka mampu mengelola usahataninya dengan baik.
Kredit usaha tani adalah kredit modal kerja yang disalurkan melalui
koperasi/KUD dan LSM, untuk membiayai usaha tani dalam intensifikasi
tanaman padi, palawija dan hortikultura. Kredit program ini dirancang
untuk membantu petani yang belum mampu membiayai sendiri usaha taninya.
Sistem penyaluran kredit ini dirancang sedemikian rupa agar dapat
diakses secara mudah oleh petani, tanpa agunan dan prosedur yang rumit.
Bila tidak ada pinjaman yang berupa kredit usaha tani ini, maka
mereka sering menjual harta bendanya atau sering mencari pihak lain
untuk membiayai usahataninya itu.
Kemajuan dan pembangunan dalam bidang apa pun tidak dapat dilepaskan
dari kemajuan teknologi. Revolusi pertanian didorong oleh penemuan
mesin-mesin dan cara-cara baru dalam bidang pertanian. Demikian pula
“Revolusi Hijau” mulai tahun 1969/1970 disebabkan oleh penemuan
teknologi baru dalam bibit padi dan gandum yang lebih unggul dibanding
bibit-bibit yang dikenal sebelumnya.
Teknologi baru yang diterapkan dalam bidang pertanian selalu
dimaksudkan untuk menaikkan produktivitas apakah ia produktivitas tanah,
modal atau tenaga kerja. Dengan penggunaan teknologi yang lebih maju
dari sebelumnya maka usahatani yang dilakukan dapat lebih efektif dan
efisien, sehingga dapat memperoleh keuntungan maksimal dengan
produktivitas yang tinggi.
Dalam menganalisa peranan teknologi baru dalam pembangunan pertanian
kadang-kadang digunakan dua istilah lain yang sebenarnya berbeda namun
dapat dianggap sama dan sering dipertukarkan karena keduanya menunjukkan
pada soal yang sama yaitu perubahan teknik (
technical change) dan inovasi (
innovation).
Istilah perubahan teknik jelas menunjukkan unsur perubahan suatu cara
baik dalam produksi maupun dalam distribusi barang-barang dan jasa-jasa
yang menjurus ke arah perbaikan dan peningkatan produktivitas. Inovasi
berarti pula suatu penemuan baru yang berbeda dari yang sudah ada atau
yang sudah dikenal sebelumnya. Inovasi selalu bersifat baru.
Namun, teknologi juga dapat menjadi kendala usahatani karena sulitnya
penerimaan petani terhadap teknologi baru dikarenakan
ketidakpercayaannya pada teknologi tersebut, dan juga karena faktor
budaya dari petani itu sendiri yang enggan menerima teknologi maupun
inovasi.
Teknologi mempunyai sifat sebagai berikut :
a) Tingkat keuntungan relatif dari inovasi tersebut. Semakin
tinggi tingkat keuntungan relatif semakin cepat pula teknologi tersebut
diterima oleh masyarakat.
b) Tingkat kesesuaian dengan nilai-nilai yang ada dalam
masyarakat. Semakin tinggi tingkat kesesuaian dengan nilai-nilai yang
ada dalam masyarakat, semakin cepat pula inovasi tersebut di terima.
c) Tingkat kerumitan (
complexity) dari inovasi yang akan disebarkan. Semakin tinggi tingkat kerumitan dari inovasi, semakin sulit diterima masyarakat.
d) Tingkat mudah diperagakan (
triability) dari inovasi
yang akan disebarkan. Semakin tinggi tingkat kemudahan diperagakan dari
inovasi yang akan disebarkan, semakin mudah inovasi itu diterima
masyarakat.
e) Tingkat kemudahan dilihat dari hasilnya (
observability). Semakin tinggi tingkat observability semakin mudah inovasi tersebut diterima oleh masyarakat.
- Kemampuan Petani Mengalokasikan Penerimaan Keluarga
Hasil dari usahatani skala keluarga merupakan penerimaan keluarga
yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan keluarga tersebut dan juga
menyambung kembali keberlangsungan usahatani mereka. Jika seorang
petani dapat mengelola penerimaan usahataninya dengan baik maka
kebutuhan keluarganya dan usahataninya dapat tercukupi, sebaliknya jika
tidak mampu mengelola dan mengalokasikan penerimaan keluarga dari hasil
usahatani maka kebutuhannya tidak dapat tercukupi dengan baik.
Jumlah keluarga berhubungan dengan banyak sedikitnya potensi tenaga
kerja yang tersedia di dalam keluarga. Dalam usahatani skala kecil
sebagian besar tenaga kerja berasal dari keluarga petani sendiri yang
terdiri atas ayah sebagai kepala keluarga, istri dan anak-anak petani.
Semakin banyak jumlah keluarga produktif yang mampu membantu usahatani
maka biaya tenaga kerja pun semakin banyak berkurang. Dan biaya tersebut
dapat dialokasikan untuk keperluan lain.
2.2.2. Faktor ekstern (faktor-faktor di luar usahatani), antara lain :
- Tersedianya Sarana Transportasi dan Komunikasi
Sarana transportasi dalam usahatani tentu saja sangat membantu dan
mempengaruhi keberhasilan usahatani, misalnya dalam proses pengangkutan
saprodi dan alat-alat pertanian, begitu juga dengan distribusi hasil
pertanian ke wilayah-wilayah tujuan pemasaran hasil tersebut, tanpa
adanya transportasi maka proses pengangkutan dan distribusi akan
mengalami kesulitan.
Begitu pula dengan ketersediaan sarana komunikasi, pentingnya
interaksi sosial dan komunikasi baik antara petani dan petani, petani
dan kelembagaan, serta petani dan masyarakat diantaranya dapat
meningkatkan kualitas SDM petani, mengembangkan pola kemitraan,
mengembangkan kelompok tani melalui peningkatan kemampuan dari aspek
budidaya dan aspek agribisnis secaa keseluruhan, memperkuat dan
melakukan pembinaan terhadap seluruh komponen termasuk petani melalui
peningkatan fasilitas, kerja sama dengan swasta, pelayanan kredit dan
pelatihan. Jika sarana komunikasi dalam berusahatani kurang mencukupi
maka perkembangan usahatani dan petani yang menjalankan kurang maksimal
karena ruang lingkup interaksi sosialnya sempit.
- Aspek-Aspek Yang Menyangkut Pemasaran Hasil dan Bahan-Bahan Usahatani (harga hasil, harga saprodi dan lain-lain)
Harga hasil produksi usahatani mempengaruhi keuntungan yang didapat,
semakin tinggi hasil produksi dan semakin mahal harganya maka keuntungan
dari usahatani pun semakin tinggi pula, namun harga saprodi juga
mempengaruhi penerimaan hasil secara keseluruhan Karena harga saprodi
merupakan modal utama dalam berusahatani entah itu harga alat-alat
pertanian, bahan-bahan utama seperti benih, bibit, pupuk, dan
obat-obatan dan sebagainya. Maka perhitungan, analisis dan
pengelolaan/pengalokasian dana yang baik akan mempengaruhi hasil yang
didapat dalam berushatani.
