Kamis, 26 September 2013

Pertanian Organik di Jepang

Pertanian Organik di Jepang

Jepang dikenal sebagai negara paling maju di Asia. Namun tahukah anda, bahwa pertanian disana ternyata masih kuat nuansa ‘tradisional’nya?  Bagaimana itu? Mari kita simak selengkapnya!
Begitu kita berada di luar Tokyo, terjadilah anomali. Ini terjadi karena ternyata Negeri matahari terbit ini juga merupakan negeri para petani lokal/kecil. Di Fukuoka, kota terbesar nomor tujuh di Jepang, ladang padi yang damai terselip diantara rumah dan candi, dalam bayang-bayang pencakar langit yang hanya berjarak 10 mil.
Di iklim yang sangat kondusif ini, pertanian keluarga menanam buat dan sayuran dalam siklus tahunan, untuk memproduksi bahan pangan bagi kota berpenduduk 1,3 juta ini. Di daerah suburban, dimana pertanian lokal jauh lebih banyak, konsumen sering mendapatkan sayuran yang baru dipetik tadi pagi untuk makan malam. Di supermarket pada jantung kota Fukuoka, adalah umum untuk mendapatkan sayuran yang dipanen sehari sebelumnya.

Hasil pertanian segar
Jika anda menggigit tomat atau stroberi disini, maka efek dari kesegarannya akan segera terasa. Mereka sangat penuh cita rasa, sehingga tidak perlu dipersiapkan lebih lanjut lagi. Bahkan anak-anak menyukai sayuran, termasuk juga yang dianggap tidak enak seperti bayam atau kacang-kacangan.
Jepang memiliki istilah untuk hasrat terhadap makanan lokal dan segar: chisan, chishou, yang berarti, ‘produksi lokal, dan konsumsi lokal’.
Preservasi chisan-chisou pada salah satu negara yang paling terurbanisasi di dunia merupakan teladan yang baik, bahwa di negara lain yang terurbanisasi hal ini juga dapat diterapkan.
Dengan perkecualian Hokkaido, pulau Jepang yang paling utara dan paling rural, sebagian besar pertanian di Jepang adalah operasi skala kecil yang dijalankan oleh beberapa anggota keluarga. Hasilnya tidak hanya pada kesegaran makanan lokal, namun juga dedikasi untuk terhadap produk. Anggur dan peach, diantara buah lain, mereka lindungi dengan pelindung, sewaktu masih tumbuh, untuk melindungi mereka dari serangga dan gangguan lain. Tanah pun dipetakkan dengan baik, sehingga sayuran akan tumbuh dari dalam beberapa kaki. Dengan bantuan dari rumah kaca, hal ini membantu pasokan tanaman dari musim semi, panas, gugur, dan dingin. Sebagian besar pekerjaan dilakukan oleh tangan. Petani Jepang memproduksi semangka kotak, dari trik bonsai dengan membentuk semangka menjadi kubus sewaktu ia tumbuh, sehingga ia dapat dimasukkan kedalam kulkas. Ini menunjukkan dedikasi mereka terhadap pertanian.
Bantuan Pemerintah
Dalam era modern ini, generasi muda sudah mulai tidak tertarik atau mengapresiasi pertanian chisan chishou. Namun, pemerintah Jepang tidak tinggal diam. Mereka memberikan insentif-insentif, untuk mengakselerasi pertanian lokal. Di 20 tahun terakhir ini, pemerintah telah memfasilitasi pertanian lokal untuk memasuki pasar. Menjual tanah pertanian kepada kepentingan komersial, akan dipajaki sangat tinggi oleh pemerintah, sementara memberikan tanah tersebut ke anak untuk pertanian hanya dipajaki sangat minim. Pusat pertanian juga mengundang anak-anak sekolah untuk menanam dan memanen, untuk meningkatkan minat mereka. Pertanian kadang menjadi bagian dari kurikulum sekolah.
Minoru Yoshino dari Pusat Penelitian Pertanian Fukuoka menjabarkan peran pemerintah pada chisan-chishou dalam tiga hal. Makanan lokal yang segar adalah lebih sehat, dan rasa yang nikmat akan meningkatkan konsumsi sayuran. Sementara, pertanian lokal adalah lebih baik bagi kelestarian lingkungan, karena hanya memerlukan air dan pestisida lebih sedikit.

"EVALUASI PROYEK, PENGERTIAN DAN CARA MENGANALISIS"
Oleh : Harris Arifin (Pemeriksa Wilayah IV)


PENGANTAR
Mulai tahun anggaran 2000, Inspektorat Jenderal Dep. Kimbangwil akan melaksanakan secara konsisten, Pemeriksaan Kinerja (Performance Audit) dan Pemeriksaan Program (Program Audit), sesuai Kep. Men PU No. 90/KPTS/1993, tanggal 27 Pebruari 1993 tentang Pedoman Pengendalian Pekerjaan Konstruksi, di Lingkungan Dep. PU (saat ini sedang dalam perbaikan dan akan menajdi Kep. Men. Kimbangwil).
Untuk itu guna membantu para Auditor untuk menelaah issue Perencanaan khususnya sub issue Perencanaan Pendahuluan, dianggap perlu adanya penyegaran dibidang Evaluasi Proyek.
"Evaluasi proyek, Pengertian dan Cara Menganalisis" sebagian besar bersumber dari buku "Pengantar Evaluasi Proyek" Lembaga Penerbit FEUI 1978, merupakan bahan bacaan utama pada kursus Analisis Proyek Pertanian dan Industri Pertanian (Agriculture and Agro Industry Project Course), Program Perencanaan Nasional – Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia bekerjasama dengan Economic Development Institute of the World Bank tahun 1981, dimana penulis termasuk salah satu peserta.
Semoga apa yang disajikan ini masih relevan dan dapat bermanfaat.
PENGERTIAN PROYEK
Suatu aktivitas dimana dikeluarkan uang dengan harapan untuk mendapatkan hasil (returns) diwaktu yang akan datang, yang direncanakan, dibiayai dan dilaksanakan sebagai salah satu unit dimana biaya maupun hasilnya dapat diukur.
Proyek atau kegiatan proyek dapat dibagi atas 2 (dua) tujuan yaitu :
  1. Komersil
  2. Bertujuan komersil (mendapat untung) langsung dalam bentuk uang, ialah kegiatan dibidang produksi misalnya pertanian, perkebunan, industri dan sebagainya.
  3. Tidak Komersil
Tidak komersil ialah kegiatan dibidang kepentingan umum seperti pengadaan prasarana fisik seperti Waduk, Jalan, dan sebagainya.
EVALUASI PROYEK
Bertujuan untuk memperbaiki pemilihan investasi. Karena sumber-sumber yang tersedia bagi pembangunan adalah terbatas, sehingga diperlukan sekali adanya pemilihan antara berbagai macam proyek.
Evaluasi proyek menekankan pada 2 (dua) macam analisis yaitu :
  1. Analisis Finansil
  2. Apabila proyek dilihat dari sudut badan atau orang yang menanam modalnya didalam proyek atau yang berkepentingan langsung dalam proyek.
    Dalam analisis ini sangat diperhatikan hasil untuk modal saham (Equity Capital) yang ditanam dalam proyek yaitu hasil yang harus diterima oleh para petani, pengusaha swasta, badan usaha pemerintah atau siapa saja yang berkepentingan dalam pembangunan proyek. Hasil finansil ini sering disebut "PRIVATE RETURNS"
  3. Analisis Ekonomis
Dimana proyek dilihat dari segi perekonomian secara keseluruhan. Dalam analisa ekonomi yang diperhatikan ialah hasil keseluruhan berupa produktivitas atau keuntungan yang diperoleh dari semua sumber yang dipakai dalam proyek untuk masyarakat, atau perekonomian secara menyeluruh tanpa melihat siapa yang menyediakan sumber-sumber tersebut dan siapa dalam masyarakat yang menerima hasil dari proyek tersebut. Hasil ekonomi ini disebut "The Social Returns" atau "The Economic Returns".
Beberapa unsur yang berlainan penilaiannya dalam kedua macam analisis tersebut ialah :
  1. Harga
  2. Dalam analisa finansil selalu dipakai harga pasar (market price), sedangkan dalam analisis ekonomis digunakan harga bayangan (shadow price) atau disebut juga "accounting prices" yang menggambarkan nilai sosial atau nilai ekonomis yang sesungguhnya (the true social of economic value) daripada unsur-unsur biaya maupun hasil/manfaat
  3. Pembayaran Transfer
  1. Pajak
  2. Dalam analisa ekonomis, pajak tidak dikurangi dalam perhitungan benefit daripada proyek. Pajak adalah bagian daripada hasil bersih proyek yang diserahkan kepada pemerintah untuk digunakan bagi masyarakat sebagai keseluruhan, karenanya tidak dianggap biaya.
  3. Subsidi
  4. Subsidi sesungguhnya adalah suatu transfer payment dari masyarakat kepada proyek sehingga dalam analisa :
    - Finansil : mengurangi biaya proyek, jadi menambah benefit.
    - Ekonomis : harga pasar harus disesuaikan untuk menghilangkan efek dari subsidi. Jika subsidi menurunkan harga barang input, maka besarnya subsidi harus ditambahkan pada harga barang input tersebut.
  5. Bunga
Analisis Ekonomi
Bunga modal tidak dipisahkan/dikurangi dari hasil bruto. Kecuali Social opportunity Cost of Capital (OCC) dari investasi tersebut dianggap terdiri dari arus pelunasan hutang + bunganya maka diperhitungkan sebagai biaya (dikurangkan dari hasil bruto)
Analisis Finansil
    • Bunga yang dibayarkan kepada orang-orang luar yang meminjamkan kepada proyek dan dianggap cost sehingga dikurangkan dari hasil bruto sebelum diperoleh arus benefit.
    • Bunga tidak dianggap sebagai biaya, karena bunga merupakan bagian dari financial returns yang diterima modal proyek.
Pengaruh Inflasi terhadap Benefit dan Biaya
Laju inflasi akan menyebabkan semakin besarnya ukuran benefits yang dinyatakan dalam uang atas harga dasar yang berlaku, dipihak lain terjadi pula dalam biaya. Pada hal tujuan dasar dari evaluasi proyek ialah menentukan bagaimana cara menggunakan sumber-sumber yang ada demi memaksimumkan kenikmatan masyarakat terhadap barang dan jasa yang riil dalam waktu mendatang. Jadi baik arus benefit maupun biaya hendaknya diukur atas dasar tingkat harga umum yang berlaku tetap pada waktu diambil keputusan tentang dilaksanakannya proyek. Cuma seberapa jauh diduga bahwa perkembangan harga pada unsur benefit atau biaya tertentu akan menyimpang dari laju kenaikan harga umum, sehingga pengukuran terhadap unsur-unsur tersebut hendaknya memperhitungkan penyimpangan tersebut.
Kriteria Investasi
Untuk mendapatkan gambaran-gambaran yang rasional dari sesuatu proyek untuk diputuskan dapat atau tidaknya dibiayai dalam program, telah dikembangkan berbagai macam indeks. Indeks-indeks tersebut disebut Kriteria Investasi.
Jenis kriteria investasi tersebut adalah :
  1. Net Present Value (NPV)
  2. Internal Rate of Return (IRR)
  3. Net Benefit Cost Ratio (Net B/C)
  4. Gross Benefit Cost Ratio (Gross B/C)
  5. Profitability Ratio (PR = PV’/K)
Namun yang akan penulis kemukakan disini terbatas hanya cara menghitung Internal Rate of Return (IRR)
Internal Rate of Return (IRR)
IRR dapat dianggap tingkat keuntungan (Pengembalian hasil investasi)1) bersih dari se-suatu proyek asalkan setiap benefit bersih dari sesuatu proyek asalkan setiap benefit bersih (Bt-Ct) yang positif secara otomatis ditanam kembali dalam tahun berikutnya. IRR adalah nilai discount rate i yang membuat NPV daripada proyek sama dengan 0 (Nol)
Formula matematisnya :
n Bt - Ct

NPV = å = 0
t=1 t
(1+IRR)


1) Little and Mirrless dalam bukunya "Project Appraisal and Planning for Developing Countries" hal. 13, mengartikan Internal Rate of Return sebagai Yield (produktivitas) daripada proyek.
Adalah sangat kebetulan apabila kita mendapatkan angka IRR dengan mendiscount arus Benefit dan arus Cost2) langsung memberikan hasil pengurangan = 0
Karena itu ditempuh cara coba-coba dengan mengadakan perhitungan 2 (dua) kali dimana hasil NPV percobaan pertama adalah (+) dan percobaan kedua adalah (-) atau sebaliknya. Dengan formula matematis berikut ini kita peroleh angka IRR nya.
NPV’

IRR = i’ + ( i" – i’ )
(NPV’-NPV")
dimana i’ = Discount rate yang digunakan pada percobaan pertama
i" = Discount rate yang digunakan pada percobaan kedua
NPV’ = NPV pada percobaan pertama
NPV" = NPV pada percobaan kedua
Jika ternyata IRR dari sesuatu proyek sama dengan nilai i yang berlaku sebagai Social Discount Rate, maka NPV daripada proyek itu adalah sebesar 0. Jika IRR < Social Discount Rate, berarti NPV < 0. Oleh karena itu maka nilai IRR yang lebih besar dari/sama (³ ) dengan Social Discount Rate, menyatakan tanda Go untuk proyek, sedangkan IRR kurang dari Social Discount Discount Ratenya memberikan tanda No Go.
Penetapan Discount Rate untuk Present Value
Disebabkan antara lain penggunaan modal yang belum berdaya guna (efisien), sedangkan di masyarakat berlaku tingkat bunga yang berbeda-beda dipasaran modal bebas.
Dalam memilih tingkat discount rate ialah, berapakah tingkat keuntungan yang diharapkan andaikata sumber-sumber yang diperlukan untuk sedang dinilai tidak jadi dipakai, melainkan dipakai pada kesempatan investasi yang lain. Hal ini menyebabkan tingkat opportunity cost of capital yang berlaku untuk masing-masing penanam modal/proyek tidak seragam. Social Opportunity cost of capital biasanya dianggap sama dengan tingkat keuntungan social yang dihasilkan proyek yang terdapat pada batas (margin) dalam rangka penentuan susunan anggaran pembangunan negara.
Tidak seragamnya social opportunity cost of capital yang disebabkan juga antara lain perkembangan ekonomi daerah yang berbeda, oleh karena itu Enex Consortium 346 yang menjadi konsultan Ditjen Bina Marga (cq Bagpro Studi Kelayakan Jalan dan Jembatan, Dit Bipran) dalam mengevaluasi kelayakan usulan peningkatan jalan seluruh Indnesia pada tahun 1976-1979 menggunakan Tentative Incremental IRR Threshold per Propinsi3) yang besarnya antara 15,0% - 25,0% sebagai berikut :

2) Dalam evaluasi proyek dibidang industri, dikenal istilah K = Kapital (Modal/investasi awal) proyek dan C = Cost yang merupakan biaya Operasi. Sedangkan dalam proyek Jalan, dikenal istilah C = Construction Cost dan C’ (RMC) = Road Maintenance Cost.
3) Economic and social Analysis "methodology Statement" halaman 1/10, Enex Consortium 346, 1977.
  • 15,0% (DI Aceh, Sumatera Barat, Riau, Jambi, Bengkulu, seluruh Kalimantan, seluruh Sulawesi dan seluruh Nusa Tenggara)
  • 20,0% (Sumatera Selatan, Lampung, Jawa Timur dan Bali)
  • 25,0% (Jawa Barat, Jawa Tengah dan DI Yogyakarta)
Misalnya hasil perhitungan IRR di Jawa Barat sebesar 20,0% maka usulan tersebut dinilai tidak layak, karena IRR threshold Jawa Barat sebesar 25,0%. Hasil perhitungan Computer menggunakan Genmerri4) pada tahun 1978 menunjukkan IRR = 150,10% (Cileunji-Sumedang/2202001) IRR = 126,63% (Sumedang-Cijelag/2202101) dan IRR = 52,83% (Cijelag-Kadipaten/2202201), jadi sangat layak pada Improvement Option berupa pelebaran bahu jalan
Shadow Price (Harga Bayangan)
Shadow prices atau accounting prices dapat dikatakan sebagai semacam penyesuaian yang dibuat oleh penilai proyek terhadap harga pasar daripada beberapa faktor produksi, karena harga pasar produksi tersebut tidak mencerminkan nilai sosial yang sebenarnya (Social opportunity cost) dari unsur produksi tersebut. Tiga komponen analisa yang sering dipakai dalam evaluasi proyek yang dicari/ditentukan harga banyangan-nya :
  1. Modal
Pemerintah seringkali beranggapan bahwa salah satu hambatan utama suatu pertumbuhan ekonomi yang lebih cepat adalah kekurangan dana investasi yang diakibatkan oleh biaya modal (cost of capital), yaitu tingkat bunga yang terlalu tinggi. Hal yang sering dilupakan ialah bahwa usaha menggairahkan masyarakat untuk suka menabung perlu disertai rangsangan kepada sipenabung untuk memperoleh sejumlah keuntungan riil atas dananya yaitu suku bunga yang dapat :
  1. menutupi kemerosotan nilai-nilai yang disebabkan oleh inflasi
  2. mengimbangi tingkat "time preference" yaitu keadaan dimana orang lebih senang menikmati pendapatannya sekarang daripada menangguhkannya.
Karena itu pemerintah seringkali mengatur tingkat bunga resmi (terutama perbankan) atas deposito para nasabahnya pada suatu tingkat tertentu.
  1. Tenaga Kerja Tak Terdidik
  2. Sama dengan modal, ketentuan umum tentang penerapan gagasan upah bayangan (shadow wages) di Indonesia belum dikeluarkan oleh Pemerintah. Secara insidentil pernah diadakan pada evaluasi proyek irigasi Pemali-Comal (Studi Case No. 4 Mears-Djarot PPN - UI 1974), dimana upah buruh yang berasal dari buruh panen upahan dinilai = 0 (nol)
    Begitu pula dalam evaluasi proyek pengembangan pabrik gula Jati Tujuh Jatibarang, upah buruh penebang tebu yang berasal dari sekitar proyek yang tadinya penganggur/setengah penganggur dinilai = 0 (nol). Proyek Pengembangan pabrik gula Jati Tujuh merupakan salah satu tempat praktek kerja lapangan peserta kursus tahun 1981.


    4) Genmerri (Generalized Model for the Evaluation of Reval Road Improvement), WD. Scott & Co Pty Ltd, 1976.
    Dasar pemikirannya ialah bahwa seberapa jauh pemindahan tenaga kerja baru, mengurangi produksi dalam kegiatan terdahulu (jadi buruh yang dialihkan itu tidak sepenuhnya diganti dengan tenaga yang dipakai sebagai ukuran tentang besarnya upah buruh tersebut).
    Prof. Arnold C Harberger seorang ekonom ahli evaluasi proyek, menganggap bahwa social opportunity cost daripada upah terendah dari buruh adalah upah terendah yang memberikan imbalan yang cukup sehingga buruh tersebut bersedia mengorbankan waktu senggangnya dengan bekerja.
  3. Devisa
Social opportunity cost daripada devisa yang dikeluarkan dalam rangka melaksanakan suatu proyek dianggap sebagai nilai sumber dalam negeri (Domestic Resources Cost) yang harus diolah demi membeli atau langsung menyediakan suatu sarana yang bersifat tradeable (dapat diperdagangkan), untuk dipergunakan diproyek tersebut. Penggunaan sumber-sumber tersebut dapat berupa :
  1. Produksi untuk menunjang export yang pendapatan devisanya untuk pembeli sarana import.
  2. Produksi pengganti import (import substitution) yang menghasilkan sarana tersebut secara langsung, atau melalui penghematan devisa yang digunakan untuk membeli sarana import.
Berdasarkan metode social opportunity cost, ukuran diatas biasanya kurang dari tingkat batas guna (marginal utility) sebab batas guna dari konsumsi barang yang dapat diperdagangkan sama dengan batas sumber-sumber dalam negeri untuk menghasilkan barang pengganti import. Hal ini disebabkan karena kedua-duanya ditentukan oleh nilai tukar resmi (official rate) + nilai proteksi seperti : bea masuk, pembatasan kuota import dan sebagainya. Padahal biaya marginal untuk memperoleh maupun menghemat devisa merupakan nilai-nilai rata-rata tertimbang sumber-sumber dalam negeri marginal untuk menghasilkan kedua golongan barang tadi (barang export maupun barang pengganti import).
Kenyataannya bahwa (bahan tulisan ini diterbitkan tahun 1978) dalam rangka evaluasi proyek oleh instansi pemerintah maupun oleh konsultan swasta, tidak menggunakan Nilai Tukar Bayangan (Shadow exchange rate). Dengan kata lain Nilai Tukar Resmi yang berlaku dianggap mengukur social opportunity cost barang dan jasa yang bersifat dapat diperdagangkan berdasarkan harga perbatasan (border prices) nya.
Negara yang paling memerlukan Nilai Tukar bayangan yang lebih tinggi dari nilai tukar resmi adalah negara yang neraca pembayarannya mengalami tekanan berat5) , karena nilai tukar resmi terlampau rendah untuk menyeimbangkan penawaran dan permintaan dalam pasar devisa. Selain itu diasumsikan bahwa terdapat hambatan kelembagaan yang menghindari penentuan suatu nilai tukar yang mampu menertibkan pasarnya.


5) Neraca pembayaran mengalami tekanan berat, apabila Neraca Pos-pos berjalan (Perdagangan, Jasa dan hasil Investasi/sumbangan) mengalami defisit sehingga perlu ditutup oleh Gerakan Modal dan Gerakan Mas Moneter (Pinjaman jangka Pendek/Panjang dan Import Mas, artinya menambah Utang Luar Negeri).
Dengan menekan tindakan-tindakan pada usaha menanggulangi keadaan neraca pembayaran tersebut yaitu berupa investasi dalam kegiatan yang menunjang export maupun produksi pengganti import maka pemerintah secara bertahap mulai menerapkan suatu nilai tukar bayangan.
Selain daripada keadaan neraca yang demikian maka faktor inflasipun peranannya sangat besar dalam menentukan nilai tukar bayangan. Sebagai contoh dapat dikemukakan berikut ini. Umpamanya pada tahun 1980 nilai tukar x rupiah per dollar merupakan tingkat keseimbangan. Maka pada tahun 1983 dimana tingkat harga umumnya telah meningkat dengan y persen sedangkan lagi inflasi dipasar dunia (khususnya sehubungan dengan jenis barang dan jasa yang diperdagangkan di Indonesia) hanya sebesar Z persen (Z<Y), maka nilai tukar sebesar Y pada awal masa tersebut secara riil atas harga tetap (1980) telah menurun menjadi sebesar
100 + Z

x saja --
100 + Y
Tampaknya nilai Z dan Y untuk masa tiga tahun belakangan ini masing-masing sebesar 40% dan 120%. Jadi :
100 + Z 140


= = 0,65
100 + Y 220
Jadi nilai tukar yang secara nominal sebesar Rp. 630,- sekarang hanya bernilai Rp. 410,- atas dasar harga yang berlaku tahun 1980. Atau dilihat dari sudut besarnya nilai tukar nominal 1983 yang diperlukan untuk mempertahankan nilai tukar riil yang berlaku tahun 1980 dahulu maka nilai itu sama dengan hasil perkalian 0,65 tadi dengan Rp.630,- = 1/0,65 x 630 = Rp. 969,-
Penjelasan mengenai cara meng-shadow dapat dilihat pada Bagan Alir dihalaman akhir tulisan ini.
Economic Cost
Apa yang dikenal sebagai Economic cost, sebenarnya dalam pengertiannya Ilmu Evaluasi Proyek lebih dikenal dengan nama Harga bayangan (Shadow Prices), karena analisis proyek jalan merupakan analisis ekonomis.
Untuk mengetahui perbedaan dengan penggunaan istilah tersebut dalam Teori Ekonomi, baiklah pada kesempatan ini diketengahkan pengertian Economic Cost tersebut.
Campbell6) memberi definisi :
Economic costs have to do with missed opportunities or foregone alternative (Biaya Ekonomi, berhubungan dengan kesempatan-kesempatan atau alternatif yang hilang).

6) Campbell MC Donnel R., "Economic" Sixth edition, Principles, Problem and Policies. Mc Graw Hill Book Company 1975. Hal 497/498
Pengertian yang dikemukakan Campbell diatas tiada lain adalah alternative costs atau lazim disebut opportunity cost.
Ferguson7) memperkuat pengertian tersebut dengan definisi sebagai berikut :
Biaya alternatif atau opportunity cost untuk memproduksi satu unit barang x adalah jumlah barang Y yang harus dikorbankan, agar dengan demikian dapat dipergunakan sumber-sumber tersebut untuk memproduksi barang x. Hal tersebut merupakan biaya social memproduksi barang x
Suryatin dan kawan-kawan8), memberikan definisi :
Economic costs ialah jumlah biaya yang telah dikeluarkan total overheadnya yaitu antara lain overhead firm, pajak-pajak, keuntungan-keuntungan dan pengeluaran-pengeluarannya yang sejenis.
Residual Value (Nilai Sisa)
Residual (Salvage) Value adalah suatu nilai dari pada kekayaan proyek. Residual value dapat dihitung sebagai benefit dan ditambah pada benefit biasa diakhir tahun proyek, atau dapat dihitung sebagai penurunan biaya (biaya negatif) pada saat terakhir. Dalam buku Economic Analysis of Agriculture Projects begitu pula dalam Dasar-dasar Evaluasi Proyek9), Residual Value di-discount pada akhir tahun analisis.
Analisa Sensitivitas
Analisis sensitifitas bertujuan untuk melihat apa yang akan terjadi dengan hasil analisis proyek jika ada sesuatu kesalahan atau perubahan dalam dasar-dasar perhitungan biaya atau benefit.
Dalam analisis sensitivitas setiap kemungkinan itu harus dicoba yang berarti bahwa tiap kali harus diadakan analisa kembali. Ini perlu sekali, karena analisa proyek didasarkan pada proyeksi-proyeksi yang mengandung banyak ketidak pastian tentang apa-apa yang akan terjadi diwaktu yang akan datang.
Ada 3 (tiga) hal yang perlu diperhatikan ialah :
  1. Terdapat "Cost Overrun" misalnya kenaikan dalam biaya konstruksi.
  2. Perubahan dalam perbandingan harga terhadap tingkat harga umum, misalnya penurunan harga hasil produksi.
  3. Mundurnya waktu pelaksanaan (time overrun)
Untuk lebih jelasnya, cara perhitungan IRR tersebut diatas, dapat dilihat pada tabel I

7) Ferguson, C.E. "Micro Economic Theory" Disadur oleh Drs. E.C. Winardi. Penerbit Tarsito Bandung, 1975 hal. 90/91 (Buku ke 2)
8) Suryatin, Rachmadi, Soehartono dan Budihardjo "Analisa Cost Benefit", Dalam Hubungannya dengan Pembinaan Jalan Umum, Departemen Pekerjaan Umum dan Tenaga Listrik, Hal 14 (tanpa tahun penerbitan)
9) Drs. Soetrisno PH, dasar-dasar Evaluasi Proyek", Fakultas Ekonomi UGM, Yogyakarta 1981.
Menghitung manfaat (benefit) dan biaya (cost)
Benefit dari proyek-proyek fisik seperti pembangunan/peningkatan jalan, pembuatan waduk atau perluasan jaringan irigasi merupakan benefit yang dapat dihitung/dinilai dengan uang (Tangible benefit). Misalnya pada pembangunan jalan baru/peningkatan jalan maka benefit yang diperoleh antara lain :
  1. Penurunan biaya operasi kendaran dari normal traffic, diverted traffic dan generated traffic.
  2. Penurunan biaya satuan waktu (unit time cost)
  3. Penurunan biaya pemeliharaan jalan
Sedangkan pada proyek pembuatan waduk atau perluasan jaringan irigasi akan memberikan benefit antara lain :
  1. Meningkatnya produksi hasil pertanian (intensifikasi)
  2. Perluasan lahan berpengairan (ekstensifikasi) yang juga akan meningkatkan produksi hasil pertanian
  3. Peningkatan produksi perikanan darat, sebagai hasil sampingan dari pembuatan waduk dan sebagainya.
Sedangkan benefit lainnya yang sulit dihitung (intangible benefit) berupa peningkatan kesejahteraan masyarakat yaitu :
  1. Peningkatan keamanan dan kenyamanan
  2. Peningkatan kecerdasan
  3. Peningkatan derajat kesehatan.
Bagaimana Cara Menganalisis Proyek-proyek Permukiman dan Prasarana Permukiman
Kecuali pembangunan sarana pemukiman (real estate, rumah sederhana dan rumah sangat sederhana), yang dapat dievaluasi dengan menggunakan analisis finansil dilihat dari kepentingan pengembang, maka untuk prasarana pemukiman, seperti :
  1. Penyediaan Air Bersih
  2. Pemugaran perumahan rakyat
  3. Pembuatan jalan setapak
  4. Pembuatan saluran drainase
  5. Pembuatan tempat pembuangan sampah
  6. Pembuatan pengolahan limbah
  7. Pembuatan tempat mandi, cuci dan kakus (MCK), dan
  8. Pembangunan Gedung Sekolah (SMU, SLTP dan lain-lain),
benefitnya bersifat intangible (sulit dinilai dengan uang).
Karena penulis belum menemukan bahan bacaan yang mengulas perhitungan IRR-nya. Penulis mencoba menawarkan cara memberi skor (nilai), atas keadaan fasilitas tersebut dengan membuat daftar Isian sebagai berikut :


Pertanyaan
  1. Apakah pada waktu fasilitas tersebut dibangun karena diminta masyarakat sekitarnya ?
  • Nilai 10 (diminta masyarakat berkali-kali)
  • Nilai 8 (diminta masyarakat)
  • Nilai 6 (kurang diminta masyarakat)
  • Nilai 4 (tidak diminta masyarakat)
  1. Apakah fasilitas tersebut memang dibutuhkan masyarakat ?
  • Nilai 10 (sangat dibutuhkan)
  • Nilai 8 (dibutuhkan)
  • Nilai 6 (kurang dibutuhkan)
  • Nilai 4 (tidak dibutuhkan)
  1. Apakah lokasi pembangunan fasilitas tersebut letaknya strategis/mudah dicapai ?
  • Nilai 10 (sangat mudah dicapai)
  • Nilai 8 (mudah dicapai)
  • Nilai 6 (kurang mudah dicapai)
  • Nilai 4 (tidak mudah dicapai)
  1. Apakah penggunaan fasilitas tersebut sesuai rencana ?
  • Nilai 10 (sangat sesuai)
  • Nilai 8 (sesuai)
  • Nilai 6 (kurang sesuai)
  • Nilai 4 (tidak sesuai)
  1. Apakah bangunan tersebut sesuai spesifikasi ?
  • Nilai 10 (lebih baik dari spesifikasi)
  • Nilai 8 (sesuai spesifikasi)
  • Nilai 6 (kurang sesuai spesifikasi)
  • Nilai 4 (tidak sesuai spesifikasi)
  1. Apakah nilai bangunan tersebut sesuai anggaran/kontrak ?
  • Nilai 10 (lebih tinggi dari nilai kontrak)
  • Nilai 8 (sesuai nilai kontrak)
  • Nilai 6 (kurang sesuai nilai kontrak)
  • Nilai 4 (tidak sesuai nilai kontrak)
  1. Apakah fasilitas tersebut dipelihara oleh masyarakat sekitarnya ?
  • Nilai 10 (dipelihara dengan sangat baik)
  • Nilai 8 (dipelihara)
  • Nilai 6 (kurang dipelihara)
  • Nilai 4 (tidak dipelihara)
  1. Apakah fasilitas tersebut dikelola/dibiayai oleh masyarakat ?
  • Nilai 10 (secara bersama-sama)
  • Nilai 8 (dikelola oleh sekelompok orang)
  • Nilai 6 (dikelola oleh satu kelompok)
  • Nilai 4 (tidak dikelola sama sekali)
  1. Apakah fasilitas tersebut membuat masyarakat sekitar meningkatkan derajat kesehatan?
  • Nilai 10 (sangat meningkatkan derajat kesehatan)
  • Nilai 8 (meningkatkan derajat kesehatan)
  • Nilai 6 (kurang meningkatkan derajat kesehatan)
  • Nilai 4 (tidak meningkatkan derajat kesehatan)
  1. Apakah adanya fasilitas tersebut berdampak meningkatnya kecerdasan masyarakat ?
  • Nilai 10 (sangat meningkatkan kecerdasan)
  • Nilai 8 (meningkatkan kecerdasan)
  • Nilai 6 (kurang meningkatkan kecerdasan)
  • Nilai 4 (tidak meningkatkan kecerdasan)
Penilaian :
  • Apabila nilai keseluruhan : 80 – 100, fasilitas tersebut dinilai sangat bermanfaat bagi masyarakat.
  • Apabila nilai keseluruhan : 60 – 79, fasilitas tersebut dinilai bermanfaat bagi masyarakat.
  • Apabila nilai keseluruhan : 40 – 59, fasilitas tersebut dinilai kurang bermanfaat bagi masyarakat.
  • Apabila nilai keseluruhan : 20 – 39, fasilitas tersebut tidak bermanfaat bagi masyarakat.
Penutup
Perhitungan IRR untuk mengevaluasi/mengevaluasi kembali kelayakan proyek memerlukan data yang lengkap mencakup seluruh umur rencana proyek. Data tersebut berupa :
  • Biaya Konstruksi
  • Biaya Operasi dan Pemeliharaan
  • Manfaat/Benefit (dengan dan tanpa adanya proyek)
Pengerjaan secara manual akan memerlukan waktu lama, sehingga dibutuhkan fasilitas komputer beserta perangkat lunaknya (software). Sedangkan untuk mengevaluasi kelayakan proyek-proyek prasarana pemukiman yang penulis kemukakan diatas baru berupa pemikiran. Karena itu penulis mohon kepada sidang Pembaca apabila memahami cara perhitungan IRR-nya, supaya menyampaikan kepada Redaksi agar dapat dipakai sebagai acuan dalam pemeriksaan mendatang.
Semoga apa yang penulis sampaikan ini bermanfaat buat kita semua. Amiin (HA/090500)




  1. Net Present Value/NPV (Nilai bersih saat sekarang)
  2. NPV merupakan selisih antara Present Value dari pada Benefit dan Present Value dari pada Biaya
    Formula matematisnya :
    n Bt - Ct

    NPV = å
    t=1 t
    (1+i)
    dimana Bt = Benefit sosial kotor pada tahun t
    Ct = Biaya sosial kotor proyek pada tahun t baik yang berupa modal atau
    Operasi
    n = Umur ekonomis proyek
    i = Social oportunity Cost of Capital (OCC) yang dianggap sebagai Social
    Discount rate
    Proyek dinyatakan Go kalau NPV > 0. Jika NPV = 0, berarti proyek tersebut mengembalikan persis sebesar OCC. Jika NPV < 0 = berarti proyek ditolak, artinya ada penggunaan lain dari modal yang lebih menguntungkan.

  3. Net Benefit Cost Ratio/Net B/C (Perbandingan Bersih manfaat/hasil dengan biaya)
  4. Bt - Ct

    Untuk menghitung indeks ini terlebih dahulu dihitung untuk setiap tahun t.
    t
    (1+i)
    lalu Net B/C adalah perbandingan sedemikian rupa sehingga pembilangnya terdiri dari Present Value total daripada Benefit bersih dalam tahun-tahun dimana benefit bersih itu bersifat (+).
    Sedangkan penyebunya terdiri dari Present Value total daripada biaya bersih dalam tahun-tahun dimana Bt-Ct bersih (-), yaitu biaya kotor lebih besar daripada benefit kotor.
    Formula matematisnya sebagai berikut :
    n Bt - Ct

    å
    t=1 t
    (1+i) ( Bt – Ct > 0 )


    Net B/C =
    n Ct – Bt (Bt – Ct < 0 )

    å
    t=1 t
    (1+i)
    Seperti halnya IRR, maka Net B/C itu akan diperoleh apabila paling sedikit salah satu nilai Bt – Ct bersifat (-). Kalau tidak, maka Net B/C akan tak terhingga.
    Dengan demikian kalau rumus diatas memberikan hasil Net B/C = > 1 berarti NPV > 0 merupakan tanda proyek Go sedangkan Net B/C = < 1 merupakan tanda No Go.



  5. Gross Benefit Cost Ratio/Gross B/C (Perbandingan Kotor Manfaat/hasil dengan Baiya)
  6. Indeks ini serupa dengan Net B/C, hanya benefit maupun biayanya diberikan secara Kotor dalam pembilang dan penyebutnya.
    Formula matematisnya :
    n Bt

    å
    t=1 t
    (1+i)

    Gross B/C =
    n Ct

    å
    t=1 t
    (1+i)
    Sama dengan Net B/C, Ct yang dimaksud diatas mencakup Modal + Biaya
  7. Profitability Ratio (PR = PV’/K)
Indeks ini membedakan antara biaya yang merupakan modal awal (Kt) dan Biaya operasi (Ct). Rumusnya adalah sebagai berikut :
n
å Bt - Ct
t=1

Gross B/C =
n
å Kt
t=1
Angka perbandingan ini dianggap mengukur rentabilitas (hasil) suatu investasi diatas tingkat discount ratenya. Biasanya lebih mendekati Net B/C daripada ke Gross B/C.



PENGGUNAAN KONSEP EKONOMI TEKNIK SEBAGAI DASAR
MENGEVALUASI PROYEK PEMBANGUNAN JALAN
Oleh : Harris Arifin (Pemeriksa Wilayah V)


Pengantar
Sejak Juli 1997, Indonesia khususnya dan Asia Tenggara umumnya dilanda krisis moneter berkepanjangan. Akibatnya pemupukan modal untuk pembangunan khususnya bidang ke-PU-an mengalami penurunan. Sangat beralasan apabila dalam rencana pembangunan bidang jalan (ke-Bina Marga-an) dilandasi oleh sikap rasional ekonomis para aparat yang melaksanakannya. Untuk itu penulis akan mencoba menyampaikan kepada pembaca apa yang terkandung dalam konsep tersebut diatas. Guna memudahkan pengertian, maka untuk pembangunan jalan baru dan peningkatan dipakai istilah pembangunan saja.

PENGERTIAN EKONOMI TEKNIK (ENGINEERING ECONOMY)
Robley Winfrey dalam dalam bukunya "Economic Analysis for Highways" halaman 9 menyatakan bahwa Engineering Economy dimaksudkan sebagai phase khusus dari Engineering secara keseluruhan untuk mendapatkan desain yang paling ekonomis dalam membantu para Engineer dalam gambaran analisi ekonomi secara keseluruhan.
Dari uraian tersebut diatas terlihat bahwa dalam membuat rencana dan desain jalan harus didasarkan pada prinsip ekonomi dan pengaruh sosial pada, masyarakat disamping prinsip-prinsip lain.
Ide dasar tentang Engineering Economy sendiri telah cukup lama, dimulai dengan kertas kerja E.W. James, "Enginnering Journal" Ingenieria International tahun 1927, dimana harapan akan prinsip-prinsip dasar ditinjau ekonomi maupun desain yang bisa dipertanggung jawabkan dan ekonomis tercakup dalam tulisannya.
Berikut ini petikan dari jurnal tersebut :
"That any highway expenditure to be justified must be earned by the road in the form of cheaper transportation. This mean that there must be enough traffic and the type of improvement shall be such that the actual saving in cost of transformation shall at least equal the cost of the improvement. This alone justies the cost of highway must pay for itselt otherwise it will be luxury. Engineering Economy analysis are performed to determine the economy efficiency of proposals"
(Semua pengeluaran yang akan dilakukan untuk jalan raya harus diperoleh dari jalan itu sendiri dalam bentuk transportasi yang murah. Ini berarti harus cukup lalu lintas, sedangkan jenis peningkatan harus sedemikian rupa, sehingga penghematan yang sebenarnya dalam biaya transportasi paling sedikit harus sama dengan biaya pembangunan, hal ini akan memberikan pertimbangan berapa besar biaya konstruksi jalan raya.
Selama umurnya suatu jalan raya harus dapat membiayai hidupnya sendiri, jika tidak ia akan merupakan barang mewah. Analisa Engineering Economy dilakukan untuk menentukan effisiensi ekonomi dari setiap pengusulan).
Bahwa pada analisa ekonomi, secara keseluruhan harus dikaitkan dengan problem yang akan berkembang dimasa mendatang. Ini berarti bahwa ramalan lalu lintas dimasa mendatang harus didasarkan pada analisis ekonomi secara lebih luas lagi, baik dari tinjauan pengaruh tingkat regional maupun nasional. Banyak kasus yang memperlihatkan pengeluaran yang tidak pada tempatnya karena prinsip-prinsip dasar ekonomi, tidak diterapkan dalam analisis ekonomi pada pekerjaan pembangunan jalan.
Dalam Engineering Economy, akan dibatasi secara jelas 2 (dua) ruang lingkup sekaligus yaitu biaya konstruksi yang tidak berlebihan (desain geometrik sesuai kebutuhan) dan dipihak lain keuntungan dari pembangunan yan diharapkan selama umur teknis jalan. Sehubungan dengan hal tersebut diatas, Kenneth B. Woods dalam bukunya "Highway Engineering Hand book" halaman 3-9, menyatakan bahwa dengan analisa ekonomi, tercakup perencanaan yang cukup matang. Untuk itu Woods berkata "Planning does not promise perfection in the public work program, but planning quarantee progress (Perencanaan tidak menjanjikan kesempurnaan dalam program pekerjaan umum, tetapi merupakan suatu jaminan adanya kemajuan).
Benefit dari pembangunan jalan.
Robley Winfrey selanjutnya dalam bukunya tersebut diatas pada halaman 51 mengetengahkan pengertian savings (tabungan) dan Benefits (manfaat), sebagai berikut :
- Savings : Dalam istilah menyangkut keuangan adalah pengurangan dari biaya produksi atau pelayanan dengan adanya akibat proses produksi dan sebagainya, sebagai contoh :
Dengan konstruksi yang baru dari jalan A – B, maka biaya operasi kendaraan berkurang dari 5,3 sen/mil menjadi 4,9 sen/mil yang berarti ada saving sebesar 0,4 sen/mil.
- Benefits : Keuntungan/manfaat yang diperoleh bukan dalam arti savings yang nyata dalam kalkulasi moneter. Perbedaan kecepatan ataupun lama perjalanan merupakan keuntungan yang dimaksud. Dalam jenis generated traffic adalah contoh yang baik dari keuntungan berlalu lintas yang bukan merupakan savings.
Akibat ekonomis dari adanya pembangunan jalan dapat dinilai dalam hubungan eksternal economic, yaitu berupa :
  1. Keuntungan/manfaat langsung (Direct Benefits), yang diperoleh kendaraan.
  2. Keuntungan/manfaat tidak langsung (indirect Benefits), yang dinikmati pemakai jalan.