Kredit adalah modal pertanian yang yang diperoleh dari pinjaman.
Pentingnya peranan kredit disebabkan oleh kenyataan bahwa secara relatif
memang modal merupakan faktor produksi non-alami (buatan manusia) yang
persediannya masih sangat terbatas terutama di negara-negara yang sedang
berkembang. Lebih-lebih karena kemungkinan yang sangat kecil untuk
memperluas tanah pertanian.
Perlunya fasilitas kredit :
ü Pemberian kredit usahatani dengan bunga yang ringan perlu untuk
memungkinkan petani melakukan inovasi-inovasi dalam usahataninya.
ü Kredit itu harus bersifat kredit dinamis yang mendorong petani
untuk menggunakan secara produktif dengan bimbingan dan pengawasan yang
teliti.
ü Kredit yang diberikan selain merupakan bantuan modal juga
merupakan perangsang untuk menerima petunjuk-petunjuk dan bersedia
berpartisipasi dalam program peningkatan produksi
ü Kredit pertanian yang diberikan kepada petani tidak perlu hanya
terbatas pada kredit usahatani yang langsung diberikan bagi produksi
pertanian tetapi harus pula mencakup kredit-kredit untuk kebutuhan rumah
tangga (kredit konsumsi).
Adapun lembaga-lembaga kredit yang ada di Indonesia bagi masyarakat tani dapat digolongkan sebagia berikut :
ü Bank yang meliputi Bank Desa, Lumbung Desa dan Bank Rakyat Indonesia
ü Perusahaan Negara Pegadaian
ü Koperasi-Koperasi Desa dan Koperasi Pertanian (Koperta)
Dengan adanya fasilitas kredit dari pemerintah kepada para petani
maka diharapkan usahatani dapat terus dilakukan dan dikembangkan tanpa
adanya kesulitan modal tapi dengan kredit bunga ringan.
- Sarana Penyuluhan Bagi Petani
Penyuluh memberikan jalan kepada petani untuk mendapatkan kebutuhan
informasi tentang cara bertani atau teknologi baru untuk meningkatkan
produksi, pendapatan dan kesejahteraannya. Selain itu, penyuluh juga
memberikan pendidikan dan bimbingan yang kontinyu kepada petani.
Dalam proses peningkatan teknologi dan penyebaran inovasi pada
masyarakat, penyuluh berfungsi sebagai pemrakarsa yang tugas utamanya
membawa gagasan-gagasan baru. Beberapa peranan yang harus dilakukan
penyuluh agar proses peningkatan teknologi dan penyebaran inovasi dapat
berjalan efektif adalah :
a) Menumbuhkan kebutuhan untuk berubah.
b) Membangun hubungan untuk perubahan. Hubungan ini tentunya harus terbina diantara sasaran perubahan (klien) dan penyuluh.
c) Diagnosa dan penjelasan masalah yang dihadapi oleh klien.
Gejala-gejala dari masalah yang dihadapi haruslah diketahui dan
dirumuskan menjadi maslah bersama sasaran perubahan.
d) Mencari alterntif pemecahan masalah. Selain itu tujuan dari
perubahan harus juga ditetapkan dan tekad untuk bertindak harus
ditumbuhkan.
e) Mengorganisasikan dan menggerakkan masyarakat ke arah perubahan.
f) Perluasan dan pemantapan perubahan.
g) Memutuskan hubungan antara klien dan penyuluh untuk perubahan
itu. Hal itu diperlukan untuk mencegah timbulnya sikap kertergantungan
masyarakat pada penyuluh
Penyuluh disini bersifat membantu agar kebutuhan informasi yang
berhubungan dengan pertanian dapat tesalurkan dengan baik ke
petani-petani, serta untuk meningkatkan teknologi dan inovasi petani
tradisional menjadi lebih modern.
Menurut Soekartawi (2002), untuk mendukung keberhasilan pengembangan dan pembangunan petani, aspek yang akan berperan adalah :
- Aspek sumberdaya (faktor produksi)
- Aspek kelembagaan
- Aspek penunjang pembangunan pertanian
Bila uraian tersebut di atas dikaji/ditelaah lebih mendalam, maka keberhasilan usahatani tidak terlepas dari :
1. Syarat mutlak (syarat pokok pembangunan pertanian), yang terdiri dari :
- Pasaran untuk hasil-hasil usahatani
- Teknologi yang selalu berubah
- Tersedianya bahan-bahan produksi dan peralatan secara local
- Perangsang produksi bagi para petani
- Pengangkutan (transportasi)
2. Faktor pelancar pembangunan pertanian, yang terdiri dari :
- Pendidikan pembangunan
- Kredit produksi
- Kegiatan gotong royong oleh para petani
- Perbaikan dan perluasan tanah/lahan pertanian
- Perencanaan nasional untuk pembangunan pertanain
(Mosher, 1965)
2.3 Contoh Pengalaman di Lapangan Mengenai Masalah dalam Usaha Tani dan Solusinya.
Sebagian dari wilayah Kabupaten Lombok Timur tepatnya di Kecamatan
Sembalun yang terletak di sekitar kaki Gunung Rinjani termasuk zone
agroekologi lahan kering dataran tinggi dengan ketinggian antara 700 –
1300 mdpl. Mengingat kondisi tersebut maka kendala yang sering
dihadapi oleh petani di wilayah tersebut adalah aspek sosial ekonomi
usahatani tanaman padi, yang menjadi dasar pertimbangan untuk dikaji
lebih jauh dan bagaimana upaya atau solusi pemecahannya. Tujuan
pengkajian adalah untuk mengetahui kendala sosial ekonomi dan upaya
pemecahannya. Kendala sosial ekonomi usahatani padi yang terjadi antara
lain yaitu :
- Biaya pengolahan tanah usahatani padi relatif mahal.
Pengolahan tanah di desa Sajang dilakukan dengan menggunakan tenaga
ternak sapi. Biaya pengolahan tanah relatif mahal yaitu mencapai Rp
50.000/pasang/hari. Untuk membajak lahan 1 ha membutuhkan 6 pasang sapi
selama 2 (dua) hari. Sehingga apabila ditotal maka jumlah biaya
pengolahan tanah untuk lahan 1 ha sebesar Rp 600.000 belum termasuk
biaya makan dan minum. Tiap satu pasang sapi minimal membutuhkan 2 (dua)
orang tenaga manusia. Tingginya biaya pengolahan tanah disebabkan
semakin terbatasnya tenaga kerja ternak sapi. Untuk mengatasi
permasalahan tersebut maka alternatif pemecahan masalah adalah pola
kemitraan sapi dengan pola kadasan kepada penggarap sekaligus dapat
digunakan sebagai tenaga olah tanah.
- Biaya modal usaha relatif tinggi.
Modal usaha petani untuk tanaman pangan diketahui relatif sangat
terbatas. Keterbatasan modal tersebut menyebabkan petani meminjam modal
kepada rentenir, bank rontok (pelepas uang) dan pengijon. Petani tidak
mempunyai akses kepada lembaga keuangan baik lembaga formal maupun non
formal. Lembaga keuangan non formal pedesaan seperti koperasi tani,
koperasi simpan pinjam, dan sebagainya masih belum ada. Lembaga keuangan
formal yang memberikan skim kredit pertanian kepada petani juga belum
ada. Keadaan tersebut dengan terpaksa petani harus mengambil kredit
kepada rentenir dan pelepas uang untuk modal usahataninya meskipun
dengan bunga yang tinggi. Akibatnya biaya modal usaha relatif tinggi.
Salah satu solusi masalah tersebut adalah membangun kelembagaan non
formal dari kelompok yang sudah ada dengan kesepakatan atau sebagai
dasar untuk mengikat para petani untuk andil dalam pengembangan modal
usaha.
- Ketersediaan informasi alternatif usahatani yang menguntungkan relatif terbatas.
Secara umum petani tidak mempunyai kemampuan untuk menentukan pilihan
usahatani pangan yang menguntungkan. Hal tersebut disebabkan karena
ketersediaan informasi alternatif usahatani tanaman pangan yang
menguntungkan relatif terbatas. Keterbatasan tersebut disebabkan oleh
kemampuan petani, informasi inovasi dan perencanaan pola tanam pada
usahatani tanaman pangan yang lemah. Peluang pengembangan tanaman pangan
dengan memanfaatkan sumberdaya air hujan yang terbatas melalui
penerapan pola tanam belum dimanfaatkan petani. Akibatnya strategi
ketahanan pangan rumahtangga petani sangat lemah.
Solusi menghadapi permasalaha tersebuut yaitu dengan membangun
lembaga pendataan bisnis pertanian di pedesaan sehingga dengan adanya
lembaga ini dapat menyiapkan segala informasi yang dibutuhkan oleh
petani.
- Biaya transportasi komoditi pertanian dan input relatif mahal.
Biaya pemasaran hasil komoditi pertanian relatif mahal. Tingginya
biaya pemasaran ini disebabkan ketersediaan jalan usahatani sangat
terbatas. Kondisi jalan desa sebagian besar rusak, sarana transportasi
relatif terbatas. Prasarana dan saranan transportasi yang terbatas
menyebabkan biaya angkut saprodi dan hasil usahatani relatif mahal.
Sementara sarana pasar desa yang dapat meningkatkan dinamika pemasaran
hasil pertanian belum tersedia. Sarana produksi di kota kecamatan
Sembalun. Demikian halnya hasil pertanian dari desa Sajang sebagian
besar dijual ke pasar kecamatan Sembalun. Biaya angkut saprodi maupun
hasil pertanian bervariasi antara Rp 5.000 – Rp 10.000/kw tergantung
jarak tempuh. Sedangkan biaya angkut input dari rumah ke lahan usahatani
dan biaya angkut hasil pertanian dari lahan ke rumah rata-rata Rp.
5.000/kw.
Langkah untuk mengatasi masalah di atas adalah dengan membangun
jalan usahatani dari hutan cadangan pangan (HCP) ke desa sehingga biaya
angkut hasil pertanian dapat ditekan dan harga jual hasil pertanian
dapat ditingkatkan dengan adanya jalan pintas tersebut.
- Kemampuan petani untuk mengakses lembaga keuangan formal sangat terbatas.
Kemampuan petani untuk mengakses lembaga keuangan formal sangat
terbatas. Hal ini disebabkan prosedur yang sulit dan keterbatasan
sumberdaya yang dimiliki petani sehingga tidak ada jaminan yang dapat
digunakan sebagai agunan untuk meminjam uang di bank. Selain itu
kepercayaan bank kepada petani relatif rendah. Hal ini disebabkan adanya
sebagian petani yang menganggap apabila diberi pinjaman pemerintah maka
pinjaman tersebut dianggap sebagai pemberian yang tidak harus
dikembalikan.
Untuk mengatasi anggapan petani tersebut adalah dengan
menumbuh-kembangkan inovasi modal sosial. Sedangkan untuk mengatasi
kesulitan mengakses lembaga keuangan formal maka alternatif pemecahannya
adalah dengan membangun kelembagaan non formal di pedesaan.
2.4 Contoh Pengalaman di Lapangan Mengenai keberhasilan dalam Usahatani
Desa Junrejo Kabupaten Malang terdapat
seseorang yang merintis usahanya dalam bidang pertanian mulai dari
posisi yang sangat bawah. Kebanyakan orang usaha dalam pertanaian hanya
memandang bahwa, saat kita menjadi buruh tani maka selamanya akan
menjadi buruh tani. Namun hal itu tidak terjadi pada Pak Badu, beliau
merintis usahanya dengan memulai menjadi buruh tani bagi tuannya. Uang
hasil jerih payahnya disisihkan sedikit demi sedikit sehingga beliau
mulai membeli sepetak tanah hanya luasan yang sangat kecil. Namun dengan
berjalannya waktu dia tidak lagi menjadi buruh tani, melainkan menjadi
petani yang sukses. Beliau saat ini memeliki tanah seluas lebih dari
satu hektar. Beliau saat ini memiliki komoditas yang bermacam – macam
dan dengan berkala dia menjualnya di pasar Batu. Hal ini juga didorong
dari kemajuan teknologi yang mendorong semakin meningkatkan
keuntungannya. Keberhasilannya juga tidak lepas dari dorongan
keluarganya.
BAB III
KESIMPULAN
- Permasalahan dalam Usaha Tani
- Kecilnya skala Usaha Tani.
- Kurangnya Rangsangan
- Aspek sosial dan ekonomi, yang berkaitan dengan kebijakan bagi petani
- Langkanya permodalan untuk pembiayaan usahatani
- Masalah Transformasi dan Informasi
- Luasan Usaha yang Tidak Menguntungkan
- Belum Mantapnya Sistem dan Pelayanan Penyuluhan
- Lemahnya Tingkat Teknologi
- Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Usahatani
2.1. Faktor intern (faktor-faktor pada usahatani itu sendiri)
- Petani Pengelola
- Tanah Usahatani
- Tenaga Kerja
- Modal
- Tingkat Teknologi
- Kemampuan Petani Mengalokasikan Penerimaan Keluarga
- Jumlah Keluarga
2.2. Faktor ekstern (faktor-faktor di luar usahatani)
- Tersedianya Sarana Transportasi dan Komunikasi
- Aspek-Aspek Yang Menyangkut Pemasaran Hasil dan Bahan-Bahan Usahatani (harga hasil, harga saprodi dan lain-lain)
- Fasilitas Kredit
- Sarana Penyuluhan Bagi Petani
DAFTAR PUSTAKA
Adiwilaga, Anwas. 1982.
Ilmu Usahatani. Bandung : Penerbit Alumni.
Fadholi, Hermanto. 1981.
Bahan Bacaan Pengantar Ekonomi Pertanian. Bogor : Pendidikan Guru Kejuruan Pertanian Fakultas Politeknik Pertanian Bogor
Kasryno, Faisal. 1984.