Ad.i Keuntungan/manfaat langsung (direct benefits) lazim disebut Vehicular Benefit, adalah keuntungan yang diperoleh pemakai jalan/kendaraan yang langsung diperoleh dari adanya pembangunan/peningkatan jalan. Keuntungan tersebut berupa pertambahan kecepatan kendaraan, berkurangnya penggantian ban dan biaya operasi kendaraan (Vehicle Operating Costs), yang disebabkan oleh :
    1. Perbaikan tanjakan-tanjakan (gradients) jalan
    2. Perbaikan pada tikungan-tikungan (curves), dengan perubahan-perubahan pada tikungan-tikungan yang berbahaya.
    3. Pelebaran badan jalan serta perkerasan dan pelebaran pada bahu jalan.
    4. Perbaikan/peningkatan dari jalan tanah menjadi jalan berbatu (gravel road) dan sebagainya.
    5. Pengurangan biaya pelambatan (slow down costs), dengan berkurangnya berbagai hambatan yang terdapat di jalan.
    6. Pengurangan berhenti (stop) yang terlampau sering. Semua perbaikan-perbaikan tadi akan membawa perubahan/pertambahan pada kecepatan kendaraan dan menurunkan biaya operasinya.
Keuntungan/manfaat yang diperoleh pemakai jalan selanjutnya adalah sebagai berikut:
    1. Penurunan biaya operasi kendaraan (bahan bakar, minyak pelumas, ban, kanvas rem dan sebagainya).
    2. Pengurangan waktu transit, yang disebabkan oleh bertambahnya kecepatan kendaraan dan berkurangnya jarak waktu lalu lintas antar kota.
    3. Pengurangan keletihan pengemudi dan keletihan mental dan fisik karena berkurangnya tikungan-tikungan berbahaya, pandangan keadaan jalan yang lebih baik, dan sebagainya.
    4. Penambahan peningkatan berkendara tidak saja bagi pengemudi tapi juga bagi penumpang.
    5. Pengurangan kerusakan pada barang-barang yang diangkut. Perbaikan jalan akan mengurangi goncangan-goncangan terhadap kendaraan yang lewat sehingga dapat terhindar dari kerusakan. Perbaikan ini mengakibatkan pula penghematan biaya pengepakan, karena tidak perlu pengepakan khusus yang biayanya cukup mahal.
    6. Pengurangan kecelakaan lalu lintas yang disebabkan berkurangnya keletihan mental dan fisik pengemudi karena kondisi jalan yang lebih baik.
Ad.ii Keuntungan/manfaat tidak langsung (inderect Benefit) lazim disebut Non vehicular benefits karena keuntungan-keuntungan dari pembangunan jalan baru atau peningkatan jalan lama lebih berhubungan dengan pengembangan daerah-daerah sepanjang jalan tersebut. Hal ini juga disebut sebagai Development Benefits.
Keuntungan lain dari pembangunan jalan ialah mengurangi kemacetan jalan. Bila suatu jalan baru dibangun maka lalu lintas dari jalan lama sebagian akan berpindah kejalan baru (diverted traffic) sehingga kemacetan-kemacetan yang biasanya terjadi pada jalan lama akan berkurang, demikian juga dengan jalan baru. Untuk analisis Ekonomi sebagai tambahan, ada keuntungan yang disebut social benefits yaitu seperti peningkatan pendidikan, kesehatan, kemajuan tingkat kehidupan dan lingkungan karena memungkinkan masuknya teknologi perbaikan distribusi pendapatan, integrasi nasional dan sebagainya.

Keuntungan Pemakai Jalan dan Pembuat Jalan
Keuntungan pemekai jalan antara lain berupa penurunan biaya operasi kendaraan yang berpengaruh langsung terhadap tarif angkutan. Biaya operasi kendaraan yang murah merangsang penambahan jumlah kendaraan dijalan raya baik kendaraan penumpang maupun angkutan barang. Penambahan jumlah kendaraan merupakan keuntungan bagi pembuat jalan (pemerintah) dimana biaya yang dikeluarkan untuk pembangunan jalan tersebut diimbangi dengan meningkatnya kegiatan perekonomian dalam masyarakat yang secara tidak langsung akan meningkatkan pendapatan Negara.
Hubungan timbal balik antara biaya angkutan dengan volume lalu lintas dijelaskan oleh Ian E. Smith dalam bukunya "Rural Development the value added approach" PPN-UI, 1979, menjelaskan dalam kurva berikut :
Biaya Angkut

C1 P Kurva Permintaan Angkutan
KEUNTUNGAN (Transport Demand curve)
NORMAL KEUNTUNGAN
TRAFFIC GENERATIO

C2 TRAFFIC Q
R



O
T1 T2 Volume Lalu Lintas
Pada biaya angkutan C1 maka volume T1 Apabila ada pembangunan jalan dimana biaya angkutan turun menjadi C2, maka lalu lintas meningkat menjadi T2.
Keuntungan yang diperoleh dan biaya operasi kendaraan ditunjukkan oleh trapesium C1, P, Q, C2, dimana C1, P, R, C2 menunjukkan penghematan dalam lalu lintas normal (normal traffic), sedangkan daerah PQR memperlihatkan penghematan dalam lalu lintas generated (in duced) yang ditunjukan oleh T2-T1
Keuntungan yang diperoleh dari pembangunan jalan secara matematis oleh Smith, digambarkan sebagai berikut :
B = (C1-C2). T1 + ½ (C1-C2). (T2-T1)
= < C T1 + ½ < C . < T
= < C (T1 + ½ < T)
dimana :
B = Benefit (keuntungan/manfaat)
C = Biaya angkutan
T = Volume lalu lintas
< = Perubahan (pertambahan)
Keuntungan Produsen
Dengan turunya biaya operasi kendaraan yang secara langsung akan berpengaruh terhadap biaya angkutan. Hal ini akan memberikan keuntungan kepada produsen, yang dapat diuraikan sebagai berikut.
Pendekatan yang digunakan disebut pendekatan surplus sosial (social surplus approach), yang didasarkan kepada surplus produsen.

Batasan (asumsi) pendekatan ini sebagai berikut :
  • Aktivitas perekonomian kecil
  • Volume lalu lintas rendah
  • Pengurangan biaya angkutan untuk produsen
  • Dipertimbangkan bahwa seluruh input atau output produksi dapat terangkut melalui jalan tersebut.
Biaya Angkutan Tingkat Harga Yang
Diterima Produsen Kurve biaya marginal
produsen
Q R



C1



Kurva Permintaan

Terhadap Angkutan






C2
S






O O Q1 Q2 Jumlah
T1 T2 Volume lalu lintas Produksi

Dari gambar tersebut diatas menunjukkan bahwa potongan biaya angkutan yang diperoleh produsen dengan turunnya biaya operasi kendaraan sebesar C1-C2 yang sepenuhnya diterima produsen. Dengan anggapan bahwa dalam beberapa kenaikan produksi oleh produsen hal tersebut tidak akan menekan harga pasar (produsen berada dalam persaingan sempurna/perfect competition). Begitupula luas tanah yang diusahakan adalah tetap. Dengan adanya potongan biaya angkutan, produsen dengan demikian berpindah pada harga yang diinginkan untuk berproduksi yaitu P1 - P2. Diyatakan bahwa (C1-C2)=(P2-P1). Secara sederhana kurva produksi digambarkan dalam grafik kekanan atas dan produsen akan menaikkan produksinya dan OQ1 menjadi OQ2. Keuntungan dari adanya pembangunan jalan berupa penghematan biaya operasi kendaraan dapat menyebabkan turunnya biaya angkutan secara relatif akan memberikan keuntungan kepada produsen dalam bentuk surplus produksi karena produksi dapat lebih cepat terangkut sehingga mampu berproduksi lebih banyak. Keuntungan tersebut tergambar pada kurva sebelah kanan dalam bentuk kotak P2QSP1 atau segitiga QRS (bukan kedua-duanya).
Pengertian lalu lintas Normal, Diverted dan Generated (Induced);
- Normal traffic : Adalah traffic yang diperkirakan akan menggunakan prasarana angkutan tersebut meskipun tidak ada proyek, jumlah traffic seharusnya naik sesuai dengan pertumbuhan ekonomis didaerah-daerah yang dilayani prasarana angkutan tersebut.
- Diverted traffic : Adalah traffic yang berasal dari traffic yang berasal dari jenis lain atau dari fasilitas lain yang berpindah kapasitas atau jenis angkut biasa.
- Generated (Induced) traffic : Adalah traffic yang benar-benar baru karena sebelumnya memang belum ada. Timbulnya traffic ini disebabkan karena turunnya biaya angkutan, menggiatkan daerah-daerah sekitarnya dan karena daerah tersebut berkembang maka hasil produksi daerah tersebut yang mulanya hanya untuk lokal, sekarang ditingkatkan serta kelebihan (surplus) hasil produksi daerah yang bersangkutan dijual keluar daerah.

Biaya Konstruksi/Pembangunan
Biaya yang diperhitungkan untuk analisis proyek disebut biaya ekonomi/Economic Costs yaitu biaya yang telah dikeluarkan unsur tax dan subsidi pada biaya tersebut.
Biaya konstruksi dalam pembangunan jalan, meliputi :
  1. Biaya Eksploitasi (overhead costs)
  2. Ganti Rugi Tanah (Land acquisition)
  3. Pekerjaan Tanah (Earth Work)
  4. Pengeringan (Drainage)
  5. Pekerjaan Fundasi (Base Course)
  6. Pengaspalan (Surfacing)
  7. Pembuatan Bahan Jalan (Shuulder)
  8. Pekerjaan Lain-lain (Sundry)
Biaya konstrusi sangat tergantung pada jenis konstruksi yang desainnya didasarkan pada beban dari volume lalu lintas pada masa sekarang dan prakiraannya pada masa mendatang.

Sumber :
Harris Arifin,
"ANALISA B/C RATIO DENGAN GENMERRI MODAL SUATU PROGRAM KOMPU-TER UNTUK EVALUASI EKONOMI PROGRAM PENINGKATAN JALAN RAYA DI SELURUH INDONESIA" SKRIPSI FAK. EKONOMI UNIVERSITAS NEGERI PADJAJARAN BANDUNG, 1980.

SOSIAL EKONOMI PERTANIAN

Produksi (Teori, Fungsi, dan Efisiensi)


BAB I
PENDAHULUAN

1.1.      Latar Belakang
Ilmu usahatani merupakan cabang ilmu pertanian. Mosher (1968) mengartikan usahatani sebagai himpunan dari sumber-sumber alam yang ada di tempat itu yang diperlukan untuk produksi pertanian seperti tanah dan air, perbaikan – perbaikan yang dilakukan atas tanah itu, sinar matahari, bangunan – bangunan yang didirikan di atas tanah itu dan sebagainya.
Menurut Soekartawi (1995) usahatani merupakan ilmu yang mempelajari bagaimana seorang petani mengalokasikan sumber daya yang ada secara efektif dan efisien untuk memperoleh keuntungan yang tinggi pada waktu tertentu.
Ditinjau dari beberapa pengertian di atas tentunya ilmu usahatani sangat penting dalam ilmu pertanian. Dan untuk memaksimalkan dalam pengelolaan usahatani itu sendiri diperlukan unsur-unsur pokok yang merupakan faktor – faktor utama dalam usahatani. Unsur – unsur pokok tersebut sering disebut faktor produksi (input). Proses produksi pertanian adalah proses yang mengkombinasikan faktor – faktor produksi pertanian untuk menghasilkan produksi pertanian (output).
Soekartawi (1987) menjelaskan bahwa tersedianya sarana atau faktor produksi       (input) belum berarti produktifitas yang diperoleh petani akan tinggi. Namun bagaiman petani melakukan usahanya secara efisien adalah upaya yang sangat penting. Efisiensi teknis akan tercapai bila petani mampu mengalokasikan faktor produksi sedemikian rupa sehingga produksi tinggi tercapai. Bila petani mendapat keuntungan besar dalam usahataninnya dikatakan bahwa alokasi faktor produksi efisien secara alokatif. Cara ini dapat ditempuh dengan membeli faktor produksi pada harga murah dan menjual hasil pada harga relatif tinggi. Bila petani mampu meningkatkan produksinya dengan harga sarana produksi dapat ditekan tetapi harga jual tinggi, maka petani tersebut melakukan efisiensi teknis dan efisiensi harga atau melakukan efisiensi ekonomi.

1.2.      Tujuan
  1. Mengetahui teori-teori produksi
  2. Mengetahui fungsi produksi
  3. Mengetahui Efisiensi produksi
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 TEORI PRODUKSI
Definisi Produksi
Produksi adalah usaha menciptakan dan meningkatkan kegunaan suatu barang untuk memenuhi kebutuhan. Kita ambil contoh sekarung tepung. Tepung merupakan bahan baku yang manfaatnya baru terasa bila telah diubah menjadi roti, usaha pembuatan tepung menjadi roti merupakan kegiatan produksi. Tapi, tidaklah mudah mengubah bahan baku mejadi barang siap konsumsi untuk dapat melakukan kegiatan produksi seorang produsen membutuhkan faktor-faktor produksi. Atau proses mengubah input menjadi output dan produksi  meliputi semua kegiatan untuk menciptakan/menambah nilai/guna suatu barang/jasa.
Teori Produksi : Untuk melihat hubungan antar input (faktor produksi) dan, output (hasil poduksi)
Teori produksi diharapkan : Menerangkan terjadinya suatu proses produksi dapat meramalkan apa yang akan terjadi.
Dalam kegiatan usahatani selalu diperlukan faktor-faktor produksi berupa lahan, tenaga kerja, dan modal yang dikelola seefektif dan seefisien mungkin sehingga memberikan manfaat sebaik-baiknya.
Soekartawi (2001), mengemukakan bahwa yang dimaksud dengan faktor produksi adalah semua korbanan yang diberikan pada tanaman agar tanaman tersebut mampu tumbuh dan menghasilkan dengan baik. Faktor produksi dikenal pula dengan istilah input dan korbanan produksi. Faktor produksi memang sangat menentukan besar-kecilnya produksi yang diperoleh. Faktor produksi lahan, modal untuk membeli bibit, pupuk, obat-obatan dan tenaga kerja dan aspek manajemen adalah faktor produksi yang terpenting. Hubungan antara faktor produksi (input) dan produksi (output) biasanya disebut dengan fungsi produksi atau faktor relationship.
Terdapat tiga pola hubungan antara input dan output yang umum digunakan dalam
pendekatan pengambilan keputusan usahatani yaitu:
1. hubungan antara input-output, yang menunjukkan pola hubungan penggunaan berbagai tingkat input untuk menghasilkan tingkat output tertentu (dieksposisikan dalam konsep fungsi produksi)
2. hubungan antara input-input, yaitu variasi penggunaan kombinasi dua atau lebih input untuk menghasilkan output tertentu (direpresentasikan pada konsep isokuan dan isocost)
3. hubungan antara output-output, yaitu variasi output yang dapat diperoleh dengan menggunakan sejumlah input tertentu (dijelaskan dalam konsep kurva kemungkinan produksi dan isorevenue)
Ketiga pendekatan di atas digunakan untuk mengambil berbagai keputusan usahatani guna mencapai tujuan usahatani yaitu:
1. menjamin pendapatan keluarga jangka panjang
2. stabilisasi keamanan pangan
3. kepuasan konsumsi
4. status sosial, dsb.
Faktor produksi yang diperlukan dalam usahatani :
1. Lahan Pertanaman
Tanah sebagai salah satu faktor produksi merupakan pabrik hasil-hasil pertanian yaitu tempat dimana produksi berjalan dan darimana hasil produksi ke luar. Faktor produksi tanah mempunyai kedudukan paling penting. Hal ini terbukti dari besarnya balas jasa yang diterima oleh tanah dibandingkan faktor-faktor produksi lainnya ( Mubyarto, 1995).
Rukmana (1997), Pengolahan tanah secara sempurna sangat diperlukan agar dapat memperbaiki tekstur dan struktur tanah, memberantas gulma dan hama dalam tanah, memperbaiki aerasi dan drainase tanah, mendorong aktivitas mikroorganisme tanah serta membuang gas-gas beracun dari dalam tanah. Penyiapan lahan untuk tanaman jagung dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu tanpa olah tanah (TOT) atau disebut zero tillage, pengolahan tanah minimum (minimum tillage) dan pengolahan tanah maksimum (maximum tillage) (Rukmana, 1997).
2. Modal (sarana produksi)
Dalam kegiatan proses produksi pertanian, maka modal dibedakan menjadi dua macam yaitu modal tetap dan tidak tetap. Perbedaan tersebut disebabkan karena ciri yang dimiliki oleh model tersebut. Faktor produksi seperti tanah, bangunan, dan mesin-mesin sering dimasukkan dalam kategori modal tetap. Dengan demikian modal tetap didefinisikan sebagai biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi yang tidak habis dalam sekali proses produksi tersebut. Peristiwa ini terjadi dalam waktu yang relative pendek dan tidak berlaku untuk jangka panjang (Soekartawi, 2003).
Sebaliknya dengan modal tidak tetap atau modal variabel adalah biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi dan habis dalam satu kali dalam proses produksi tersebut, misalnya biaya produksi yang dikeluarkan untuk membeli benih, pupuk, obat-obatan, atau yang dibayarkan untuk pembayaran tenaga kerja.
Besar kecilnya modal dalam usaha pertanian tergantung dari :
1.)  Skala usaha, besar kecilnya skala usaha sangat menentukan besar-kecilnya modal   yang dipakai makin besar skala usaha makin besar pula modal yang dipakai.
2.) Macam komoditas, komoditas tertentu dalam proses produksi pertanian juga menentukan besar-kecilnya modal yang dipakai.
3.) Tersedianya kredit sangat menentukan keberhasilan suatu usahatani
(Soekartawi,2003).
3. Tenaga Kerja
Faktor produksi tenaga kerja, merupakan faktor produksi yang penting dan perlu diperhitungkan dalam proses produksi dalam jumlah yang cukup bukan saja dilihat dari tersedianya tenaga kerja tetapi juga kualitas dan macam tenaga kerja perlu pula diperhatikan. Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada faktor produksi tenaga kerja adalah :
1.)    Tersedianya tenaga kerja
Setiap proses produksi diperlukan tenaga kerja yang cukup memadai. Jumlah tenaga kerja yang diperlukan perlu disesuaikan dengan kebutuhan sampai tingkat tertentu sehingga jumlahnya optimal. Jumlah tenaga kerja yang diperlukan ini memang masih banyak dipengaruhi dan dikaitkan dengan kualitas tenaga kerja, jenis kelamin, musim dan upah tenaga kerja.
2.)    Kualitas tenaga kerja
Dalam proses produksi, apakah itu proses produksi barang-barang pertanian atau bukan, selalu diperlukan spesialisasi. Persediaan tenaga kerja spesialisasi ini diperlukan sejumlah tenaga kerja yang mempunyai spesialisasi pekerjaan tertentu, dan ini tersedianya adalah dalam jumlah yang terbatas. Bila masalah kualitas tenaga kerja ini tidak diperhatikan, maka akan terjadi kemacetan dalam proses produksi. Sering dijumpai alat-alat teknologi canggih tidak dioperasikan karena belum tersedianya tenaga kerja yang mempunyai klasifikasi untuk mengoperasikan alat tersebut.
3.)    Jenis kelamin
Kualitas tenaga kerja juga dipengaruhi oleh jenis kelamin, apalagi dalam proses produksi pertanian. Tenaga kerja pria mempunyai spesialisasi dalam bidang pekerjaan tertentu seperti mengolah tanah, dan tenaga kerja wanita mengerjakan tanam.
4.)    Tenaga kerja musiman
Pertanian ditentukan oleh musim, maka terjadilah penyediaan tenaga kerja musiman dan pengangguran tenaga kerja musiman. Bila terjadi pengangguran semacam ini, maka konsekuensinya juga terjadi migrasi atau urbanisasi musiman (Soekartawi, 2003). Dalam usahatani sebagian besar tenaga kerja berasal dari keluarga petani sendiri. Tenaga kerja keluarga ini merupakan sumbangan keluarga pada produksi pertanian secara keseluruhan dan tidak perlu dinilai dengan uang tetapi terkadang juga membutuhkan tenaga kerja tambahan misalnya dalam penggarapan tanah baik dalam bentuk pekerjaan ternak maupun tenaga kerja langsung sehingga besar kecilnya upah tenaga kerja ditentukan oleh jenis kelamin. Upah tenaga kerja pria umumnya lebih tinggi bila dibandingkan dengan upah tenaga kerja wanita. Upah tenaga kerja ternak umumnya lebih tinggi daripada upah tenaga kerja manusia ( Mubyarto, 1995).
Soekartawi (2003), Umur tenaga kerja di pedesaan juga sering menjadi penentu besar kecilnya upah. Mereka yang tergolong dibawah usia dewasa akan menerima upah yang juga lebih rendah bila dibandingkan dengan tenaga kerja yang dewasa. Oleh karena itu penilaian terhadap upah perlu distandarisasi menjadi hari kerja orang (HKO) atau hari kerja setara pria (HKSP). Lama waktu bekerja juga menentukan besar kecilnya tenaga kerja makin lama jam kerja, makin tinggi upah yang mereka terima dan begitu pula sebaliknya. Tenaga kerja bukan manusia seperti mesin dan ternak juga menentukan basar kecilnya upah tenaga kerja. Nilai tenaga kerja traktor mini akan lebih tinggi bila dibandingkan dengan nilai tenaga kerja orang, karena kemampuan traktor tersebut dalam mengolah tanah yang relatif lebih tinggi. Begitu pula halnya tenaga kerja ternak, nilainya lebih tinggi bila dibandingkan dengan nilai tenaga kerja traktor karena kemampuan yang lebih tinggi daripada tenaga kerja tersebut (Soekartawi, 2003)
5. Manajemen
Manajemen terdiri dari merencanakan, mengorganisasikan dan melaksanakan serta mengevalusi suatu proses produksi. Karena proses produksi ini melibatkan sejumlah orang (tenaga kerja) dari berbagai tingkatan, maka manajemen berarti pula bagaimana mengelola orang-orang tersebut dalam tingkatan atau dalam tahapan proses produksi (Soekartawi, 2003).
Faktor manajemen dipengaruhi oleh:
1) tingkat pendidikan
2) Pengalaman berusahatani
3) skala usaha.
4) besar kecilnya kredit dan
5) macam komoditas.
Menurut Entang dalam Tahir Marzuki (2005), perencanaan usahatani akan menolong keluarga tani di pedesaan. Diantaranya pertama, mendidik para petani agar mampu berpikir dalam menciptakan suatu gagasan yang dapat menguntungkan usahataninya. Kedua, mendidik para petani agar mampu mangambil sikap atau suatu keputusan yang tegas dan tepat serta harus didasarkan pada pertimbangan yang ada. Ketiga, membantu petani dalam memperincikan secara jelas kebutuhan sarana produksi yang diperlukan seperti bibit unggul, pupuk dan obat-obatan. Keempat, membantu petani dalam mendapatkan kredit utang yang akan dipinjamnya sekaligus juga dengan cara-cara pengembaliannya. Kelima, membantu dalam meramalkan jumlah produksi dan pendapatan yang diharapkan.
Pencapaian efisiensi dalam pengorganisasian input-input dan fasilitas produksi lebih mengarah kepada optimasi penggunaan berbagai sumberdaya tersebut sehingga dapat dihasilkan output maksimum dengan biaya minimum. Dalam usahatani pengorganisasian input-input dan fasilitas produksi menjadi penentu dalam pencapaian optimalitas alokasi sumber-sumber produksi (Soekartawi, 2001).
Pengaruh penggunaan faktor produksi dapat dinyatakan dalam tiga alternatif sebagai berikut :
1.)    Decreasing return to scale artinya bahwa proporsi dari penambahan faktor produksi melebihi proporsi pertambahan produksi
2.)    Constant return to scale artinya bahwa penambahan faktor produksi akan proporsional dengan penambahan produksi yang diperoleh
3.)    Increasing return to scale artinya bahwa proporsi dari penambahan faktor produksi akan menghasilkan pertambahan produksi yang lebih besar (Soekartawi,2001).