Prospek Pengembangan Ekonomi Pedesaan Indonesia. Jakarta : Yayaysan Obor Indonesia.
Soekartawi. 2002. Prinsip Dasar Ekonomi Pertanian. Teori dan Aplikasi. Edisi Revisi. Raja Grafindo Persada. Jakarta
Tjiptoherijanto, Prijono, 1996.
Sumber Daya Manusia dalam Pembangunan Nasional. Jakarta : Lembaga Penerbit FEUI
Yuswita, Effy. Dkk. 2010. Modul 2 Kuliah Usahatani. Malang : Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Universitas Pertanian
PENDAHULUAN
Ilmu usahatani merupakan cabang ilmu pertanian. Pengertinan usahatani
telah didefinisikan oleh beberapa ahli ekonomi pertanian. Pengertian
usahatani menurut Mubiyarto ( 1987 ) adalah lebih ke pertanian rakyat.
Mosher ( 1968 ) mengartikan usahatani sebagai himpunan dari
sumber-sumber alam yang ada di tempat itu yang diperlukan untuk produksi
pertanian seperti tanah dan air, perbaikan – perbaikan yang dilakukan
atas tanah itu, sinar matahari, bangunan – bangunan yang didirikan di
atas tanah itu dan sebagainya.
Menurut Soekartawi ( 1995 ) usahatani merupakan ilmu yang mempelajari
bagaimana seorang petani mengalokasikan sumber daya yang ada secara
efektif dan efisien untuk memperoleh keuntungan yang tinggi pada waktu
tertentu.
Ditinjau dari beberapa pengertian di atas tentunya ilmu usahatani
sangat penting dalam ilmu pertanian. Dan untuk memaksimalkan dalam
pengelolaan usahatani itu sendiri diperlukan unsur-unsur pokok yang
merupakan faktor – faktor utama dalam usahatani. Unsur – unsur pokok
tersebut sering disebut faktor produksi ( input ). Proses produksi
pertanian adalah proses yang mengkombinasikan faktor – faktor produksi
pertanian untuk menghasilkan produksi pertanian ( output ).
Soekartawi ( 1987 ) menjelaskan bahwa tersedianya sarana atau faktor
produksi (input) belum berarti produktifitas yang diperoleh petani
akan tinggi. Namun bagaiman petani melakukan usahanya secara efisien
adalah upaya yang sangat penting. Efisiensi teknis akan tercapai bila
petani mampu mengalokasikan faktor produksi sedemikian rupa sehingga
produksi tinggi tercapai. Bila petani mendapat keuntungan besar dalam
usahataninnya dikatakan bahwa alokasi faktor produksi efisien secara
alokatif. Cara ini dapat ditempuh dengan membeli faktor produksi pada
harga murah dan menjual hasil pada harga relatif tinggi. Bila petani
mampu meningkatkan produksinya dengan harga sarana produksi dapat
ditekan tetapi harga jual tinggi, maka petani tersebut melakukan
efisiensi teknis dan efisiensi harga atau melakukan efisiensi ekonomi.
PEMBAHASAN
1. Faktor – Faktor Produksi
1. Faktor Produksi lahan / Tanah
Tanah merupakan salah satu faktor produksi utama dalam usaha tani.
Tanah mempunyai sifat luasnya relatif tetap namun permintaannya terus
berkembang.hal ini menyebabkan harga tanah terus meningkat dari waktu ke
waktu. Peningkatan Permintaan akan tanah tersebut akan menggeser fungsi
lahan ke arah aktiviitas lebih menguntungkan. Hal ini menyebabkan
terjadinya alih fungsi lahan pertanian ke penggunaan lainnya seperti
untuk pemukiman industri dan jasa.untuk itulah diperlukan peran serta
pemerintah untuk mengatur dan membuat kebijakan tentang pertanahan.
Dalam proses produksi pertanian, tanah sebagai salah satu faktor
produksi utama dan merupakan sumber daya alam yang bersifat dapat
diperbaharui, artinya keberadaan tanah yang jumlahnya relatif tetap
tersebut bisa dimanfaatkan untuk proses produksi pertanian dengan tetap
melakukan konservasi terhadap kesuburan tanahnya. Tanah sebagai
sumberdaya alam dengan fungsinya yang jamak adalah unsur dan tumpuan
harapan utama bagi kehidupan maupun kelangsungan hidup umat manusia.
Tidak ada satu segi kehidupan manusia yang tidak berhubungan dengan
tanah, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Tanah sebagai harta produktif adalah bagian organis rumah tangga
tani. Luas lahan usahatani menentukan pendapatan, taraf hidup, dan
derajat kesejahteraan rumah tangga tani.
Pengenalan fisik terhadap tanah dilihat dari berbagai sisi akan
membuka peluang perbedaan tanah. Kita mengenal tanah untuk sawah,
tegalan, hutan, dan lain-lain. Perbedaan tataguna lahan itu juga akan
berpengaruh terhadap pengelolaan usahatani. Untuk pengelolaan tanah,
derajat kemiringan tanah akan menuntut perbedaan biaya untuk tanah
seperti terasiring, penanaman tanaman perlindungan, dan lain-lain.
Setiap bagian petak tanah dapat ditetapkan yang terbaik untuk apa.
Kriteria dasar yang dipakai adalah persyaratan optimal untuk berbagai
jenis tanaman dan persyaratan positif dan negatif dari penggunaan untuk
pertanian. Kemampuan tanah untuk pertanian penilaiannya didasarkan
kepada:
- Kemampuan tanah untuk ditanami dengan berbagai jenis tanaman. Makin banyak tanaman makin baik.
- Kemampuan untuk berproduksi. Makin tinggi produksi per satuan luas makin baik.
- Kemampuan untuk berproduksi secara lestari, makin sedikit pengawetan tanah makin baik.
Kelas kemampuan tanah dibedakan dalam 8 kelas. Faktor pokok yang menentukan kelas kemampuan tanah tersebut meliputi:
- Lereng
- Drainase
- Kedalaman tanah
- Tekstur bawah
- Konselerasi/derajat kelembaban
- Permeabilitas
- Resiko kebanjiran
Apabila tanah usahatani dipetakan dan dihubungkan dengan kelas
kemampuannya, petani akan dengan mudah melakukan tindakan dalam mengolah
tanah yang dikuasainya.
2. Faktor Produksi Tenaga Kerja
Tenaga kerja adalah energi yang di curahkan dalam suatu proses
kegiatan untuk menghasilkan suatu produk. Petani adalah setiap orang
yang melakukan usaha untuk memenuhi semua kebutuhan hidupnya dalam
bidang pertanian. Petani mempunyai banyak fungsi dan kedudukan atas
perannya:
a. Petani sebagai pribadi
Sebagai pribadi yang diciptakan oleh Tuhan YME, petani juga manusia
yang punya perasaan, cita-cita, dan kehendak untuk dihargai dan diakui
oleh sesamanya. Petani sebagai pribadi sadar bahwa ia tidak sendiri di
dunia ini. Ia mempunyai kepercayaan, keyakinan, serta kemampuan diri
yang baka dalam dirinya, ataupun yang diperoleh selama kekayaan yang
perlu dikenali oleh petani sebagai pribadi untuk dapat digerakkan dalam
memainkan peran yang jamak, termasuk sebagai pengelola usahatani.
b. Petani sebagai kepala keluarga
Sebagai kepala keluarga (bagi petani yang sudah menikah), petani
harus bertanggung jawab terhadap pemenuhan kesejahteraan seluruh anggota
keluarganya. Ini merupakan tugas yang cukup berat. Biasanya anggota
keluarga lain membantu dalam mencari pertambahan nafkah dan dalam proses
usahatani itu sendiri.