Macam-Macam Teori Produksi:
a)      Teori Produksi dengan Satu Input Variabel
Teori produksi sederhana yang menggambarkan tentang hubungan antara tingkat produksi suatu barang dengan jumlah tenaga kerja yang digunakan untuk menghasilkan tingkat produksi barang. (Faktor produksi lain : tetap)
Hukum Hasil Lebih yang Semakin Berkurang (The Law of Diminshing Return)
*      menyatakan bahwa : apabila faktor produksi yang dapat diubah jumlahnya (tenaga kerja) terus menerus ditambah sebanyak satu unit, pada mulanya produksi total akan semakin banyak pertambahannya, tetapi sesudah mencapai suatu tingkat tertentu produksi tambahan akan semakin berkurang dan akhirnya mencapai nilai negatif dan ini menyebabkan pertambahan produksi total semakin lambat dan akhirnya mencapai tingkat yang maksimum kemudian menurun.
Berikut grafik dari Hukum Kenaikan Hasil yang Semakin Berkurang
(The Law of Diminshing Return)



Dari hubungan kurva-kurva tersebut, terbentuklah tiga daerah, yaitu :
Daerah I (daerah efisien tetapi tidak rasional)
Efisien karena tambahan input fisik dapat memberikan tambahan produksi. Tidak rasional karena besarnya tambahan produksi fisik berada berada diatas rata-rata produksi, dengan demikian petani atau produsen tidak akan berhenti menambah input pada daerah I karena harapan untuk meningkatkan produksi masih dapat dilakukan.
Daerah II (efisien tetapi rasional)
Efisien       : tambahan input masih dapat meningkatkan produksi, walaupun tambahan produksi semakin berkurang)
Rasional : rata-rata produksi fisik masih lebih besar dari tambahan produksi
APP > MPP
Daerah III (tidak efisien dan tidak rasional )
Tidak efisien         : karena tambahan input fisik yang diberikan akan mengakibatkan produksi menurun (MPP < 0).
Tidak rasional : karena daerah III tersebut merupakan daerah rugi.                                                                                                                        (Suhartini,2010)

PRODUKSI TOTAL, PRODUKSI RATA-RATA DAN PRODUKSI MARGINAL

Produksi Marginal



*    tambahan produksi yang diakibatkan oleh pertambahan satu tenaga kerja yang digunakan.
MP  : produksi marginal
DTP : pertambahan produksi total
DL   : pertambahan tenaga kerja
Produksi Rata-rata



*    produksi yang secara rata-rata dihasilkan oleh setiap pekerja.
AP : produksi rata-rata
TP : produksi total
L   : tenaga kerja

b.)  Teori Produksi dengan Dua Input Variabel

Kombinasi penggunaan input variabel untuk memproduksi atau menghasilkan suatu output (produk) disebut sebagai isokuan. Semakin tinggi isokuan menunjukkan tingginya kuantitas output yang dihasilkan, sebaliknya isokuan yang rendah menunjukkan tingkat output yang rendah pula.
Isokuan mempunyai karakterisasi yang sama dengan kurva indiferen. Kalau kurva indiferen menunjukkan kombinasi dari barang-barang konsumsi yang memberikan tingkat kepuasan yang sama, maka isokuan menunjukkan kombinasi dari faktor produksi yang memberikan produk yang sama.
Kurva Produksi Sama (Isoquant)
Kurva yang menunjukkan berbagai kombinasi input faktor produksi tenaga kerja (L) dan modal (K) yang dapat menghasilkan sejumlah output yang sama (tingkat produksi tertentu)

Gambar di atas merupakan kurva yang menghubungkan titik-titik kombinasi dari faktor produksi x1 dan x2 untuk menghasilkan sejumlah produk tertentu. Dapat dilihat beberapa isokuan yang menunjukkan jumlah output yang sama. Variasi jumlah tenaga kerja dan lahan dapat digunakan untuk menghasilkan isokuan tertentu. Beberapa karakteristik umum isokuan pada fungsi produksi usahatani adalah:
  1. Isokuan merupakan pernyataan grafis fungsi produksi. Contoh Y=f(X1,X2) bila Y dianggap konstan kombinasi X1 dan X2 dapat dicari
  2. Slope isokuan menunjukkan jumlah input X2 yang dapat digantikan oleh penambahan satu satuan input X1. Slope ini bernilai negatif sebab penambahan salah satu input akan menyebabkan pengurangan input yang lain
  3. 3.   Isokuan cembung terhadap titik asal. Hal ini menjelaskan marginal rate of substitution atau slope kurva isokuan cenderung semakin kecil seiring penambahan satu satuan factor produksi untuk menggantikan faktor produksi lainnya
  4. DMRS (Diminishing Marginal Rate of Subtitution) tersebut merupakan akibat dari prinsip Diminishing Marginal Returns dalam proses produksi
Konsep teoritis yang dapat digunakan untuk menjelaskan hubungan fisik antar input pada garfik proporsi input variable-isokuan di atas adalah Returns to Scale(RTS). RTS didefinisikan sebagai perubahan output akibat perubahan input secara proporsional. Keberadaan diminishing marginal returns pada input tunggal dalam diagram isokuan juga dapat ditunjukkan dengan cara lain. Perhatikan garis titik-titik AB yang menunjukkan jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan untuk memperoleh peningkatan output misalnya dari Y1 ke Y2, sementara jumlah lahan dipertahankan konstan seluas 1,5 Ha. Jarak antara isokuan yang ditunjukkan oleh a,b,dan c secara bertahap terlihat semakin besar yang berarti jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan untuk berpindah dari satu isokuan ke isokuan berikutnya harus semakin besar.
Garis lurus OC menunjukkan bahwa rasio input tetap sama sebanding dengan peningkatan output Jika isokuan menunjukkan peningkatan output yang merata sepanjang garis OC maka fungsi produksi mengalami constant return to scale. Hal ini berarti peningkatan input dengan persentase tertentu akan mengakibatkan output meningkat dengan persentase yang sama.

c.)   Teori Biaya (Ongkos) Produksi
Biaya / ongkos produksi adalah semua pengeluaran yang dilakukan oleh perusahaan untuk memperoleh faktor produksi dan bahan mentah yang akan digunakan untuk produksi.
Biaya Produksi Jangka Pendek jangka waktu dimana sebagian faktor produksi tidak dapat ditambah jumlahnya
Beberapa Pengertian Biaya Produksi Jangka Pendek
  1. Biaya Total (TC)
Keseluruahan biaya produksi yang dikeluarkan
TC  =    TFC  +  TVC
  1. Biaya Tetap Total (TFC)
Keseluruhan biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh faktor produksi yang tidak dapat diubah jumlahnya
  1. Biaya Variabel Total (TVC)
Keseluruhan biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh faktor produksi yang dapat diubah jumlahnya
  1. Biaya Tetap rata-rata
AFC  = TFC/Q
  1. Biaya Variabel rata-rata
AVC = TVC/Q
  1. Biaya Total rata-rata
AC = TC /Q
  1. Biaya Marginal
MCn  =  TCn – TCn-1  atau  DTC/ DQ
Berikut grafik dari biaya produksi jangka pendek :











SYARAT PEMAKSIMUMAN KEUNTUNGAN
  1. Memproduksi barang pada tingkat dimana perbedaan antara hasil penjualan total dengan biaya total paling maksimum
TR – TC = maksimum
  1. Memproduksi barang pada tingkat dimana perbedaan antara hasil penjualan marginal = biaya marginal.
MR = MC.

BIAYA PRODUKSI  JANGKA PANJANG

Dalam jangka panjang, perusahaan dapat menambah semua faktor produksi, sehingga: biaya produksi tidak perlu dibedakan menjadi biaya tetap dan biaya variabel. Semua pengeluaran dianggap biaya variabel.
CARA MEMINIMUMKAN BIAYA
Dalam analisis ekonomi kapasitas pabrik digambarkan oleh kurva biaya total rata-rata ( AC = Average Cost).
KURVA BIAYA TOTAL RATA-RATA JANGKA PANJANG ( KURVA LRAC)
Kurva yang menunjukkan biaya rata-rata minimum untuk berbagai tingkat produksi apabila perusahaan dapat selalu mengubah kapasitas produksinya. Titik persinggungan dalam kurva-kurva AC tersebut merupakan biaya produksi yang paling optimum/minimum untuk berbagai tingkat produksi yang akan dicapai produsen dalam jangka panjang.

2.2. FUNGSI PRODUKSI
Fungsi produksi digunakan untuk :
- Sebagai alat analisis yang menjelaskan gejala-gejala yang terjadi dalam proses produksi
- Sebagai alat analisis normatif yang dapat menentukan keadaan terbaik untuk memaksimukan kentungan
Hubungan fisik antara output dan input
Fungsi produksi disajikan dalam bentuk matematik dan seringkali tidak dapat menggambarkan secara langsung fenomena yang ada. Pada dasarnya fungsi produksi adalah pola hubungan yang menunjukkan respon output terhadap penggunaan input sebagai contoh produksi padi tergantung pada penggunaan pupuk N. Secara umum diketahui bahwa output akan meningkat seiring dengan penambahan input pupuk hingga tingkat penggunaan pupuk tertentu. Pada tingkat penggunaan input yang lebih banyak output akan menurun karena terjadi ketidakseimbangan unsur hara di dalam tanah.
Hubungan antara produksi padi dengan pupuk secara grafis dan matematis disajikan dalam gambar berikut:



Dapat dilihat bahwa produksi 2200 kg padi dapat diperoleh tanpa penggunaan pupuk, produksi ini akan meningkat hingga mencapai maksimum (3760 kg) pada tingkat penggunaan pupuk sebanyak 125 kg. Produksi akan turun apabila pupuk ditambah di atas 125 kg. Secara matematis hubungan produksi ini dituliskan sebagai:
Y = f (Xt) dengan formulasi persamaan kuadratik: Y= 2200 + 25 X1 – 0,10 X2
Pada umumnya fungsi produksi menggambarkan hubungan teknik atau fisik antara output dengan satu atau lebih input. Dalam contoh gambar 2.1. fungsi produksi memberikan beberapa informasi mengenai respon produksi padi terhadap penggunaan pupuk di antaranya:
1. Terdapat sejumlah output (2200 kg) pada tingkat penggunaan input nol. Hal ini menunjukkan bahwa output tersebut diperoleh atas penggunaan input lainnya (bibit, irigasi, dll)
2. Terdapat penggunaan input tertentu yang memberikan produksi maksimum. Produksi tertinggi ini seringkali dikaitkan dengan tingkat produksi teknis maksimum
3. Bentuk kurva produksi tidak linier, memiliki titik balik. Hal ini menunjukkan kondisi di mana meskipun output terus mengalami peningkatan akibat bertambahnya pemakaian input, peningkatan tersebut terbatas dan semakin menurun. Penambahan output yang diperoleh akibat penambahan satu satuan input secara terus menerus disebut MPP=Marginal Physical Product (Kurva Produk Marjinal). Secara matematik, MPP adalah slope dari kurva produk total pada titik tertentu dan ditunjukkan oleh turunan pertama fungsi produksi. Pada gambar 2.1. (b) Slope kurva MPP yang terus menurun menunjukkan tambahan output yang semakin kecil pada penambahan input berikutnya. Kurva ini memotong sumbu horisontal pada saat fungsi produksi mencapai titik maksimum. Kecenderungan produk marjinal untuk semakin kecil diformulasikan dalam hukum kenaikan hasil yang berkurang (The Law of Diminishing Returns)
4. Pada gambar yang sama juga disajikan kurva APP yang menunjukkan rata-rata produk fisik per unit input. APP didefinisikan sebagai total produksi dibagi total penggunaan input (Y/X1). Bentuk dari kurva MPP dan APP tidak harus linear. Pada gambar 2.1 bentuk kedua kurva tersebut linear adalah sebagai konsekuensi dari penurunan fungsi produksi yang kuadratik.
5. Hubungan fisik antara output dan input dapat diukur dengan elastisitas input yang juga diistilahkan sebagai elastisitas parsial dari produksi. Elastisitas didefinisikan sebagai persentase perubahan output sebagai akibat perubahan persentase tertentu input.
Salah satu hal penting dalam formulasi elastisitas di atas adalah hubungan antara MPP dan APP. Daerah diminishing marginal returns (DMRTS) terjadi pada saat MPP<APP tetapi tidak negatif di mana 0<E<1. Jika E >1 dan E<0 maka fungsi produksi berada pada daerah non ekonomis.
Fungsi produksi didefinisikan sebagai hubungan fisik antara output dengan sejumlah input sebagai berikut: Y = f (X1,X2,…,Xn). Fungsi produksi umumnya hanya memasukkan beberapa variabel input sementara input lainnya dianggap konstan (ceteris paribus). Y=f(X1,X2,…,Xm/Xn-m)
Fungsi produksi harus memenuhi dua kondisi agar memiliki makna ekonomi yakni MPP positip dan menurun. Kondisi ini diperoleh pada saat turunan pertama (dY/dX) sama dengan nol dan turunan kedua (d2Y/dX2)negatif. Artinya respon output terhadap penambahan input harus meningkat tetapi dengan laju yang semakin menurun.
Dampak Perubahan Harga dan Kurva Penawaran
Perubahan rasio harga input dan output akan merubah posisi optimum. Sebagai missal jika harga output meningkat maka rasio antara input output (slope garis singgung pada titik A) semakin besar. Garis singgung akan semakin tegak dan menyinggung fungsi produksi pada penggunaan input yang lebih rendah. Pada contoh di atas jika harga padi meningkat Rp.200,- /kg maka rasio input-output akan turun 5:1 dan titik optimum akan tercapai pada MPP=5 kg.
  
Dampak perubahan harga terhadap penawaran dapat dilihat pada Grafik Penurunan Suplai. Amati bahwa slope kurva penawaran positip (upward) yang berarti bahwa peningkatan harga padi akan meningkatkan output. Hal ini terjadi karena jumlah penggunaan pupuk yang diperlukan untuk memperoleh tambahan satu satuan output lebih besar. Jika harga satu satuan output sama dengan marginal revenue maka peningkatan pemakaian pupuk untuk memperoleh tambahan satu satuan output disebut dengan marginal cost. Dengan demikian maka kondisi maksimisasi profit dapat dinyatakan dengan MR=MC. Perubahan dari MVP=MFC (marginal factor cost) menjadi MR=MC melibatkan dua cara berbeda untuk menunjukkan kondisi maksimisasi profit yang sama. Pernyataan tersebut difokuskan pada nilai tambahan output yang diperoleh akibat penambahan satu satuan input.

Penurunan kurvai suplai
Perubahan dari MVP=MFC (marginal factor cost) menjadi MR=MC melibatkan dua cara berbeda untuk menunjukkan kondisi maksimisasi profit yang sama. Pernyataan tersebut difokuskan pada nilai tambahan output yang diperoleh akibat penambahan satu satuan input.

2.3  EFISIENSI PRODUKSI
Tingkat Optimum Penggunaan Sumberdaya secara Ekonomi

Tingkat penggunaan input yang paling efisien tergantung pada hubungan antara harga input dan harga output. Gambar 2.2. menyajikan contoh hipotetik sesuai dengan informasi terdahulu di mana harga padi diasumsikan Rp. 1000/kg pada tingkat petani dan input Rp 10000/kg. Bentuk fungsi produksi tetap sama sebagaimana gambar. Karena satuan yang digunakan dalam nilai moneter maka TPP digantikan dengan konsep TVP (Total Value of Product), APP menjadi AVP (Average Value of Product) dan MPP menjadi MVP (Marginal Value of Product). Informasi tambahan yang diperoleh dari gamba. adalah garis TFC (Total Factor Cost) dan MFC (Marginal Factor Cost). TFC menunjukkan akumulasi biaya akibat peningkatan penggunaan pupuk misalnya setiap penambahan 25 kg pupuk akan menyebabkan peningkatan biaya sebesar Rp. 250.000,- .
Tingkat optimum penggunaan input secara ekonomis terjadi pada saat MVP sama dengan harga input (titik E). Pada daerah di sebelah kiri titik E, MVP>MFC, artinya tambahan nilai produksi yang diperoleh lebih besar dari penambahan biaya produksi. Dalam hal ini penambahan satu satuan input masih memberikan keuntungan. Pada daerah sebelah kanan titik E, tambahan penerimaan akibat penambahan satu satuan input lebih kecil daripada penambahan biaya yang harus dikeluarkan (MVP<MFC). MVP=MFC akan tercapai pada saat kurva TFC sejajar dengan garis singgung (tangen) fungsi produksi. Dengan kata lain MVP adalah slope dari fungsi produksi dan MFC adalah slope kurva TFC. Pada titik ini profit yang merupakan selisih antara MVP dan MFC (AB) mencapai maksimum. Dengan bantuan matematika sederhana tingkat optimum penggunaan input tunggal dapat dijelaskan sebagai berikut:
Px = harga per unit input X
Py= harga per unit output Y
Penggunaan input tunggal optimum
Oleh karena MVP x = MPP x . Py maka terdapat tiga cara untuk mencari titik optimal:
a. Pada titik optimal tambahan penerimaan sama dengan tambahan biaya: MVPx=Px Jika MVPx>Px berarti petani menggunakan terlalu sedikit input. Jika MVP x<Px maka penggunaan input terlalu banyak
b. Dengan menyusun persamaan tersebut kondisi optimum juga dapat dinyatakan sebagai MVPx/Px=1. Dengan kata lain rasio antara nilai produk marjinal terhadap  harga input harus sama dengan satu.
c. Karena MVPx = MPPx. Py kondisi optimum dapat dinyatakan sebagai MPPx = Px/Py di mana MPP sama dengan rasio harga input-output.
Alokasi penggunaan sarana produksi dikatakan efisien apabila nilai marginal produk (NPMxi) sama dengan harga inputnya (Pxi), artinya alokasi sarana produksi telah mencapai titik optimal atau telah efisien. Ini juga berarti bahwa perbandingan antara nilai produk marginal dengan harga input pada titik kombinasi tersebut sama dengan satu (Widodo, 1989). Secara matematis efisiensi alokatif dituliskan sebagai berikut :
NPMxi = Pxi atau NPMxi/Pxi = 1 = ki
Apabila ki = 1 berarti penggunaan input efisien, ki > 1 penggunaan input belum efisien dan masih perlu ditambah, sedangkan bila ki < 1 penggunaan input sudah tidak efisien dan perlu dikurangi. Konsep ini bisa diterapkan untuk mencari tingkat penggunaan input usahatani yang optimal yang dapat menghasilkan hasil panen yang maksimal.




BAB III
STUDI KASUS
ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI KOMODITAS LADA
Keragaan Pengembangan Lada
Kebijakan Nasional Pengembangan Komoditas Lada
Sebagaimana telah diketahui bahwa tanaman lada yang paling banyak diusahakan oleh rakyat adalah merupakan salah satu komoditas ekspor Indonesia yang peranannya cukup penting, karena selain sebagai penghasil devisa Negara juga menjadi sumber pendapatan utama dengan melibatkan banyak petani di pedesaan. Berdasar pada kondisi tersebut dan peran Indonesia sebagai produsen utama di pasaran dunia dalam hal ini termasuk ke dalam kelompok produsen tradisional (Indonesia, Malaysia, India dan Brazil), pada akhir-akhir ini juga sudah mulai adanya negara penghasil lada yang baru seperti Thailand, Srilangka, Madagaskar dan Vietnam. Oleh sebab itu dalam upaya mengantisipasi perkembangan lada internasional yang semakin ketat persaingannya, maka keberadaan sistem produksi lada Indonesia perlu ditingkatkan sehingga dapat lebih kuat daya saing di pasaran internasional. Dan salah satu upaya tersebut adalah meningkatkan efisiensi produktivitas usahatani lada rakyat dengan mutu hasil yang meningkat serta upaya memperpanjang umur produktif pertanaman lada, terutama di daerah sentra lada Indonesia (lada hitam di Lampung dan lada putih di Bangka Belitung). Mengenai perkembangan luas pertanaman lada, produksi dan produktivitasnya selama satu dasa warsa terakhir adalah sebagai berikut pada Tabel 1.
Dengan melihat Tabel 1, tampak bahwa peran perkebunan rakyat sangat dominan dan sejalan dengan posisi Indonesia sebagai pemasok utama produksi lada putih (khususnya dari Propinsi Bangka-Belitung) di pasar internasional dan berdasar sumber dari IPC (International Pepper Community) bahwa untuk tahun 2002 telah diproyeksikan produksi lada putih dunia sebesar 65.000 ton dan volume ekspor dunia sekitar 41.000 ton. Oleh sebab itu, maka perlu dilakukan upaya-upaya peningkatan agribisnis mulai dari sub-sistem hulu sampai ke sub-sistem penunjangnya model pengembangannya seperti pada Gambar Lampiran 1. Lebih lanjut perlu diketahui bahwa dalam pelaksanaan selama ini masih dihadapkan pada permasalahan, antara lain seperti:
(a) Pengelolaan usahatani di tingkat petani belum optimal sehingga penerapan teknologi budidya lada masih kurang mendukung bagi peningkatan hasil yang memadai.
(b) Tingkat harga hasil yang relatif rendah dan di lain pihak harga sarana produksi (pupuk dan pestisida) relatif tinggi/mahal.
(c) Gangguan organisme tanaman lada yang bersifat epidemik sehingga kelayakan umur lada menjadi terbatas dan sejalan itu penerapan PHT (Pengendalian Hama Terpadu) masih terbatas.
(d) Mutu hasil belum memenuhi standar karena sarana dan prasarana pengolahan yang memadai keberadaannya masih terbatas sedangkan di tingkat petani dilakukan secara konvesional.
(e) Informasi pemasaran hasil terbatas serta rantai pemasaran/tataniaga lda relative panjang dan kelembagaan petani masih lemah.
(f) Sumberdaya petani baik pengetahuan maupun permodalan masih lemah/terbatas ketersediaannya.
Berdasar pada permasalahan tersebut di atas maka sebagai upaya dari pemerintah sejalan dengan program tersebut, meliputi upaya:
1. Peningkatan produktivitas, mutu hasil dan efisiensi usaha melalui penerapan teknologi tepat guna dan hasil guna.
2. Pengembangan sarana prasarana pengolahan hasil lada serta pengembangan produk.
3. Pengembangan informai pasar serta didukung dengan pemberdayaan kelembagaan tani dan pengembangan kawasan industri masyarakat perkebunan lada.
ANALISA STUDI KASUS
Menurut kelompok kami permasalahan – permasalahan yang ada lebih dapat ditinjau lebih awal oleh pihak – pihak yang terkait, baik bagi dinas pertanian maupun dari pemerintah. Efisiensi produksi dapat dioptimalkan secara baik dengan meningkatkan kesejahteraan petani juga, ketika kesejahteraan petani dapat diangkat secara berkelanjutan tingkat petani yang ingin mengelola lada lebih nbanyak. Sehingga dapat menyeimbangkan efisiensi produksi.
Efisiensi produksi lada di Indonesia dapat ditekan sedemikian rupa dengan menganalisis masalah-masalah yang ada di lapangan, dengan memperhatikan seluruh aspek yang terkait.
BAB IV
KESIMPULAN
  • Produksi adalah usaha menciptakan dan meningkatkan kegunaan suatu barang untuk memenuhi kebutuhan.
  • Teori Produksi : Untuk melihat hubungan antar input (faktor produksi) dan, output (hasil poduksi)
  • Terdapat tiga pola hubungan antara input dan output yang umum digunakan dalam
pendekatan pengambilan keputusan usahatani yaitu:
1. hubungan antara input-output, yang menunjukkan pola hubungan penggunaan berbagai tingkat input untuk menghasilkan tingkat output tertentu (dieksposisikan dalam konsep fungsi produksi)
2. hubungan antara input-input, yaitu variasi penggunaan kombinasi dua atau lebih input untuk menghasilkan output tertentu (direpresentasikan pada konsep isokuan dan isocost)
3. hubungan antara output-output, yaitu variasi output yang dapat diperoleh dengan menggunakan sejumlah input tertentu (dijelaskan dalam konsep kurva kemungkinan produksi dan isorevenue)
  • Faktor produksi yang diperlukan dalam usahatani :
1. Lahan Pertanaman
2. Modal (sarana produksi)
3. Tenaga Kerja
4. Manajemen
Pengaruh penggunaan faktor produksi dapat dinyatakan dalam tiga alternatif sebagai berikut :
  1. Decreasing return to scale artinya bahwa proporsi dari penambahan faktor produksi melebihi proporsi pertambahan produksi
  2. Constant return to scale artinya bahwa penambahan faktor produksi akan proporsional dengan penambahan produksi yang diperoleh
  3. Increasing return to scale artinya bahwa proporsi dari penambahan faktor produksi akan menghasilkan pertambahan produksi yang lebih besar (Soekartawi,2001).
  • Macam-Macam Teori Produksi:
a) Teori Produksi dengan Satu Faktor Berubah
b)  Teori produksi dengan Dua Faktor Berubah
c)   Teori Biaya (Ongkos) Produksi
  • Fungsi Produksi digunakan untuk :
- Sebagai alat analisis yang menjelaskan gejala-gejala yang terjadi dalam proses produksi
- Sebagai alat analisis normatif yang dapat menentukan keadaan terbaik untuk memaksimukan kentungan
  • Alokasi penggunaan sarana produksi dikatakan efisien apabila nilai marginal produk (NPMxi) sama dengan harga inputnya (Pxi), artinya alokasi sarana produksi telah mencapai titik optimal atau telah efisien. Ini juga berarti bahwa perbandingan antara nilai produk marginal dengan harga input pada titik kombinasi tersebut sama dengan satu.
  • Efisiensi produksi komoditas lada di Indonesia dapat dioptimalkan secara baik dengan meningkatkan kesejahteraan petani juga, ketika kesejahteraan petani dapat diangkat secara berkelanjutan tingkat petani yang ingin mengelola lada lebih nbanyak. Sehingga dapat menyeimbangkan efisiensi produksi.


DAFTAR PUSTAKA
Anonymous.2010.http://bdpunib.org/jipi/artikeljipi/2004/104.PDF.diakses tanggal 20 Maret 2010
Anonymous.2010.http://qeyty.blogspot.com/2008/10/bab-viii-fungsi produksi.html.diakses tanggal 20 Maret 2010
Anonymous.2010. http://lecture.ub.ac.id/tatiek/files/2009/11/bab2.pdf.diakses tanggal 20 Maret 2010
Anonymous.2010.http://elearning.gunadarma.ac.id/docmodul/pengantar_ekonomi/Bab_3.pdf.diakses   tanggal 20 Maret 2010
Anonymous.2010. http://bdpunib.org/jipi/artikeljipi/2004/104.PDF.diakses tanggal 20 Maret 2010
Anonymous.2010. http://ejournal.unud.ac.id/abstrak/(8)%20soca-agung%20dkk-analisis %20usahatani%20cabai%20merah(1).pdf. diakses tanggal 20 Maret 2010
Anonymous.2010. http://etd.eprints.ums.ac.id/3157/1/B300010040.pdf.diakses tanggal 20 Maret 2010
Anonymous.2010.http://pustaka.ut.ac.id/puslata/online.php?menu=bmpshort_detail2&ID=445 .diakses tanggal 20 Maret 2010
Anonymous.2010. http://en.wikipedia.org/wiki/Production_theory_basics.diakses tanggal 20 Maret 2010
Anonymous.2010.http://lecture.ub.ac.id/tatiek/files/2009/07/b-max-profit-satu input.pdf. diakses tanggal 20 Maret 2010
Anonymous.2010. http://lecture.ub.ac.id/tatiek/files/2009/11/bab2.pdf diakses tanggal 20 Maret 2010
Soekartawi. 1987. Prinsip Dasar Ekonomi Pertanian. Teori dan Aplikasi. Edisi Revisi. Raja Grafindo Persada. Jakarta
Suhartini. 2010. Modul Perkuliahan III Produksi (Teori, Fungsi, dan Efisiensi). Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya. Malang

 
  
 