Dalam kondisi ini, petani perlu mengetahui total kebutuhan keluarga
per tahun dan perinciannya per bulan bahkan per hari. Hal ini penting
untuk dapat dijadikan dasar dalam menentukan pengelolaan usahataninya.
Setidak-tidaknya untuk sasaran pemenuhan kebutuhannya.
Di bagian ini, petani harus mampu menghitung potensi tenaga yang
tersedia di dalam keluarga, serta berapa yang telah digunakan secara
riil. Hal ini penting agar mampu mengorganisir faktor kerja sebagai
salah satu unsur usahatani.
c. Petani sebagai guru
Petani sebagian besar masuk di dalam kelompok tani. Dalam kelompok
ini berkembang sistem belajar diantara petani. Petani yang maju menjadi
guru, tempat bertanya dari petani yang lain.
d. Petani sebagai pengelola usaha tani
Dalam fungsi ini, petani berguna sebagai pengambil keputusan dalam
mengorganisisr faktor-faktor produksi yang sesuai dengan pilihannya dari
beberapa kebijakan produksi yang diketahui. Kebanyakan petani bukan
memilih alternatif terbaik karena keterbatasan sumber yang dikusai,
tetapi telah memilih selamat dan tidak menanggung resiko sebagai akibat
salah dalam pengambilan keputusan.
e. Petani sebagai warga sosial
Sebagai makhluk Tuhan, manusia petani tidak dapat hidup sendiri. Ia
berkelompok di dalam keluarga, keluarga besar dan di masyarakat.
Sebagai pribadi, petani yang bermasyarakat akan loyal terhadap aturan
bermasyarakat. Tetapi, bila loyalitas itu mundur, maka sangsi masyarakat
akan berlaku. Hal itu biasanya, justru sangat ditakuti oleh warga
kelompok, termasuk petani. Ada semacam keterikatan yang diberikan oleh
kelompok dalam sistem masyarakat tersebut. Dari keduanya, antara petani
dan masyarakat terdapat arus bolak balik antara keterikatan kelompok
dengan integrasi (pembauran).
f. Petani sebagai warga negara
Petani pribadi menyerahkan kekuasaannya kepada pemerintah Indonesia,
melalui tatanan yang terendah (desa/RT/RW). Bukti penyerahan kekuasaan
itu terwujud dalam pengakuan, seperti ikut pemilihan kepala desa,
pemilu, diberikan KTP, dan lain-lain. Ada arus timbal balik dan
keterikatan antara kekuasaan dan keterikatan.
Dalam pertanian masa depan, diharapkan petani menjadi petani sejati
yang menguasai hak untuk memiliki keragaman hayati, hak untuk
melestarikan, mengembangkan, saling tukar dan jual benih dan hak untuk
mendapatkan makanan yang aman dan menyelamatkan. Dalam banyak kasus,
sistem pertanian mereka kini dan dulu merupakan bentuk bentuk pertanian
ekologis yang lebih canggih dan tidak destruktif serta tepat bagi
kondisi kondisi lingkungan yang khusus.
3. Faktor Produksi Modal
Modal sebagai salah satu faktor produksi bisa dibedakan kedalam:
modal tetap dan modal lancar. Modal tetap terkait dengan modal yang
tidak bisa di ubah dalam jangka pendek, diantaranya tanah , alat alat
pertanian , bangunan dan sebagainya. Sedangkan modal lancar adalah
modall yang bisa diubah dalam jangka pendek seperti bibit, pupuk , dan
obat obatan , tenaga kerja , dan sebagainya. Pelaksanaan usaha tani
memerlukan modal sehingga tidak terlepas dari masalah pendanaan dan
manajemen keuangan.
Sumber pembentukan modal dapat berasal dari milik sendiri, kredit
dari bank, kredit dari koperasi, warisan, dari usaha lain, dan kontrak
sewa. Modal dari kontrak sewa di atur menurut jangka waktu tertentu
sampai peminjam dapat mengembalikan, sehingga angsuran menjadi dan di
kuasai pemilik modal.
4. Faktor produksi managemen
Pengelolaan usahatani adalah kemampuan petani dalam merencanakan
mengorganisir, mengarahkan, mengkoordinasi dan mengawasi factor produksi
yang dikuasai sehingga mampu memberikan produksi seperti yang
diharapkan.
Petani di pedesaan, pada umumnya belum memiliki pembukuan secara
individu atas usahataninya, namun petani yang tergabung dalam kelompok
tani perencanaan usahatani sering dilakukan secara kelompok, walaupun
petani belum memiliki pembukuan secara individu.
Walaupun petani belum memiliki pembukuan secara individu atas
usahataninya, namun biasanya petani mempunyai ingatan cukup kuat dan
mempunyai kemampuan dalam mengelola usahataninya. Hal ini diantaranya
disebabkan usahatani yang dijalankannya sudah biasa dia lakukan dan
sudah merupakan warisan secara turun-temurun terutama untuk tanaman
pangan.
Seperti telah diketahui, bahwa usahatani terdiri dari
subsistem-subsistem yang saling berkaitan untuk meningkatkan kualitas
usahatani, maka kemampuan petani dalam mengelola usahatani perlu
ditingkatkan. Artinya para petani perlu ditingkatkan pemahamannya dan
kemampuannya agar lebih bisa mempunyai akses pasar, permodalan,
informasi, akses kesarana produksi, bahkan akses ke pengolahan hasil
pertanian. Perlu penciptaan nilai tambah produk pertanian yang bisa
dinikmati oleh petani
Untuk mengembangkan system agribisnis ini sangat diperlukan peran
serta pemerintah, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.
Pengembangan usahatani kearah agribisnis memerlukan kemampuan manajemen
usaha yang lebih baik.
STUDI KASUS PADA KOMODITAS PADI SRI DENGAN SISTEM ORGANIK
Dalam tataran umum, pertanian organik mengacu kepada prinsip-prinsip
diantaranya meningkatkan dan menjaga kealamian lahan dan agro-ekosistem,
menghindari eksploitasi berlebihan dan polusi terhadap sumber daya
alam, meminimalisasi konsumsi dari energi dan sumber daya yang tidak
dapat diperbaharui, menghasilkan nutrisi sehat dalam jumlah yang cukup,
dan makanan berkualitas tinggi, memberikan pendapatan yang memadai dalam
lingkungan kerja yang aman, selamat dan sehat, mengakui pengetahuan
lokal dan sistem pertanian tradisional (kearifan lokal).