Masalah dan Faktor Keberhasilan dalam Usaha Tani



BAB I
PENDAHULUAN
1.1              Latar Belakang
Pertanian dalam arti luas terdiri dari lima sub sektor, yaitu tanaman pangan, perkebunan, peternakan, perikanan, dan kehutanan. Sebagian besar hasil pertanian adalah bahan makanan terutama beras yang dikonsumsi sendiri dan seluruh hasil perkebunan adalah ekspor. Wilayah pedesaan yang bercirikan pertanian sebagai basis ekonomi sedangkan wilayah perkotaaan yang tidak lepas dari aktivitas ekonomi baik yang sifatnya industri, perdagangan maupun jasa mengalami pertentangan luar biasa di dalam rata-rata pertumbuhan pembangunan. Dengan kemajuan yang dicapai sektor pertanian tanaman pangan, maka pembangunan sektor industri yang didukung sektor pertanian juga semakin maju. Terdapat beberapa pengertian Usaha Tani yaitu :
  1. Menurut Bachtiar Rivai (1980) usahatani adalah organisasi dari alam, kerja dan modal yang ditujukan kepada produksi di lapangan pertanian.
  2. Menurut A.T.Mosher (1966) usahatani adalah sebagian dari permukaan bumi di mana seorang petani, sebuah keluarga tani atau badan usaha lainnya bercocok tanam atau memelihara ternak.
  3. Menurut J.P.Makeham dan R.L.Malcolm (1991) usahatani (farm management) adalah cara bagaimana mengelola kegiatan-kegiatan pertanian.
Untuk memenuhi kebutuhan pangan nasional dari produksi dalam negeri nampaknya masih  sangat sulit untuk direalisasikan karena kompleksnya kendala dan masalah yang dihadapi dalam usaha tani untuk mencapai peningkatan produksi. Permasalahan-permasalahan dalam pengembangan pertanian akhir-akhir ini disadari sebagi faktor yang menentukan keberhasilan adopsi teknologi di tingkat petani. Diantara berbagai permasalahan yang ada, kelembagaan merupakan salah satu faktor yang perlu dicermati untuk mengetahui kelembagaan yang perlu mendapatkan prioritas berkaitan dengan upaya meningkatkan usaha tani. Permasalahan umum yang dihadapi petani di lahan pertanian cukup kompleks yang mengakibatkan rendahnya skala produksi dan mutu hasil diperoleh petani
1.2              Rumusan masalah
  • Masalah apa saja yang dihadapi dalam usahatani ?
  • Faktor – Faktor apa saja yang dapat mempengaruhi keberhasilan usahatani ?
  • Bagaimana solusi masalah yang dihadapi dalam usahatani ?
  • Seperti apa contoh masalah yang terjadi di lapangan beserta solusi bagi pelaksana usahatani ?
1.3              Tujuan
  1. Untuk mengindetifikasi permasalahan usahatani di Desa Bayaserta
  2. Untuk mengetahui Faktor – Faktor yang dapat mempengaruhi keberhasilan usahatani
  3. Untuk mengetahui alternatif pemecahannya dalam  sistem usahtani di Desa Baya,
  4. Untuk mendapatkan hasil yang diharapkan yaitu berkembangnya sistim agribisnis di pedesaan dan meningkatnya  pendapatan dan kesejateraan petani.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1       Permasalahan dalam Usaha Tani
Usahatani merupakan satu-satunya ujung tombak pembangunan nasional yang mempunyai peran penting. Upaya mewujudkan pembangunan nasional bidang pertanian (agribisnis) masa mendatang merupakan sejauh mungkin mengatasi masalah dan kendala yang sampai sejauh ini belum mampu diselesaikan secara tuntas sehingga memerlukan perhatian yang lebih serius. Satu hal yang sangat kritis adalah bahwa meningkatnya produksi pertanian (agribisnis) atau ourput selama ini belum disertai dengan meningkatnya pendapatan dan kesejahteraan petani secara signifikan dalam usahataninya. Petani sebagai unit agribisnis terkecil belum mampu meraih nilai tambah yang rasional sesuai skala usahatani terpadu (integrated farming system). Oleh karena itu persoalan membangun kelembagaan (institution) di bidang pertanian dalam pengertian yang luas menjadi semakin penting, agar petani mampu melaksanakan kegiatan yang tidak hanya menyangkut on farm bussiness saja, akan tetapi juga terkait erat dengan aspek-aspek off farm agribussinessnya (Tjiptoherijanto, 1996).
Jika ditelaah, walaupun telah melampaui masa-masa kritis krisis ekonomi nasional, saat ini sedikitnya kita masih melihat beberapa kondisi yang dihadapi dalam usahatani petani kita di dalam mengembangkan kegiatan usaha produktifnya, yaitu :
  • Kecilnya skala Usaha Tani.
Di Indonesia, masih sangat kecil sekali Usaha tani, sehingga menyebabkan kurangnya efisien produksi. Hal-hal yang harus ditempuh untuk mengatasi hal tersebut yaitu melalui pendekatan kerja sama kelompok (Adiwilaga, 1982).
  • Langkanya permodalan untuk pembiayaan usahatani.
Kemampuan petani untuk membiayai usahataninya sangat terbatas sehingga produktivitas yang dicapai masih di bawah produktivitas potensial. Mengingat keterbatasan petani dalam permodalan tersebut dan rendahnya aksesibilitas terhadap sumber permodalan formal, maka dilakukan pengembangkan dan mempertahankan beberapa penyerapan input produksi biaya rendah (Low cost production) yang sudah berjalan ditingkat petani. Selain itu, penanganan pasca panen dan pemberian kredit lunak serta bantuan langsung dari masyarakat kepada petani sebagai pembiaayan usaha tani memang sudah sepantasnya terlaksana (Fadholi, 1981).
  • Kurangnya Rangsangan.
Perasaan ketidakmerataan dan ketidakadilan akses pelayanan usahatani kepada penggerak usahatani (access to services) sebagai akibat kurang diperhatikannya rangsangan bagi penggerak usahatani tersebut dalam tumbuhnya lembaga-lembaga sosial (social capital). Kurangnya rangsangan menyebabkan tidak adanya rasa percaya diri (self reliances) pada petani pelaku usahatani akibat kondisi yang dihadapi. Sebaiknya, untuk menghasilkan output seperti yang diharap, penggerak usahatani seperti petani berhak mendapat pengetahuan atau rangsangan yang lebih terhadap tumbuhnya lembaga-lembaga yang merupakan salah satu jalan usahatani dapat berkembang dan berjalan dengan baik (Fadholi, 1981).
  • Masalah Transformasi dan Informasi.
Pelayanan publik bagi adaptasi transformasi dan informasi terutama untuk petani pada kenyataannya sering menunjukkan suasana yang mencemaskan. Di satu pihak memang terdapat kenaikan produksi, tetapi di lain pihak tidak dapat dihindarkan akan terjadinya pencemaran lingkungan, yaitu terlemparnya tenaga kerja ke luar sektor pertanian yang tidak tertampung dan tanpa keahlian dan ketrampilan lain. Dapat juga terjadi ledakan hama tanaman karena terganggunya keseimbangan lingkungan dan sebagainya akibat dari kurangnya informasi mengenai hal tersebut. Sedangkan untuk mengatasi masalah transformasi dan informasi harga karena belum adanya kemitraan, maka diusahakan pemecahannya melalui temu usaha atau kemitraan antara petani dengan pengusaha yang bergerak di bidang pertanian serta penanganan pemasaran melalui Sub Terminal Agribisnis (STA). Khusus untuk pembelian gabah petani sesuai harga dasar setiap tahun dicairkan dana talangan kepada Lembaga Usaha Ekonomi Pedesaan (LUEP) (Fadholi, 1981).
  • Luasan Usaha yang Tidak Menguntungkan.
Secara klasik sering diungkapkan bahwa penyebab utama ketimpangan pendapatan dalam pertanian adalah ketimpangan pemilikan tanah. Hal ini adalah benar, karena tanah tidak hanya dihubungkan dengan produksi, tetapi juga mempunyai hubungan yang erat dengan kelembagaan, seperti bentuk dan birokrasi dan sumber-sumber bantuan teknis, juga pemilikan tanah mempunyai hubungan dengan kekuasaan baik di tingkat lokal maupun di tingkat yang lebih tinggi. Luas lahan sawah cendrung berkurang setiap tahunnya akibat adanya alih fungsi lahan yang besarnya rata-rata 166 Ha per tahun. Pemilikan lahan sawah yang sempit dan setiap tahunnya yang cendrung mengalami pengurangan maka peningkatan produksi pertanian dilaksanakan melalui usaha intensifikasi dan diversifikasi pertanian (Fadholi, 1981).
  • Belum Mantapnya Sistem dan Pelayanan Penyuluhan.
Peran penyuluh pertanian dalam pembangunan masyarakat pertanian sangatlah diperlukan. Dalam arti bahwa peran penyuluh pertanian tersebut bersifat ‘back to basic’, yaitu penyuluh pertanian yang mempunyai peran sebagai konsultan pemandu, fasilitator dan mediator bagi petani. Dalam perspektif jangka panjang para penyuluh pertanian tidak lagi merupakan aparatur pemerintah, akan tetapi menjadi milik petani dan lembaganya. Untuk itu maka secara gradual dibutuhkan pengembangan peran dan posisi penyuluh pertanian yang antara lain mencakup diantaranya penyedia jasa pendidikan (konsultan) termasuk di dalamnya konsultan agribisnis, mediator pedesaan, pemberdaya dan pembela petani, petugas profesional dan mempunyai keahlian spesifik (Fadholi, 1981).
  • Lemahnya Tingkat Teknologi.
Produktifitas tenaga kerja yang relatif rendah (productive and remmunerative employment) merupakan akibat keterbatasan teknologi, keterampilan untuk pengelolaan sumberdaya yang effisien. Sebaiknya dalam pengembangan komoditas usahatani diperlukan perbaikan dibidang teknologi. Seperti contoh teknologi budidaya, teknologi penyiapan sarana produksi terutama pupuk dan obat-obatan serta pemacuan kegiatan diversifikasi usaha yang tentunya didukung dengan ketersediaan modal (Fadholi, 1981).
  • Aspek sosial dan ekonomi, yang berkaitan dengan kebijakan bagi petani
Permasalahan sosial yang juga menjadi masalah usahatani di Indonesia yaitu masalah-masalah pembangunan pertanian di negara-negara yang sedang berkembang bukan semata-mata karena ketidaksiapan petani menerima inovasi, tetapi disebabkan oleh ketidakmampuan perencana program pembangunan pertanian menyesuaikan program-program itu dengan kondisi dari petani-petani yang menjadi “klien” dari program-program tersebut. Kemiskinan adalah suatu konsep yang sangat relatif, sehingga kemiskinan sangat kontekstual. Agar bantuan menjadi lebih efektif untuk memperkuat perekonomian petani-petani miskin, pertama-tama haruslah menemukan di mana akar permasalahan itu terletak, disamping akar permasalahan itu sendiri (Kasryno, 1984).
2.2       Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Usahatani
Menurut Fadholi (1991), faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan usahatani digolongkan menjadi dua, yaitu :
2.2.1.      Faktor intern (faktor-faktor pada usahatani itu sendiri), yang terdiri dari :
  • Petani Pengelola
Petani adalah setiap orang yang melakukan usaha untuk memenuhi sebagian atau seluruh kebutuhan hidupnya di bidang pertanian dalam arti luas yang meliputi usaha tani pertanian, peternakan, perikanan, dan pemungutan hasil laut. Petani tersebut bertanggung jawab tehadap pengelolaan usahatani yang ia lakukan, apabila petani dapat melakukan pengelolaan secara baik maka usahatani yang ia lakukan juga dapat berkembang dengan baik, dan sebaliknya. Pengelolaan usahatani itu juga tergantung dari tingkat pendidikan petani sendiri dan bagaimana cara ia memanfaatkan berbagai faktor produksi yang ada untuk digunakan secara efektif dan efisien agar mendapatkan keuntungan yang maksimal. Jadi disini petani berperan penting sebagai pengambil keputusan dan kebijakan dari usahatani yang dilakukan.
  • Tanah Usahatani
Tanah sebagai harta produktif adalah bagian organis rumah tangga tani. Luas lahan usahatani menentukan pendapatan, taraf hidupnya, dan derajat kesejahteraan rumah tangga tani. Tanah berkaitan erat dengan keberhasilan usaha tani dan teknologi modern yang dipergunakan. Untuk mencapai keuntungan usaha tani, kualitas tanah harus ditingkatkan. Hal ini dapat dicapai dengan cara pengelolaan yang hati-hati dan penggunaan metode terbaik.
Pentingnya faktor produksi tanah, bukan saja dilihat dari segi luas atau sempitnya lahan, tetapi juga segi yang lain, misalnya aspek kesuburan tanah, macam penggunaan lahan (tanah sawah, tegalan, dan sebagainya) dan topografi (tanah dataran pantai, rendah dan dataran tinggi).
Kemampuan tanah untuk pertanian penilaiannya didasarkan kepada:
  1. Kemampuan tanah untuk ditanami dengan berbagai jenis tanaman. Makin banyak tanaman makin baik.
  2. Kemampuan untuk berproduksi. Makin tinggi produksi per satuan luas makin baik.
  3. Kemampuan untuk berproduksi secara lestari, makin sedikit pengawetan tanah makin baik.
  • Tenaga Kerja
Tenaga kerja adalah energi yang di curahkan dalam suatu proses kegiatan untuk menghasilkan suatu produk. Pembicaraan mengenai tenaga kerja dalam pertanian di Indonesia harus dibedakan ke dalam persoalan tenaga kerja dalam usahatani kecil-kecilan (usahatani pertanian rakyat) dan persoalan tenaga kerja dalam perusahaan pertanian yang besar-besar yaitu perkebunan, kehutanan, peternakan dan sebagainya.
Dalam usahatani skala kecil sebagian besar tenaga kerja berasal dari keluarga petani sendiri yang terdiri atas ayah sebagai kepala keluarga, istri dan anak-anak petani. Anak-anak berumur 12 tahun misalnya sudah dapat merupakan tenaga kerja yang produktif bagi usahatani. Tenaga kerja yang berasal dari keluarga petani ini merupakan sumbangan keluarga pada produksi pertanian secara keseluruhan dan tidak pernah dinilai dalam uang. Peran anggota keluarga tani dalam mengelola kegiatan usahatani bersama dapat mengurangi biaya pengeluaran untuk membayar tenaga kerja sewa.
Berbeda dengan usahatani dalam skala besar, tenaga kerja memegang peranan yang penting karena tenga kerja yang ada memiliki skill/keahlian tertentu dan berpendidikan sehingga mampu menjalankan usahatani yang ada dengan baik, tentu saja dengan seorang pengelola (manager) yang juga memiliki keahlian dalam mengembangkan usahatani yang ada.
  • Modal
Seringkali dijumpai adanya pemilik modal besar yang mampu mengusahakan usahataninya dengan baik tanpa adanya bantuan kredit dari pihak lain. Golongan pemilik modal yang kuat ini sering ditemukan pada petani besar, petani kaya dan petani cukupan, petani komersial atau pada petani sejenisnya. Sebaliknya, tidak demikian halnya pada petani kecil. Golongan petani yang diklasifikasikan sebagai petani yang tidak bermodal kuat yaitu petani kecil, petani miskin, petani tidak cukupan dan petani tidak komersial. Karena itulah mereka memerlukan kredit usahatani agar mereka mampu mengelola usahataninya dengan baik.
Kredit usaha tani adalah kredit modal kerja yang disalurkan melalui koperasi/KUD dan LSM, untuk membiayai usaha tani dalam intensifikasi tanaman padi, palawija dan hortikultura. Kredit program ini dirancang untuk membantu petani yang belum mampu membiayai sendiri usaha taninya. Sistem penyaluran kredit ini dirancang sedemikian rupa agar dapat diakses secara mudah oleh petani, tanpa agunan dan prosedur yang rumit.
Bila tidak ada pinjaman yang berupa kredit usaha tani ini, maka mereka sering menjual harta bendanya atau sering mencari pihak lain untuk membiayai usahataninya itu.
  • Tingkat Teknologi
Kemajuan dan pembangunan dalam bidang apa pun tidak dapat dilepaskan dari kemajuan teknologi. Revolusi pertanian didorong oleh penemuan mesin-mesin dan cara-cara baru dalam bidang pertanian. Demikian pula “Revolusi Hijau” mulai tahun 1969/1970 disebabkan oleh penemuan teknologi baru dalam bibit padi dan gandum yang lebih unggul dibanding bibit-bibit yang dikenal sebelumnya.
Teknologi baru yang diterapkan dalam bidang pertanian selalu dimaksudkan untuk menaikkan produktivitas apakah ia produktivitas tanah, modal atau tenaga kerja. Dengan penggunaan teknologi yang lebih maju dari sebelumnya maka usahatani yang dilakukan dapat lebih efektif dan efisien, sehingga dapat memperoleh keuntungan maksimal dengan produktivitas yang tinggi.
Dalam menganalisa peranan teknologi baru dalam pembangunan pertanian kadang-kadang digunakan dua istilah lain yang sebenarnya berbeda namun dapat dianggap sama dan sering dipertukarkan karena keduanya menunjukkan pada soal yang sama yaitu perubahan teknik (technical change) dan inovasi (innovation). Istilah perubahan teknik jelas menunjukkan unsur perubahan suatu cara baik dalam produksi maupun dalam distribusi barang-barang dan jasa-jasa yang menjurus ke arah perbaikan dan peningkatan produktivitas. Inovasi berarti pula suatu penemuan baru yang berbeda dari yang sudah ada atau yang sudah dikenal sebelumnya. Inovasi selalu bersifat baru.
Namun, teknologi juga dapat menjadi kendala usahatani karena sulitnya penerimaan petani terhadap teknologi baru dikarenakan ketidakpercayaannya pada teknologi tersebut, dan juga karena faktor budaya dari petani itu sendiri yang enggan menerima teknologi maupun inovasi.
Teknologi mempunyai sifat sebagai berikut :
a)      Tingkat keuntungan relatif dari inovasi tersebut. Semakin tinggi tingkat keuntungan relatif semakin cepat pula teknologi tersebut diterima oleh masyarakat.
b)      Tingkat kesesuaian dengan nilai-nilai yang ada dalam masyarakat. Semakin tinggi tingkat kesesuaian dengan nilai-nilai yang ada dalam masyarakat, semakin cepat pula inovasi tersebut di terima.
c)      Tingkat kerumitan (complexity) dari inovasi yang akan disebarkan. Semakin tinggi tingkat kerumitan dari inovasi, semakin sulit diterima masyarakat.
d)     Tingkat mudah diperagakan (triability) dari inovasi yang akan disebarkan. Semakin tinggi tingkat kemudahan diperagakan dari inovasi yang akan disebarkan, semakin mudah inovasi itu diterima masyarakat.
e)      Tingkat kemudahan dilihat dari hasilnya (observability). Semakin tinggi tingkat observability semakin mudah inovasi tersebut diterima oleh masyarakat.
  • Kemampuan Petani Mengalokasikan Penerimaan Keluarga
Hasil dari usahatani skala keluarga merupakan penerimaan keluarga yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan keluarga tersebut dan juga menyambung kembali keberlangsungan usahatani mereka. Jika seorang petani dapat mengelola penerimaan usahataninya dengan baik maka kebutuhan keluarganya dan usahataninya dapat tercukupi, sebaliknya jika tidak mampu mengelola dan mengalokasikan penerimaan keluarga dari hasil usahatani maka kebutuhannya tidak dapat tercukupi dengan baik.
  • Jumlah Keluarga
Jumlah keluarga berhubungan dengan banyak sedikitnya potensi tenaga kerja yang tersedia di dalam keluarga. Dalam usahatani skala kecil sebagian besar tenaga kerja berasal dari keluarga petani sendiri yang terdiri atas ayah sebagai kepala keluarga, istri dan anak-anak petani. Semakin banyak jumlah keluarga produktif yang mampu membantu usahatani maka biaya tenaga kerja pun semakin banyak berkurang. Dan biaya tersebut dapat dialokasikan untuk keperluan lain.
2.2.2.                  Faktor ekstern (faktor-faktor di luar usahatani), antara lain :
  • Tersedianya Sarana Transportasi dan Komunikasi
Sarana transportasi dalam usahatani tentu saja sangat membantu dan mempengaruhi keberhasilan usahatani, misalnya dalam proses pengangkutan saprodi dan alat-alat pertanian, begitu juga dengan distribusi hasil pertanian ke wilayah-wilayah tujuan pemasaran hasil tersebut, tanpa adanya transportasi maka proses pengangkutan dan distribusi akan mengalami kesulitan.
Begitu pula dengan ketersediaan sarana komunikasi, pentingnya interaksi sosial dan komunikasi baik antara petani dan petani, petani dan kelembagaan, serta petani dan masyarakat diantaranya dapat meningkatkan kualitas SDM petani, mengembangkan pola kemitraan, mengembangkan kelompok tani melalui peningkatan kemampuan dari aspek budidaya dan aspek agribisnis secaa keseluruhan, memperkuat dan melakukan pembinaan terhadap seluruh komponen termasuk petani melalui peningkatan fasilitas, kerja sama dengan swasta, pelayanan kredit dan pelatihan. Jika sarana komunikasi dalam berusahatani kurang mencukupi maka perkembangan usahatani dan petani yang menjalankan kurang maksimal karena ruang lingkup interaksi sosialnya sempit.
  • Aspek-Aspek Yang Menyangkut Pemasaran Hasil dan Bahan-Bahan Usahatani (harga hasil, harga saprodi dan lain-lain)
Harga hasil produksi usahatani mempengaruhi keuntungan yang didapat, semakin tinggi hasil produksi dan semakin mahal harganya maka keuntungan dari usahatani pun semakin tinggi pula, namun harga saprodi juga mempengaruhi penerimaan hasil secara keseluruhan Karena harga saprodi merupakan modal utama dalam berusahatani entah itu harga alat-alat pertanian, bahan-bahan utama seperti benih, bibit, pupuk, dan obat-obatan dan sebagainya. Maka perhitungan, analisis dan pengelolaan/pengalokasian dana yang baik akan mempengaruhi hasil yang didapat dalam berushatani.
  • Fasilitas Kredit
Kredit adalah modal pertanian yang yang diperoleh dari pinjaman. Pentingnya peranan kredit disebabkan oleh kenyataan bahwa secara relatif memang modal merupakan faktor produksi non-alami (buatan manusia) yang persediannya masih sangat terbatas terutama di negara-negara yang sedang berkembang. Lebih-lebih karena kemungkinan yang sangat kecil untuk memperluas tanah pertanian.
Perlunya fasilitas kredit :
ü  Pemberian kredit usahatani dengan bunga yang ringan perlu untuk memungkinkan petani melakukan inovasi-inovasi dalam usahataninya.
ü  Kredit itu harus bersifat kredit dinamis yang mendorong petani untuk menggunakan secara produktif dengan bimbingan dan pengawasan yang teliti.
ü  Kredit yang diberikan selain merupakan bantuan modal juga merupakan perangsang untuk menerima petunjuk-petunjuk dan bersedia berpartisipasi dalam program peningkatan produksi
ü  Kredit pertanian yang diberikan kepada petani tidak perlu hanya terbatas pada kredit usahatani yang langsung diberikan bagi produksi pertanian tetapi harus pula mencakup kredit-kredit untuk kebutuhan rumah tangga (kredit konsumsi).
Adapun lembaga-lembaga kredit yang ada di Indonesia bagi masyarakat tani dapat digolongkan sebagia berikut :
ü  Bank yang meliputi Bank Desa, Lumbung Desa dan Bank Rakyat Indonesia
ü  Perusahaan Negara Pegadaian
ü  Koperasi-Koperasi Desa dan Koperasi Pertanian (Koperta)
Dengan adanya fasilitas kredit dari pemerintah kepada para petani maka diharapkan usahatani dapat terus dilakukan dan dikembangkan tanpa adanya kesulitan modal tapi dengan kredit bunga ringan.
  • Sarana Penyuluhan Bagi Petani
Penyuluh memberikan jalan kepada petani untuk mendapatkan kebutuhan informasi tentang cara bertani atau teknologi baru untuk meningkatkan produksi, pendapatan dan kesejahteraannya. Selain itu, penyuluh juga memberikan pendidikan dan bimbingan yang kontinyu kepada petani.
Dalam proses peningkatan teknologi dan penyebaran inovasi pada masyarakat, penyuluh berfungsi sebagai pemrakarsa yang tugas utamanya membawa gagasan-gagasan baru. Beberapa peranan yang harus dilakukan penyuluh agar proses peningkatan teknologi dan penyebaran inovasi dapat berjalan efektif adalah :
a)      Menumbuhkan kebutuhan untuk berubah.
b)      Membangun hubungan untuk perubahan. Hubungan ini tentunya harus terbina diantara sasaran perubahan (klien) dan penyuluh.
c)      Diagnosa dan penjelasan masalah yang dihadapi oleh klien. Gejala-gejala dari masalah yang dihadapi haruslah diketahui dan dirumuskan menjadi maslah bersama sasaran perubahan.
d)     Mencari alterntif pemecahan masalah. Selain itu tujuan dari perubahan harus juga ditetapkan dan tekad untuk bertindak harus ditumbuhkan.
e)      Mengorganisasikan dan menggerakkan masyarakat ke arah perubahan.
f)       Perluasan dan pemantapan perubahan.
g)      Memutuskan hubungan antara klien dan penyuluh untuk perubahan itu. Hal itu diperlukan untuk mencegah timbulnya sikap kertergantungan masyarakat pada penyuluh
Penyuluh disini bersifat membantu agar kebutuhan informasi yang berhubungan dengan pertanian dapat tesalurkan dengan baik ke petani-petani, serta untuk meningkatkan teknologi dan inovasi petani tradisional menjadi lebih modern.
Menurut Soekartawi (2002), untuk mendukung keberhasilan pengembangan dan pembangunan petani, aspek yang akan berperan adalah :
  1. Aspek sumberdaya (faktor produksi)
  2. Aspek kelembagaan
  3. Aspek penunjang pembangunan pertanian
Bila uraian tersebut di atas dikaji/ditelaah lebih mendalam, maka keberhasilan usahatani tidak terlepas dari :
1. Syarat mutlak (syarat pokok pembangunan pertanian), yang terdiri dari :
  • Pasaran untuk hasil-hasil usahatani
  • Teknologi yang selalu berubah
  • Tersedianya bahan-bahan produksi dan peralatan secara local
  • Perangsang produksi bagi para petani
  • Pengangkutan (transportasi)
2. Faktor pelancar pembangunan pertanian, yang terdiri dari :
  • Pendidikan pembangunan
  • Kredit produksi
  • Kegiatan gotong royong oleh para petani
  • Perbaikan dan perluasan tanah/lahan pertanian
  • Perencanaan nasional untuk pembangunan pertanain
(Mosher, 1965)
2.3     Contoh Pengalaman di Lapangan Mengenai  Masalah dalam Usaha Tani dan Solusinya.
Sebagian dari wilayah Kabupaten Lombok Timur tepatnya di Kecamatan Sembalun yang terletak di sekitar kaki Gunung Rinjani termasuk zone agroekologi lahan kering dataran tinggi dengan ketinggian antara  700 – 1300  mdpl.  Mengingat kondisi tersebut maka kendala yang  sering dihadapi  oleh petani di wilayah tersebut adalah  aspek sosial ekonomi usahatani tanaman padi, yang menjadi dasar pertimbangan untuk dikaji lebih jauh dan bagaimana upaya atau solusi pemecahannya. Tujuan pengkajian adalah untuk mengetahui kendala sosial ekonomi dan upaya pemecahannya. Kendala sosial ekonomi usahatani  padi yang terjadi antara lain yaitu :
  1. Biaya pengolahan tanah usahatani padi relatif mahal.
Pengolahan tanah di desa Sajang dilakukan dengan menggunakan tenaga ternak sapi. Biaya pengolahan tanah relatif mahal yaitu mencapai Rp 50.000/pasang/hari. Untuk membajak lahan 1 ha membutuhkan 6 pasang sapi selama 2 (dua) hari.  Sehingga apabila ditotal maka jumlah biaya pengolahan tanah untuk lahan 1 ha sebesar Rp 600.000 belum termasuk biaya makan dan minum. Tiap satu pasang sapi minimal membutuhkan 2 (dua) orang tenaga manusia. Tingginya biaya pengolahan tanah disebabkan semakin terbatasnya tenaga kerja ternak sapi.  Untuk mengatasi permasalahan tersebut maka alternatif pemecahan masalah  adalah pola kemitraan sapi dengan pola kadasan kepada penggarap sekaligus dapat digunakan sebagai tenaga olah tanah.
  1. Biaya modal usaha relatif tinggi.
Modal usaha petani untuk tanaman pangan diketahui relatif sangat terbatas. Keterbatasan modal tersebut menyebabkan petani meminjam modal kepada rentenir, bank rontok (pelepas uang) dan pengijon. Petani tidak mempunyai akses kepada lembaga keuangan baik lembaga formal maupun non formal. Lembaga keuangan non formal pedesaan seperti koperasi tani, koperasi simpan pinjam, dan sebagainya masih belum ada. Lembaga keuangan formal yang memberikan skim kredit pertanian kepada petani juga belum ada. Keadaan tersebut dengan terpaksa petani harus mengambil kredit kepada rentenir dan pelepas uang untuk modal usahataninya meskipun dengan bunga yang tinggi.  Akibatnya biaya modal usaha relatif tinggi.
Salah satu solusi masalah tersebut adalah  membangun kelembagaan non formal dari kelompok yang sudah ada  dengan kesepakatan atau sebagai dasar untuk mengikat para petani untuk andil dalam pengembangan modal usaha.
  1. Ketersediaan informasi alternatif usahatani yang menguntungkan relatif terbatas.
Secara umum petani tidak mempunyai kemampuan untuk menentukan pilihan usahatani pangan yang menguntungkan. Hal tersebut disebabkan karena ketersediaan informasi alternatif usahatani tanaman pangan yang menguntungkan relatif terbatas. Keterbatasan tersebut disebabkan oleh  kemampuan petani, informasi inovasi dan perencanaan pola tanam pada usahatani tanaman pangan yang lemah. Peluang pengembangan tanaman pangan dengan memanfaatkan sumberdaya air hujan yang terbatas melalui penerapan pola tanam belum dimanfaatkan petani. Akibatnya strategi ketahanan pangan rumahtangga petani sangat lemah.
Solusi menghadapi permasalaha tersebuut yaitu dengan membangun lembaga pendataan bisnis pertanian di pedesaan sehingga dengan adanya lembaga ini dapat menyiapkan segala informasi yang dibutuhkan oleh petani.
  1. Biaya transportasi  komoditi pertanian dan input relatif mahal.
Biaya pemasaran hasil komoditi pertanian relatif mahal. Tingginya biaya pemasaran ini disebabkan ketersediaan jalan usahatani sangat terbatas. Kondisi jalan desa sebagian besar rusak, sarana transportasi relatif terbatas. Prasarana dan saranan transportasi yang terbatas menyebabkan biaya angkut saprodi dan hasil usahatani relatif mahal. Sementara sarana pasar desa yang dapat meningkatkan dinamika pemasaran hasil pertanian belum tersedia. Sarana produksi  di kota kecamatan Sembalun. Demikian halnya hasil pertanian dari desa Sajang sebagian besar dijual ke pasar kecamatan Sembalun. Biaya angkut saprodi maupun hasil pertanian bervariasi antara Rp 5.000 –  Rp 10.000/kw tergantung jarak tempuh. Sedangkan biaya angkut input dari rumah ke lahan usahatani dan biaya angkut hasil pertanian dari lahan ke rumah rata-rata Rp. 5.000/kw.
Langkah untuk mengatasi masalah di atas  adalah dengan membangun jalan usahatani  dari hutan cadangan pangan (HCP) ke desa sehingga biaya angkut hasil pertanian dapat ditekan dan harga jual hasil pertanian dapat ditingkatkan dengan adanya jalan pintas tersebut.
  1. Kemampuan petani untuk mengakses lembaga keuangan formal sangat terbatas.
Kemampuan petani untuk mengakses lembaga keuangan formal sangat terbatas. Hal ini disebabkan prosedur yang sulit dan keterbatasan sumberdaya yang dimiliki petani sehingga tidak ada jaminan yang dapat digunakan sebagai agunan untuk meminjam uang di bank. Selain itu kepercayaan bank kepada petani relatif rendah. Hal ini disebabkan adanya sebagian petani yang menganggap apabila diberi pinjaman pemerintah maka pinjaman tersebut dianggap sebagai pemberian yang tidak harus dikembalikan.
Untuk mengatasi anggapan petani tersebut adalah dengan menumbuh-kembangkan inovasi modal sosial. Sedangkan untuk mengatasi kesulitan mengakses lembaga keuangan formal maka alternatif pemecahannya adalah dengan membangun kelembagaan non formal di pedesaan.
2.4    Contoh Pengalaman di Lapangan Mengenai keberhasilan dalam Usahatani
            Desa Junrejo Kabupaten Malang terdapat seseorang yang merintis usahanya dalam bidang pertanian mulai dari posisi yang sangat bawah. Kebanyakan orang usaha dalam pertanaian hanya memandang bahwa, saat kita menjadi buruh tani maka selamanya akan menjadi buruh tani. Namun hal itu tidak terjadi pada Pak Badu, beliau merintis usahanya dengan memulai menjadi buruh tani bagi tuannya. Uang hasil jerih payahnya disisihkan sedikit demi sedikit sehingga beliau mulai membeli sepetak tanah hanya luasan yang sangat kecil. Namun dengan berjalannya waktu dia tidak lagi menjadi buruh tani, melainkan menjadi petani yang sukses. Beliau saat ini memeliki tanah seluas lebih dari satu hektar. Beliau saat ini memiliki komoditas yang bermacam – macam dan dengan berkala dia menjualnya di pasar Batu. Hal ini juga didorong dari kemajuan teknologi yang mendorong semakin meningkatkan keuntungannya. Keberhasilannya juga tidak lepas dari dorongan keluarganya.
BAB III
KESIMPULAN
  1. Permasalahan dalam Usaha Tani
  • Kecilnya skala Usaha Tani.
  • Kurangnya Rangsangan
  • Aspek sosial dan ekonomi, yang berkaitan dengan kebijakan bagi petani
  • Langkanya permodalan untuk pembiayaan usahatani
  • Masalah Transformasi dan Informasi
  • Luasan Usaha yang Tidak Menguntungkan
  • Belum Mantapnya Sistem dan Pelayanan Penyuluhan
  • Lemahnya Tingkat Teknologi
  1. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Usahatani
2.1. Faktor intern (faktor-faktor pada usahatani itu sendiri)
  • Petani Pengelola
  • Tanah Usahatani
  • Tenaga Kerja
  • Modal
  • Tingkat Teknologi
  • Kemampuan Petani Mengalokasikan Penerimaan Keluarga
  • Jumlah Keluarga
2.2. Faktor ekstern (faktor-faktor di luar usahatani)
  • Tersedianya Sarana Transportasi dan Komunikasi
  • Aspek-Aspek Yang Menyangkut Pemasaran Hasil dan Bahan-Bahan Usahatani (harga hasil, harga saprodi dan lain-lain)
  • Fasilitas Kredit
  • Sarana Penyuluhan Bagi Petani