Dalam tataran praktis, pertanian organik mengacu kepada
prinsip-prinsip diantaranya menjaga dan meningkatkan kesuburan jangka
panjang dari tanah, memperkaya siklus bilogikal dalam pertanian,
khususnya siklus makanan, memberikan pasokan nitrogen dengan penggunaan
secara intensif tanaman yang memfiksasi nitrogen, perlindungan tanaman
secara biologikal berdasarkan pada pencegahan daripada pengobatan,
keragaman varietas tanaman dan spesies binatang, sesuai dengan kondisi
lokal, penolakan pada pupuk kimia, pelindung tanaman, hormon dan
pengatur tumbuh, pelarangan terhadap Rekayasa Genetika dan produknya,
pelarangan dalam metoda bantuan pemrosesan dan kandungan yang berupa
sintetis atau merugikan didalam pemrosesan makanan.
Kondisi alam, cuaca dan budaya masyarakat di Indonesia sangat
mendukung sektor pertanian karena tanah Indonesia merupakan tanah yang
sangat subur dan produktif sehingga pertanian memang cocok untuk terus
dikembangkan. Namun demikian upaya peningkatan produksi instan melalui
intensifikasi dengan penggunaan pupuk dan pestisida kimia membuat
kondisi tanah semakin rendah tingkat kesuburannya berakibat turunnya
hasil produksi. Untuk mengatasinya para petani mengupayakannya dengan
meningkatkan biaya produksi diantaranya berupa peningkatan penggunaan
kuantitas dan kualitas benih, pupuk dan pestisida/insektisida. Pada
awalnya penambahan biaya produksi ini bisa memberikan peningkatan kepada
hasil pertanian, namun untuk selanjutnya tingkat produksi kembali
menurun.
Oleh karena itu teroboson inovatif dalam upaya mengembalikan kembali
kesuburan tanah dan produktifitas harus dilakukan. Pada saat ini ada
harapan sebagai solusi terbaik bagi pertanian di Indonesia dalam
peningkatan hasil produksi yaitu melalui pola pertanian dengan metoda
SRI-Organik. Metode ini menekankan pada peningkatan fungsi tanah sebagai
media pertumbuhan dan sumber nutrisi tanaman. Melalui sistem ini
kesuburan tanah dikembalikan sehingga haur-daur ekologis dapat kembali
berlangsung dengan baik dengan memanfaatkan mikroorganisme tanah sebagai
penyedia produk metabolit untuk nutrisi tanaman. Melalui metode ini
diharapkan kelestarian lingkungan dapat tetap terjaga dengan baik,
demikian juga dengan taraf kesehatan manusia dengan tidak digunakannya
bahan-bahan kimia untuk pertanian.
Pola pertanian padi SRI Organik (beras organik/organic rice) ini
merupakan gabungan antara metoda SRI (System of Rice Intensification)
yang pertamakali dikembangkan di Madagascar, dengan pertanian organik.
Metode ini dikembangkan dengan beberapa prinsip dasar diantaranya
pemberian pupuk organik, peningkatan pertumbuhan akar tanaman dengan
pengaturan pola penanaman padi yaitu dengan jarak yang renggang,
penggunaan bibit tunggal tanpa dilakukan perendaman lahan persawahan.
ANALISIS MENURUT FAKTOR-FAKTOR USAHA TANI
- FAKTOR PRODUKSI LAHAN
Pada penggunaan metode organik yang diterapkan pada komoditas Padi,
secara otomatis nilai produksi pada lahan akan meningkat meskipun
peningkatan itu secara perlahan. Hal ini dikarenakan pertanian organik
menggunakan pupuk dan pestisida secara alami, dengan demikian kesuburan
pada tanah akan meningkat, karena cadangan bahan makanan unrtuk biota
tanah baik mikro maupun makro telah tersedia. Berbeda dengan penggunaan
metode secara modern yang menggunakan bahan kimia, yang secara otomatis
biota tanah akan mati dan punah.
Dengan meningkatnya faktor produksi pada tanah maka akan menunjang
tingkat produktifitas pada komoditas Padi, sehingga produksi padi saat
panen akan meningkat. Dengan berjalannya waktu pada perubahan sistem
modern menjadi organik, produksi akan semakin meningkat karena ditunjang
semakin produktifitasnya lahan dan biota tanah yang pasti dimanfaatkan
oleh tanaman.
- FAKTOR PRODUKSI TENAGA KERJA
. Untuk tenaga kerja, fakta yang terjadi di lapangan, pertanian
organik menggunakan tenaga kerja lebih intensif dibanding pertanian
konvensional terutama pada masa peralihan. Hal ini dikarenakan
pengoptimalan penggunaan bahan-bahan alami di sekitar yang dikelola
berdasarkan interaksi biologi dan ekologi, dimana prosesnya dilakukan
sendiri dalam komunitas pertanian tersebut. Artinya bahan baku untuk
asupan pertanian diperoleh dalam komunitas dengan cara membeli atau
barter antar anggota komunitas. Ini dapat menekan biaya produksi yang
dikeluarkan, tetapi memerlukan tenaga kerja yang intensif. Kalaupun
biaya dikeluarkan untuk memperoleh asupan-asupan pertanian dan
menggunakan tenaga kerja setempat, perputaran uang hanya terjadi pada
komunitas tersebut dan secara tidak langsung menguatkan tatanan ekonomi
dan sosial masyarakat komunitas.
Biaya tenaga kerja dapat dikurangi, dengan menerapkan metode
pencegahan dalam budidayanya. Seperti metode tumpang sari dan rotasi
tanaman dapat membantu dalam pengendalian hama dan penyakit tanaman.
Pengurangan pengolahan tanah dengan menggunakan penggunaan jerami dari
hasil panen, pemberian manur untuk menumbuhkan dan memperkaya kandungan
materi organik tanah. Dengan memelihara alam, akhirnya alamlah yang akan
memelihara budidaya kita dan memelihara kita.
- FAKTOR PRODUKSI MODAL
Rukmana (1997), mengemukakan bahwa benih yang bermutu tinggi yang
berasal dari varietas unggul merupakan salah satu faktor penentu untuk
memperoleh kepastian hasil usahatani padi organik. Berbagai benih
varietas unggul padi dapat dengan mudah diperoleh ditoko-toko sarana
produksi pertanian. Benih padi tersebut sudah dikemas dalam kantong
plastik dan berlabel sertifikat sehingga petani tinggal menggunakannya.
Namun kadang benih padi diproduksi sendiri oleh petani. Biji padi yang
akan dijadikan benih diproses melalui tahap-tahap pengeringan,
pemipilan, pengeringan ulang dan pengemasan sesuai dengan kaidah tata
laksana pembenihan. Syarat benih jagung yang baik adalah: 1) daya tumbuh
minimum 80%. 2) tidak keropos dan berlubang. 3) bebas dari hama dan
penyakit 4) murni atau bebas dari campuran varietas lain. 5) berwarna
seragam sesuai dengan warna asli suatu varietas. 6) ukuran biji seragam
(Rukmana, 1997).
Menurut Marsono dan Sigit (2005), Pupuk sangat bermanfaat dalam
menyediakan unsur hara yang kurang atau bahkan tidak tersedia ditanah
untuk mendukung pertumbuhan tanaman. Manfaat utama dari pupuk yang
berkaitan dengan sifat fisika tanah yaitu memperbaiki struktur tanah
dari padat menjadi gembur. Pemberian pupuk organik, terutama dapat
memperbaiki struktur tanah dengan menyediakan ruang pada tanah untuk
udara dan air. Selain menyediakan unsur hara, pemupukan juga membantu
mencegah kehilangan unsur hara yang cepat hilang seperti N, P, K yang
mudah hilang oleh penguapan. Manfaat lain dari pupuk yaitu memperbaiki
kemasaman tanah. Tanah yang masam dapat ditingkatkan pHnya menjadi pH
optimum dengan pemberian kapur dan pupuk organik.
Modal tetap atau
fixed costs (yang tidak secara langsung
bergantung pada ukuran produksi) merupakan biaya yang dikeluarkan untuk
membeli atau menyewa tanah, bangunan atau mesin-mesin atau bisa juga
biaya yang disediakan untuk menggaji pekerja-pekerja tetap. Upah bagi
buruh tani (termasuk bila menggunakan tenaga kerja keluarga) yang
bekerja untuk pekerjaan-pekerjaan khusus (misalnya pada waktu panen)
tergantung pada ukuran produksi. Ini disebut sebagai modal tidak tetap (
variable costs),
termasuk biaya yang dikeluarkan untuk membeli asupan (misalnya benih,
manur, pestisida). Sebuah lahan bisa dikatakan layak secara ekonomi jika
hasil yang didapat melampaui total modal tidak tetap dan penurunan
nilai modal tetap. Hasil utamanya berupa uang yang diterima dari
penjualan produk yang dihasilkan. Untuk memperhitungkan keuntungan lahan
keluarga dan kegiatan-kegiatan lahan, penghematan pengeluaran untuk
makan dan pendapatan yang diperoleh dari luar lahan (misalnya sebagai
buruh upahan atau dari kegiatan usaha yang lain) harus turut
diperhitungkan.
- FAKTOR PRODUKSI MANAJEMEN
Penambahan input produksi padi akan memberikan tambahan output
usahatani padi. Akan tetapi penambahan input tersebut tidak selamanya
memberikan tambahan produk. Ada saat dimana penambahan input produksi
padi akan menurunkan produksi padi yang dihasilkan. Untuk itu alokasi
sumberdaya yang tepat sangat penting dalam mencapai keberhasilan
usahatani padi organik.
Cara lain untuk mengurangi biaya produksi dengan menerapkan metode
tumpang sari/rotasi tanaman sehingga dapat memelihara keragaman species
yang dapat mengendalikan organisme pengganggu tanaman (OPT), menggunakan
agen hayati lokal untuk membuat pestisida botani sendiri, memproduksi
benih dan semaian sendiri, memelihara ternak (untuk mendapatkan manur,
susu, telur, daging, dll), membuat pakan ternak di kebun sendiri, saling
pinjam-meminjam peralatan dan mesin-mesin dengan tetangga sesama petani
dan membeli peralatan yang dibuat secara lokal daripada membeli yang
impor, menggunakan bahan-bahan konstruksi yang tersedia di daerah
setempat (misalnya bengkel kompos, kandang ternak, alat-alat dll),
bergabung dengan petani lain membentuk usaha simpan pinjam agar
terhindar dari jeratan tengkulak .
2. Pengaruh Perubahan Iklim Terhadap Produksi Tanaman.
Iklim dan cuaca merupakan faktor penentu utama bagi pertumbuhan dan
produktifitas tanaman pangan. Sistem produksi pertanian dunia saat ini
mendasarkan pada kebutuhan akan tanaman setahun, kecuali beberapa
tanaman seperti pisang, kelapa, buah-buahan, anggur, kacang-kacangan,
beberapa sayuran seperti asparagus, rhubarb, dan lain-lain.
Tanaman-tanaman tersebut dikembangbiakan dalam kondisi pertanaman
tertentu.
Produktifitas pertanian berubah-ubah secara nyata dari tahun ke
tahun. Perubahan drastis cuaca, lebih berpengaruh terhadap pertanian
dibanding perubahan rata-rata. Tanaman dan ternak sangat peka terhadap
perubahan cuaca yang sifatnya sementara dan drastis. Perbedaan cuaca
antar tahun lebih berpengaruh dibanding dengan perubahan iklim yang
diproyeksikan. Dan tak terdapat bukti bahwa perubahan iklim akan
mempengaruhi perubahan cuaca tahunan.
Petani selalu berhadapan dengan perubahan iklim. Besaran perbedaan
antar tahun telah melampaui prakiraan perubahan iklim. Fluktuasi iklim
tahunan, dalam beberapa urutan besaran lebih tinggi dibanding dengan
besar prediksi perubahan pelan-pelan iklim yang diajukan para ahli
ekologi. Hal ini digambarkan pada Musim panas daerah pertanian Jagung
Amerika serikat, antara tahun 1988 (kering dan panas) dan 1992 (basah
dan dingin). Suhu selama Juli dan Agustus berbeda 80F dalam dua tahun
dibeberapa negara bagian. Hal paling kritis yang belum diketahui adalah
pola frekuensi kemarau. Kemarau terjadi dibeberapa tempat didunia setiap
tahun. Kemarau tahunan juga lumrah terjadi di area pertanian India,
China, Rusia dan beberapa negara Afrika.
Pertumbuhan dan Produkstifitas Tanaman: Kemampuan Adaptasi terhadap Suberdaya Iklim di Bumi
Banyak tanaman pangan mampu beradaptasi terhadap perubahan iklim. Di
bumi padi, ubikayu, ubijalar dan jagung dapat tumbuh dimana saja
kelembaban dan suhu sesuai. Jagung mampu tumbuh di areal yang beraneka
ragam kelembaban, suhu, dan ketinggian dibumi ini. Areal produksinya di
USA telah meluas ke utara sampai 800 km selam lima puluh tahun ini.
Kedelai dan Kacang tanah dapat tumbuh di daerah tropik sampai lintang
450 LU dan 400 LS. Gandum musim dingin yang lebih produktif dari gandum
musim semi areal tanamnya telah meluas keutara sejauh 360 km. Ditambah
dengan kemampuan rekayasa genetik yang kita miliki perluasan areal tanam
akan semakin mungkin dan cepat terealisasi.
Diperkirakan penggandaan kadar CO2 akan meningkatkan produktivitas
tanaman di Amerika Utara, hal serupa juga terjadi di Sovyet, Eropa dan
propinsi bagian utara China. Tanaman hortikultura dapat berkembang
bebearapa musim diseluruh negara bagian USA. Tanaman seperti Tebu dan
Kapas semakin meluas areal tanamnya dengan dimanfaatkannya mulsa dan
pelindung plastik. Pemanasan global akan lebih menguntungkan dibanding
dengan kembalinya era es sebagaimana diprediksi beberapa dekade yang
lalu. Terlebih dimana produksi tanaman pangan terpusat di Lintang 300 LU
sampai 500 LS.
Prakiraan Regional: Pola Iklim dan Respons Tanaman
Sejak 1850, kadar CO2 dalam atmosfir telah meningkat sebesar 25 %
akibat pembakaran bahan bakar fosil dan penggundulan hutan tak ada yang
menentangnya. Kadar gas rumah kaca selain CO2 juga telah meningkat
melebih prosentase CO2 dan dengan efek pemanas yang setara CO2. Namun
terdapat kontrovesi mengenai kapan pemanasan global pertama kali muncul,
juga terdapat kontroversi mengenai besaran perubahan suhu yang terjadi,
jika terjadi pada masa yang akan datang. Perkiraan yang ada berkisar
antara minus 1,50C sampai 60C. Prakiraan iklim dan cuaca regional dengan
sebaran variabel seperti awan, kelembaban, dan angin lebih tidak pasti
lagi.
Efek langsung dari meningkatnya CO2, berdampak positif terhadap
tumbuhan, sebagaimana dibahas diatas, namun bila terjadi kekeringan
sebagaimana ramalan hasil permodelan iklim yang sekarang, hasil
pertanian tak dapat dipastikan. Namun secara garis besar dampak yang
terjadi masih dapat kita kendalikan. Tindakan dari petani, ilmuwan dan
kebijkan pemerintah lebih diperlukan dibandingkan dengan perubahan pola
hidup kita.
Prakiraan pengaruh CO2 terhadap iklim menimbulkan banyak spekulasi,
dan beberapa riset telah dimulai untuk meneliti dampaknya terhadap
hubungan hama dan tanaman dan strategi perlindungan tanaman. Gulma,
Serangga, nematoda dan wabah berdampak sangat merugikan bagi pertanian.
Perubahan Iklim yang mungkin akan berdampak pada hubungan tumbuhan –
hasil panen – hama, dan ekosistem lain. Peningkatan kandungan
karbohidrat dan akumulasi nitrogen akan berpengaruh terhadap pola makan
serangga, ini telah ditunjukan dalam beberapa eksperimen. Pengendalian
hama memasuki era baru, dengan pengintegrasian penanganan hama.
Beberapa penemuan terakhir mulai memperjelas pengaruh iklim terhadap
produksi pertanian. Pada pertemuan The Intergovernmental Panel on
Climate Change (IPCC) dilaporkan berbagai model simulasi untuk menduga
pengaruh perubahan iklim terhadap produksi tanaman. Pengaruh pada
produksi pertanian dapat disebabkan paling tidak oleh pengaruhnya
terhadap produktivitas tanaman, pengaruh terhadap organisme pengganggu
tanaman, dan kondisi tanah.
Berdasarkan tipe fotosintesis, tumbuhan dibagi ke dalam tiga kelompok
besar, yaitu C3, C4, dan CAM (crassulacean acid metabolism). Tumbuhan
C4 dan CAM lebih adaptif di daerah panas dan kering dibandingkan dengan
tumbuhan C3. Namun tanaman C3 lebih adaptif pada kondisi kandungan CO2
atmosfer tinggi.
Sebagian besar tanaman pertanian, seperti padi, gandum, kentang,
kedelai, kacang-kacangan, dan kapas merupakan tanaman dari kelompok C3.
Tanaman pangan yang tumbuh di daerah tropis, terutama gandum, akan
mengalami penurunan hasil yang nyata dengan adanya kenaikan sedikit suhu
karena saat ini gandum dibudidayakan pada kondisi suhu toleransi
maksimum. Negara berkembang akan berada pada posisi sulit untuk
mempertahankan kecukupan pangan.
Perubahan iklim akan memacu berbagai pengaruh yang berbeda terhadap
jenis hama dan penyakit. Perubahan iklim akan mempengaruhi kecepatan
perkembangan individu hama dan penyakit, jumlah generasi hama, dan
tingkat inokulum patogen, atau kepekaan tanaman inang. Menurut Wiyono3
pengaruh iklim terhadap perkembangan hama dan penyakit tanaman dapat
dikategorikan ke dalam tiga bentuk, yaitu (1) eskalasi, di mana
hama-penyakit yang dulunya penting menjadi makin merusak, atau tingkat
kerusakannya menjadi lebih besar; (2) perubahan status; dan (3)
degradasi. Patogen yang ditularkan melalui vektor perlu mendapat
perhatian penting, kerusakan tanaman akan menjadi berlipat ganda akibat
patogen dan serangga vektornya (Ghini 2005, Garrett et al. 2006).
Peningkatan suhu udara merangsang terjadinya ledakan serangga vektor.
Oleh karenanya penyebaran dan intensitas penyakit diduga akan meledak.
Indonesia memiliki beberapa penyakit penting yang ditularkan oleh vektor
seperti virus kerdil pada padi, CVPD pada jeruk, dan yang lainnya.
Selain mempengaruhi pertumbuhan dan aktivitas vektor, peningkatan suhu
juga mendorong aktivitas patogen tertentu. Patogen yang memiliki
adaptabilitas pada suhu yang cukup luas akan mudah beradaptasi dengan
peningkatan suhu udara.
Menyimak kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi di atas, wajar
apabila orang yang tinggal di sekitar daerah tropis merasa khawatir atas
terjadinya perubahan iklim. Namun, apakah mungkin perubahan iklim ini
dapat diatasi hanya dengan perbaikan lingkungan di daerah tropis?
Padahal penyumbang masalah terjadinya perubahan iklim bukan hanya akibat
konversi hutan atau lahan budi daya pertanian.
DAFTAR PUSTAKA
Annonymous. 2010.
Definisi dan Usaha Pertanian. http://pustaka.ut.ac.id. Diakses pada 24 Februari 2010.
Annonymous. 2010.
Padi SRI Organik. http:// balitbangtan.go.id . Diakses pada 24 Februari 2010..
Annonymous. 2010.
Pengaruh Perubahan Iklim Terhadap Produksi Tanaman. http://hirupbagja.blogspot.com/2009/10/pengaruh-perubahan-iklim-terhadap.html
Diakses pada 24 Februari 2010..
Annonymous. 2010.
Efek Rumah Kaca. http://munawar.8m.net/rmh_kaca.htm
. Diakses pada 24 Februari 2010..
Soekartawi, et al. 1984.
Ilmu Usahatani dan Penelitian untuk Pengembangan Petani Kecil. Jakarta : UI Press.
Tohir, Kaslan A. 1982.
Seuntai Pengetahuan Tentang Usahatani di Indonesia. Jakarta : Penebar Swadana.
Hidayati, Rini., Masalah Perubahan Iklim di Indonesia Beberapa Contoh
Kasus, Program Pasca Sarjana / S-3, Institut Pertanian Bogor, November
2001.
Winarso, P Agus., Peluang Munculnya Cuaca Ekstrem Akhir 2002 dan Awal 2003, Badan Meteorologi dan Geofisika, Jakarta, 2002