DAFTAR PUSTAKA

Adiwilaga, Anwas. 1982. Ilmu Usahatani. Bandung : Penerbit Alumni.
Fadholi, Hermanto. 1981. Bahan Bacaan Pengantar Ekonomi Pertanian. Bogor : Pendidikan Guru Kejuruan Pertanian Fakultas Politeknik Pertanian Bogor
Kasryno, Faisal. 1984. Prospek Pengembangan Ekonomi Pedesaan Indonesia. Jakarta : Yayaysan Obor Indonesia.
Soekartawi. 2002. Prinsip Dasar Ekonomi Pertanian. Teori dan Aplikasi. Edisi Revisi. Raja Grafindo Persada. Jakarta
Tjiptoherijanto, Prijono, 1996. Sumber Daya Manusia dalam Pembangunan Nasional. Jakarta : Lembaga Penerbit FEUI
Yuswita, Effy. Dkk. 2010. Modul 2 Kuliah Usahatani. Malang : Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Universitas Pertanian

Unsur-Unsur Pokok Usaha Tani





PENDAHULUAN
Ilmu usahatani merupakan cabang ilmu pertanian. Pengertinan usahatani telah didefinisikan oleh beberapa ahli ekonomi pertanian. Pengertian usahatani menurut Mubiyarto ( 1987 ) adalah lebih ke pertanian rakyat.
Mosher ( 1968 ) mengartikan usahatani sebagai himpunan dari sumber-sumber alam yang ada di tempat itu yang diperlukan untuk produksi pertanian seperti tanah dan air, perbaikan – perbaikan yang dilakukan atas tanah itu, sinar matahari, bangunan – bangunan yang didirikan di atas tanah itu dan sebagainya.
Menurut Soekartawi ( 1995 ) usahatani merupakan ilmu yang mempelajari bagaimana seorang petani mengalokasikan sumber daya yang ada secara efektif dan efisien untuk memperoleh keuntungan yang tinggi pada waktu tertentu.
Ditinjau dari beberapa pengertian di atas tentunya ilmu usahatani sangat penting dalam ilmu pertanian. Dan untuk memaksimalkan dalam pengelolaan usahatani itu sendiri diperlukan unsur-unsur pokok yang merupakan faktor – faktor utama dalam usahatani. Unsur – unsur pokok tersebut sering disebut faktor produksi ( input ). Proses produksi pertanian adalah proses yang mengkombinasikan faktor – faktor produksi pertanian untuk menghasilkan produksi pertanian ( output ).
Soekartawi ( 1987 ) menjelaskan bahwa tersedianya sarana atau faktor produksi       (input) belum berarti produktifitas yang diperoleh petani akan tinggi. Namun bagaiman petani melakukan usahanya secara efisien adalah upaya yang sangat penting. Efisiensi teknis akan tercapai bila petani mampu mengalokasikan faktor produksi sedemikian rupa sehingga produksi tinggi tercapai. Bila petani mendapat keuntungan besar dalam usahataninnya dikatakan bahwa alokasi faktor produksi efisien secara alokatif. Cara ini dapat ditempuh dengan membeli faktor produksi pada harga murah dan menjual hasil pada harga relatif tinggi. Bila petani mampu meningkatkan produksinya dengan harga sarana produksi dapat ditekan tetapi harga jual tinggi, maka petani tersebut melakukan efisiensi teknis dan efisiensi harga atau melakukan efisiensi ekonomi.
PEMBAHASAN
1. Faktor – Faktor Produksi
1. Faktor Produksi lahan / Tanah
Tanah merupakan salah satu faktor produksi utama dalam usaha tani. Tanah mempunyai sifat luasnya relatif tetap namun permintaannya terus berkembang.hal ini menyebabkan harga tanah terus meningkat dari waktu ke waktu. Peningkatan Permintaan akan tanah tersebut akan menggeser fungsi lahan ke arah aktiviitas lebih menguntungkan. Hal ini menyebabkan terjadinya alih fungsi lahan pertanian ke penggunaan lainnya seperti untuk pemukiman industri dan jasa.untuk itulah diperlukan peran serta pemerintah untuk mengatur dan membuat kebijakan tentang pertanahan.
Dalam proses produksi pertanian, tanah sebagai salah satu faktor produksi utama dan merupakan sumber daya alam yang bersifat dapat diperbaharui, artinya keberadaan tanah yang jumlahnya relatif tetap tersebut bisa dimanfaatkan untuk proses produksi pertanian dengan tetap melakukan konservasi terhadap kesuburan tanahnya. Tanah sebagai sumberdaya alam dengan fungsinya yang jamak adalah unsur dan tumpuan harapan utama bagi kehidupan maupun kelangsungan hidup umat manusia. Tidak ada satu segi kehidupan manusia yang tidak berhubungan dengan tanah, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Tanah sebagai harta produktif adalah bagian organis rumah tangga tani. Luas lahan usahatani menentukan pendapatan, taraf hidup, dan derajat kesejahteraan rumah tangga tani.
Pengenalan fisik terhadap tanah dilihat dari berbagai sisi akan membuka peluang perbedaan tanah. Kita mengenal tanah untuk sawah, tegalan, hutan, dan lain-lain. Perbedaan tataguna lahan itu juga akan berpengaruh terhadap pengelolaan usahatani. Untuk pengelolaan tanah, derajat kemiringan tanah akan menuntut perbedaan biaya untuk tanah seperti terasiring, penanaman tanaman perlindungan, dan lain-lain.
Setiap bagian petak tanah dapat ditetapkan yang terbaik untuk apa. Kriteria dasar yang dipakai adalah persyaratan optimal untuk berbagai jenis tanaman dan persyaratan positif dan negatif dari penggunaan untuk pertanian. Kemampuan tanah untuk pertanian penilaiannya didasarkan kepada:
  1. Kemampuan tanah untuk ditanami dengan berbagai jenis tanaman. Makin banyak tanaman makin baik.
  2. Kemampuan untuk berproduksi. Makin tinggi produksi per satuan luas makin baik.
  3. Kemampuan untuk berproduksi secara lestari, makin sedikit pengawetan tanah makin baik.
Kelas kemampuan tanah dibedakan dalam 8 kelas. Faktor pokok yang menentukan kelas kemampuan tanah tersebut meliputi:
  1. Lereng
  2. Drainase
  3. Kedalaman tanah
  4. Tekstur bawah
  5. Konselerasi/derajat kelembaban
  6. Permeabilitas
  7. Resiko kebanjiran
Apabila tanah usahatani dipetakan dan dihubungkan dengan kelas kemampuannya, petani akan dengan mudah melakukan tindakan dalam mengolah tanah yang dikuasainya.
2. Faktor Produksi Tenaga Kerja
Tenaga kerja adalah energi yang di curahkan dalam suatu proses kegiatan untuk menghasilkan suatu produk. Petani adalah setiap orang yang melakukan usaha untuk memenuhi semua kebutuhan hidupnya dalam bidang pertanian. Petani mempunyai banyak fungsi dan kedudukan atas perannya:
a.  Petani sebagai pribadi
Sebagai pribadi yang diciptakan oleh Tuhan YME, petani juga manusia yang punya perasaan, cita-cita, dan kehendak untuk dihargai dan diakui oleh sesamanya. Petani sebagai pribadi sadar bahwa ia tidak sendiri di dunia ini. Ia mempunyai kepercayaan, keyakinan, serta kemampuan diri yang baka dalam dirinya, ataupun yang diperoleh selama kekayaan yang perlu dikenali oleh petani sebagai pribadi untuk dapat digerakkan dalam memainkan peran yang jamak, termasuk sebagai pengelola usahatani.
b.  Petani sebagai kepala keluarga
Sebagai kepala keluarga (bagi petani yang sudah menikah), petani harus bertanggung jawab terhadap pemenuhan kesejahteraan seluruh anggota keluarganya. Ini merupakan tugas yang cukup berat. Biasanya anggota keluarga lain membantu dalam mencari pertambahan nafkah dan dalam proses usahatani itu sendiri.
Dalam kondisi ini, petani perlu mengetahui total kebutuhan keluarga per tahun dan perinciannya per bulan bahkan per hari. Hal ini penting untuk dapat dijadikan dasar dalam menentukan pengelolaan usahataninya. Setidak-tidaknya untuk sasaran pemenuhan kebutuhannya.
Di bagian ini, petani harus mampu menghitung potensi tenaga yang tersedia di dalam keluarga, serta berapa yang telah digunakan secara riil. Hal ini penting agar mampu mengorganisir faktor kerja sebagai salah satu unsur usahatani.
c.  Petani sebagai guru
Petani sebagian besar masuk di dalam kelompok tani. Dalam kelompok ini berkembang sistem belajar diantara petani. Petani yang maju menjadi guru, tempat bertanya dari petani yang lain.
d.  Petani sebagai pengelola usaha tani
Dalam fungsi ini, petani berguna sebagai pengambil keputusan dalam mengorganisisr faktor-faktor produksi yang sesuai dengan pilihannya dari beberapa kebijakan produksi yang diketahui. Kebanyakan petani bukan memilih alternatif terbaik karena keterbatasan sumber yang dikusai, tetapi telah memilih selamat dan tidak menanggung resiko sebagai akibat salah dalam pengambilan keputusan.
e.  Petani sebagai warga sosial
Sebagai makhluk Tuhan, manusia petani tidak dapat hidup sendiri. Ia berkelompok di dalam keluarga, keluarga besar dan di masyarakat.  Sebagai pribadi, petani yang bermasyarakat akan loyal terhadap aturan bermasyarakat. Tetapi, bila loyalitas itu mundur, maka sangsi masyarakat akan berlaku. Hal itu biasanya, justru sangat ditakuti oleh warga kelompok, termasuk petani. Ada semacam keterikatan yang diberikan oleh kelompok dalam sistem masyarakat tersebut. Dari keduanya, antara petani dan masyarakat terdapat arus bolak balik antara keterikatan kelompok dengan integrasi (pembauran).
f.  Petani sebagai warga negara
Petani pribadi menyerahkan kekuasaannya kepada pemerintah Indonesia, melalui tatanan yang terendah (desa/RT/RW). Bukti penyerahan kekuasaan itu terwujud dalam pengakuan, seperti ikut pemilihan kepala desa, pemilu, diberikan KTP, dan lain-lain. Ada arus timbal balik dan keterikatan antara kekuasaan dan keterikatan.
Dalam pertanian masa depan, diharapkan petani menjadi petani sejati yang menguasai hak untuk memiliki keragaman hayati, hak untuk melestarikan, mengembangkan, saling tukar dan jual benih dan hak untuk mendapatkan makanan yang aman dan menyelamatkan. Dalam banyak kasus, sistem pertanian mereka kini dan dulu merupakan bentuk bentuk pertanian ekologis yang lebih canggih dan tidak destruktif serta tepat bagi kondisi kondisi lingkungan yang khusus.
3. Faktor Produksi Modal
Modal sebagai salah satu faktor produksi bisa dibedakan kedalam: modal tetap dan modal lancar. Modal tetap terkait dengan modal yang tidak bisa di ubah dalam jangka pendek, diantaranya tanah , alat alat pertanian , bangunan dan sebagainya. Sedangkan modal lancar adalah modall yang bisa diubah dalam jangka pendek seperti bibit, pupuk , dan obat obatan , tenaga kerja , dan sebagainya. Pelaksanaan usaha tani memerlukan modal sehingga tidak terlepas dari masalah pendanaan dan manajemen keuangan.
Sumber pembentukan modal dapat berasal dari milik sendiri, kredit dari bank, kredit dari koperasi, warisan, dari usaha lain, dan kontrak sewa. Modal dari kontrak sewa di atur menurut jangka  waktu tertentu sampai peminjam dapat mengembalikan, sehingga angsuran menjadi dan di kuasai pemilik modal.
4. Faktor  produksi managemen
Pengelolaan usahatani adalah kemampuan petani dalam merencanakan mengorganisir, mengarahkan, mengkoordinasi dan mengawasi factor produksi yang dikuasai sehingga mampu memberikan produksi seperti yang diharapkan.
Petani di pedesaan, pada umumnya belum memiliki pembukuan secara individu atas usahataninya, namun petani yang tergabung dalam kelompok tani perencanaan usahatani sering dilakukan secara kelompok, walaupun petani belum memiliki pembukuan secara individu.
Walaupun petani belum memiliki pembukuan secara individu atas usahataninya, namun biasanya petani mempunyai ingatan cukup kuat dan mempunyai kemampuan dalam mengelola usahataninya. Hal ini diantaranya disebabkan usahatani yang dijalankannya sudah biasa dia lakukan dan sudah merupakan warisan secara turun-temurun terutama untuk tanaman pangan.
Seperti telah diketahui, bahwa usahatani terdiri dari subsistem-subsistem yang saling berkaitan untuk meningkatkan kualitas usahatani, maka kemampuan petani dalam mengelola usahatani perlu ditingkatkan. Artinya para petani perlu ditingkatkan pemahamannya dan kemampuannya agar lebih bisa mempunyai akses pasar, permodalan, informasi, akses kesarana produksi, bahkan akses ke pengolahan hasil pertanian. Perlu penciptaan nilai tambah produk pertanian yang bisa dinikmati oleh petani
Untuk mengembangkan system agribisnis ini sangat diperlukan peran serta pemerintah, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Pengembangan usahatani kearah agribisnis memerlukan kemampuan manajemen usaha yang lebih baik.
STUDI KASUS PADA KOMODITAS PADI SRI DENGAN SISTEM ORGANIK
Dalam tataran umum, pertanian organik mengacu kepada prinsip-prinsip diantaranya meningkatkan dan menjaga kealamian lahan dan agro-ekosistem, menghindari eksploitasi berlebihan dan polusi terhadap sumber daya alam, meminimalisasi konsumsi dari energi dan sumber daya yang tidak dapat diperbaharui, menghasilkan nutrisi sehat dalam jumlah yang cukup, dan makanan berkualitas tinggi, memberikan pendapatan yang memadai dalam lingkungan kerja yang aman, selamat dan sehat, mengakui pengetahuan lokal dan sistem pertanian tradisional (kearifan lokal).
Dalam tataran praktis, pertanian organik mengacu kepada prinsip-prinsip diantaranya menjaga dan meningkatkan kesuburan jangka panjang dari tanah, memperkaya siklus bilogikal dalam pertanian, khususnya siklus makanan, memberikan pasokan nitrogen dengan penggunaan secara intensif tanaman yang memfiksasi nitrogen, perlindungan tanaman secara biologikal berdasarkan pada pencegahan daripada pengobatan, keragaman varietas tanaman dan spesies binatang, sesuai dengan kondisi lokal, penolakan pada pupuk kimia, pelindung tanaman, hormon dan pengatur tumbuh, pelarangan terhadap Rekayasa Genetika dan produknya, pelarangan dalam metoda bantuan pemrosesan dan kandungan yang berupa sintetis atau merugikan didalam pemrosesan makanan.
Kondisi alam, cuaca dan budaya masyarakat di Indonesia sangat mendukung sektor pertanian karena tanah Indonesia merupakan tanah yang sangat subur dan produktif sehingga pertanian memang cocok untuk terus dikembangkan. Namun demikian upaya peningkatan produksi instan melalui intensifikasi dengan penggunaan pupuk dan pestisida kimia  membuat kondisi tanah semakin rendah tingkat kesuburannya berakibat turunnya hasil produksi. Untuk mengatasinya para petani mengupayakannya dengan meningkatkan biaya produksi diantaranya berupa peningkatan penggunaan kuantitas dan kualitas benih, pupuk dan pestisida/insektisida. Pada awalnya penambahan biaya produksi ini bisa memberikan peningkatan kepada hasil pertanian, namun untuk selanjutnya tingkat produksi kembali menurun.
Oleh karena itu teroboson inovatif dalam upaya mengembalikan kembali kesuburan tanah dan produktifitas harus dilakukan. Pada saat ini ada harapan sebagai solusi terbaik bagi pertanian di Indonesia dalam peningkatan hasil produksi yaitu melalui pola pertanian dengan metoda SRI-Organik. Metode ini menekankan pada peningkatan fungsi tanah sebagai media pertumbuhan dan sumber nutrisi tanaman. Melalui sistem ini kesuburan tanah dikembalikan sehingga haur-daur ekologis dapat kembali berlangsung dengan baik dengan memanfaatkan mikroorganisme tanah sebagai penyedia produk metabolit untuk nutrisi tanaman. Melalui metode ini diharapkan kelestarian lingkungan dapat tetap terjaga dengan baik, demikian juga dengan taraf kesehatan manusia dengan tidak digunakannya bahan-bahan kimia untuk pertanian.
Pola pertanian padi SRI Organik (beras organik/organic rice) ini merupakan gabungan antara metoda SRI (System of Rice Intensification) yang pertamakali dikembangkan di Madagascar, dengan pertanian organik. Metode ini dikembangkan dengan beberapa prinsip dasar diantaranya pemberian pupuk organik, peningkatan pertumbuhan akar tanaman dengan pengaturan pola penanaman padi yaitu dengan jarak yang renggang, penggunaan bibit tunggal tanpa dilakukan perendaman lahan persawahan.
ANALISIS MENURUT FAKTOR-FAKTOR USAHA TANI
  1. FAKTOR PRODUKSI LAHAN
Pada penggunaan metode organik yang diterapkan pada komoditas Padi, secara otomatis nilai produksi pada lahan akan meningkat meskipun peningkatan itu secara perlahan. Hal ini dikarenakan pertanian organik menggunakan pupuk dan pestisida secara alami, dengan demikian kesuburan pada tanah akan meningkat, karena cadangan bahan makanan unrtuk biota tanah baik mikro maupun makro telah tersedia. Berbeda dengan penggunaan metode secara modern yang menggunakan bahan kimia, yang secara otomatis biota tanah  akan mati dan punah.
Dengan meningkatnya faktor produksi pada tanah maka akan menunjang tingkat produktifitas pada komoditas Padi, sehingga produksi padi saat panen akan meningkat. Dengan berjalannya waktu pada perubahan sistem modern menjadi organik, produksi akan semakin meningkat karena ditunjang semakin produktifitasnya lahan dan biota tanah yang pasti dimanfaatkan oleh tanaman.
  1. FAKTOR PRODUKSI TENAGA KERJA
. Untuk tenaga kerja, fakta yang terjadi di lapangan, pertanian organik menggunakan tenaga kerja lebih intensif dibanding pertanian konvensional terutama pada masa peralihan. Hal ini dikarenakan pengoptimalan penggunaan bahan-bahan alami di sekitar yang dikelola berdasarkan interaksi biologi dan ekologi, dimana prosesnya dilakukan sendiri dalam komunitas pertanian tersebut. Artinya bahan baku untuk asupan pertanian diperoleh dalam komunitas dengan cara membeli atau barter antar anggota komunitas. Ini dapat menekan biaya produksi yang dikeluarkan, tetapi memerlukan tenaga kerja yang intensif. Kalaupun biaya dikeluarkan untuk memperoleh asupan-asupan pertanian dan menggunakan tenaga kerja setempat, perputaran uang hanya terjadi pada komunitas tersebut dan secara tidak langsung menguatkan tatanan ekonomi dan sosial masyarakat komunitas.
Biaya tenaga kerja dapat dikurangi, dengan menerapkan metode pencegahan dalam budidayanya. Seperti metode tumpang sari dan rotasi tanaman dapat membantu dalam pengendalian hama dan penyakit tanaman. Pengurangan pengolahan tanah dengan menggunakan penggunaan jerami dari hasil panen, pemberian manur untuk menumbuhkan dan memperkaya kandungan materi organik tanah. Dengan memelihara alam, akhirnya alamlah yang akan memelihara budidaya kita dan memelihara kita.
  1. FAKTOR PRODUKSI MODAL
Rukmana (1997), mengemukakan bahwa benih yang bermutu tinggi yang berasal dari varietas unggul merupakan salah satu faktor penentu untuk memperoleh kepastian hasil usahatani padi organik. Berbagai benih varietas unggul padi dapat dengan mudah diperoleh ditoko-toko sarana produksi pertanian. Benih padi tersebut sudah dikemas dalam kantong plastik dan berlabel sertifikat sehingga petani tinggal menggunakannya. Namun kadang benih padi diproduksi sendiri oleh petani. Biji padi yang akan dijadikan benih diproses melalui tahap-tahap pengeringan, pemipilan, pengeringan ulang dan pengemasan sesuai dengan kaidah tata laksana pembenihan. Syarat benih jagung yang baik adalah: 1) daya tumbuh minimum 80%. 2) tidak keropos dan berlubang. 3) bebas dari hama dan penyakit 4) murni atau bebas dari campuran varietas lain. 5) berwarna seragam sesuai dengan warna asli suatu varietas. 6) ukuran biji seragam (Rukmana, 1997).
Menurut Marsono dan Sigit (2005), Pupuk sangat bermanfaat dalam menyediakan unsur hara yang kurang atau bahkan tidak tersedia ditanah untuk mendukung pertumbuhan tanaman. Manfaat utama dari pupuk yang berkaitan dengan sifat fisika tanah yaitu memperbaiki struktur tanah dari padat menjadi gembur. Pemberian pupuk organik, terutama dapat memperbaiki struktur tanah dengan menyediakan ruang pada tanah untuk udara dan air. Selain menyediakan unsur hara, pemupukan juga membantu mencegah kehilangan unsur hara yang cepat hilang seperti N, P, K yang mudah hilang oleh penguapan. Manfaat lain dari pupuk yaitu memperbaiki kemasaman tanah. Tanah yang masam dapat ditingkatkan pHnya menjadi pH optimum dengan pemberian kapur dan pupuk organik.
Modal tetap atau fixed costs (yang tidak secara langsung bergantung pada ukuran produksi) merupakan biaya yang dikeluarkan untuk membeli atau menyewa tanah, bangunan atau mesin-mesin atau bisa juga biaya yang disediakan untuk menggaji pekerja-pekerja tetap. Upah bagi buruh tani (termasuk bila menggunakan tenaga kerja keluarga) yang bekerja untuk pekerjaan-pekerjaan khusus (misalnya pada waktu panen) tergantung pada ukuran produksi. Ini disebut sebagai modal tidak tetap (variable costs), termasuk biaya yang dikeluarkan untuk membeli asupan (misalnya benih, manur, pestisida). Sebuah lahan bisa dikatakan layak secara ekonomi jika hasil yang didapat melampaui total modal tidak tetap dan penurunan nilai modal tetap. Hasil utamanya berupa uang yang diterima dari penjualan produk yang dihasilkan. Untuk memperhitungkan keuntungan lahan keluarga dan kegiatan-kegiatan lahan, penghematan pengeluaran untuk makan dan pendapatan yang diperoleh dari luar lahan (misalnya sebagai buruh upahan atau dari kegiatan usaha yang lain) harus turut diperhitungkan.
  1. FAKTOR PRODUKSI MANAJEMEN
Penambahan input produksi padi akan memberikan tambahan output usahatani padi. Akan tetapi penambahan input tersebut tidak selamanya memberikan tambahan produk. Ada saat dimana penambahan input produksi padi akan menurunkan produksi padi yang dihasilkan. Untuk itu alokasi sumberdaya yang tepat sangat penting dalam mencapai keberhasilan usahatani padi organik.
Cara lain untuk mengurangi biaya produksi dengan menerapkan metode tumpang sari/rotasi tanaman sehingga dapat memelihara keragaman species yang dapat mengendalikan organisme pengganggu tanaman (OPT), menggunakan agen hayati lokal untuk membuat pestisida botani sendiri, memproduksi benih dan semaian sendiri, memelihara ternak (untuk mendapatkan manur, susu, telur, daging, dll), membuat pakan ternak di kebun sendiri, saling pinjam-meminjam peralatan dan mesin-mesin dengan tetangga sesama petani dan membeli peralatan yang dibuat secara lokal daripada membeli yang impor, menggunakan bahan-bahan konstruksi yang tersedia di daerah setempat (misalnya bengkel kompos, kandang ternak, alat-alat dll), bergabung dengan petani lain membentuk usaha simpan pinjam agar terhindar dari jeratan tengkulak .
2.       Pengaruh Perubahan Iklim Terhadap Produksi Tanaman.
Iklim dan cuaca merupakan faktor penentu utama bagi pertumbuhan dan produktifitas tanaman pangan. Sistem produksi pertanian dunia saat ini mendasarkan pada kebutuhan akan tanaman setahun, kecuali beberapa tanaman seperti pisang, kelapa, buah-buahan, anggur, kacang-kacangan, beberapa sayuran seperti asparagus, rhubarb, dan lain-lain. Tanaman-tanaman tersebut dikembangbiakan dalam kondisi pertanaman tertentu.
Produktifitas pertanian berubah-ubah secara nyata dari tahun ke tahun. Perubahan drastis cuaca, lebih berpengaruh terhadap pertanian dibanding perubahan rata-rata. Tanaman dan ternak sangat peka terhadap perubahan cuaca yang sifatnya sementara dan drastis. Perbedaan cuaca antar tahun lebih berpengaruh dibanding dengan perubahan iklim yang diproyeksikan. Dan tak terdapat bukti bahwa perubahan iklim akan mempengaruhi perubahan cuaca tahunan.
Petani selalu berhadapan dengan perubahan iklim. Besaran perbedaan antar tahun telah melampaui prakiraan perubahan iklim. Fluktuasi iklim tahunan, dalam beberapa urutan besaran lebih tinggi dibanding dengan besar prediksi perubahan pelan-pelan iklim yang diajukan para ahli ekologi. Hal ini digambarkan pada Musim panas daerah pertanian Jagung Amerika serikat, antara tahun 1988 (kering dan panas) dan 1992 (basah dan dingin). Suhu selama Juli dan Agustus berbeda 80F dalam dua tahun dibeberapa negara bagian. Hal paling kritis yang belum diketahui adalah pola frekuensi kemarau. Kemarau terjadi dibeberapa tempat didunia setiap tahun. Kemarau tahunan juga lumrah terjadi di area pertanian India, China, Rusia dan beberapa negara Afrika.
Pertumbuhan dan Produkstifitas Tanaman: Kemampuan Adaptasi terhadap Suberdaya Iklim di Bumi
Banyak tanaman pangan mampu beradaptasi terhadap perubahan iklim. Di bumi padi, ubikayu, ubijalar dan jagung dapat tumbuh dimana saja kelembaban dan suhu sesuai. Jagung mampu tumbuh di areal yang beraneka ragam kelembaban, suhu, dan ketinggian dibumi ini. Areal produksinya di USA telah meluas ke utara sampai 800 km selam lima puluh tahun ini. Kedelai dan Kacang tanah dapat tumbuh di daerah tropik sampai lintang 450 LU dan 400 LS. Gandum musim dingin yang lebih produktif dari gandum musim semi areal tanamnya telah meluas keutara sejauh 360 km. Ditambah dengan kemampuan rekayasa genetik yang kita miliki perluasan areal tanam akan semakin mungkin dan cepat terealisasi.
Diperkirakan penggandaan kadar CO2 akan meningkatkan produktivitas tanaman di Amerika Utara, hal serupa juga terjadi di Sovyet, Eropa dan propinsi bagian utara China. Tanaman hortikultura dapat berkembang bebearapa musim diseluruh negara bagian USA. Tanaman seperti Tebu dan Kapas semakin meluas areal tanamnya dengan dimanfaatkannya mulsa dan pelindung plastik. Pemanasan global akan lebih menguntungkan dibanding dengan kembalinya era es sebagaimana diprediksi beberapa dekade yang lalu. Terlebih dimana produksi tanaman pangan terpusat di Lintang 300 LU sampai 500 LS.
Prakiraan Regional: Pola Iklim dan Respons Tanaman
Sejak 1850, kadar CO2 dalam atmosfir telah meningkat sebesar 25 % akibat pembakaran bahan bakar fosil dan penggundulan hutan tak ada yang menentangnya. Kadar gas rumah kaca selain CO2 juga telah meningkat melebih prosentase CO2 dan dengan efek pemanas yang setara CO2. Namun terdapat kontrovesi mengenai kapan pemanasan global pertama kali muncul, juga terdapat kontroversi mengenai besaran perubahan suhu yang terjadi, jika terjadi pada masa yang akan datang. Perkiraan yang ada berkisar antara minus 1,50C sampai 60C. Prakiraan iklim dan cuaca regional dengan sebaran variabel seperti awan, kelembaban, dan angin lebih tidak pasti lagi.
Efek langsung dari meningkatnya CO2, berdampak positif terhadap tumbuhan, sebagaimana dibahas diatas, namun bila terjadi kekeringan sebagaimana ramalan hasil permodelan iklim yang sekarang, hasil pertanian tak dapat dipastikan. Namun secara garis besar dampak yang terjadi masih dapat kita kendalikan. Tindakan dari petani, ilmuwan dan kebijkan pemerintah lebih diperlukan dibandingkan dengan perubahan pola hidup kita.
Prakiraan pengaruh CO2 terhadap iklim menimbulkan banyak spekulasi, dan beberapa riset telah dimulai untuk meneliti dampaknya terhadap hubungan hama dan tanaman dan strategi perlindungan tanaman. Gulma, Serangga, nematoda dan wabah  berdampak sangat merugikan bagi pertanian. Perubahan Iklim yang mungkin akan berdampak pada hubungan tumbuhan – hasil panen – hama, dan ekosistem lain. Peningkatan kandungan karbohidrat dan akumulasi nitrogen akan berpengaruh terhadap pola makan serangga, ini telah ditunjukan dalam beberapa eksperimen. Pengendalian hama memasuki era baru, dengan pengintegrasian penanganan hama.

Pengaruh Perubahan Iklim Terhadap Sektor Pertanian

Beberapa penemuan terakhir mulai memperjelas pengaruh iklim terhadap produksi pertanian. Pada pertemuan The Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) dilaporkan berbagai model simulasi untuk menduga pengaruh perubahan iklim terhadap produksi tanaman. Pengaruh pada produksi pertanian dapat disebabkan paling tidak oleh pengaruhnya terhadap produktivitas tanaman, pengaruh terhadap organisme pengganggu tanaman, dan kondisi tanah.
Berdasarkan tipe fotosintesis, tumbuhan dibagi ke dalam tiga kelompok besar, yaitu C3, C4, dan CAM (crassulacean acid metabolism). Tumbuhan C4 dan CAM lebih adaptif di daerah panas dan kering dibandingkan dengan tumbuhan C3. Namun tanaman C3 lebih adaptif pada kondisi kandungan CO2 atmosfer tinggi.
Sebagian besar tanaman pertanian, seperti padi, gandum, kentang, kedelai, kacang-kacangan, dan kapas merupakan tanaman dari kelompok C3. Tanaman pangan yang tumbuh di daerah tropis, terutama gandum, akan mengalami penurunan hasil yang nyata dengan adanya kenaikan sedikit suhu karena saat ini gandum dibudidayakan pada kondisi suhu toleransi maksimum. Negara berkembang akan berada pada posisi sulit untuk mempertahankan kecukupan pangan.
Perubahan iklim akan memacu berbagai pengaruh yang berbeda terhadap jenis hama dan penyakit. Perubahan iklim akan mempengaruhi kecepatan perkembangan individu hama dan penyakit, jumlah generasi hama, dan tingkat inokulum patogen, atau kepekaan tanaman inang. Menurut Wiyono3 pengaruh iklim terhadap perkembangan hama dan penyakit tanaman dapat dikategorikan ke dalam tiga bentuk, yaitu (1) eskalasi, di mana hama-penyakit yang dulunya penting menjadi makin merusak, atau tingkat kerusakannya menjadi lebih besar; (2) perubahan status; dan (3) degradasi. Patogen yang ditularkan melalui vektor perlu mendapat perhatian penting, kerusakan tanaman akan menjadi berlipat ganda akibat patogen dan serangga vektornya (Ghini 2005, Garrett et al. 2006). Peningkatan suhu udara merangsang terjadinya ledakan serangga vektor. Oleh karenanya penyebaran dan intensitas penyakit diduga akan meledak. Indonesia memiliki beberapa penyakit penting yang ditularkan oleh vektor seperti virus kerdil pada padi, CVPD pada jeruk, dan yang lainnya. Selain mempengaruhi pertumbuhan dan aktivitas vektor, peningkatan suhu juga mendorong aktivitas patogen tertentu. Patogen yang memiliki adaptabilitas pada suhu yang cukup luas akan mudah beradaptasi dengan peningkatan suhu udara.
Menyimak kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi di atas, wajar apabila orang yang tinggal di sekitar daerah tropis merasa khawatir atas terjadinya perubahan iklim. Namun, apakah mungkin perubahan iklim ini dapat diatasi hanya dengan perbaikan lingkungan di daerah tropis? Padahal penyumbang masalah terjadinya perubahan iklim bukan hanya akibat konversi hutan atau lahan budi daya pertanian.






DAFTAR PUSTAKA
Annonymous. 2010. Definisi dan Usaha Pertanian.  http://pustaka.ut.ac.id. Diakses pada  24 Februari  2010.
Annonymous. 2010. Padi SRI Organik. http:// balitbangtan.go.id . Diakses pada  24 Februari  2010..
Annonymous. 2010. Pengaruh Perubahan Iklim Terhadap Produksi Tanaman.  http://hirupbagja.blogspot.com/2009/10/pengaruh-perubahan-iklim-terhadap.html
Diakses pada  24 Februari  2010..
Annonymous. 2010. Efek Rumah Kaca. http://munawar.8m.net/rmh_kaca.htm
.           Diakses pada  24 Februari  2010..
Soekartawi, et al. 1984. Ilmu Usahatani dan Penelitian untuk Pengembangan Petani Kecil. Jakarta : UI Press.
Tohir, Kaslan A. 1982. Seuntai Pengetahuan Tentang Usahatani di Indonesia. Jakarta : Penebar Swadana.
Hidayati, Rini., Masalah Perubahan Iklim di Indonesia Beberapa Contoh Kasus, Program Pasca Sarjana / S-3, Institut Pertanian Bogor, November 2001.
Winarso, P Agus., Peluang Munculnya Cuaca Ekstrem Akhir 2002 dan Awal 2003, Badan Meteorologi dan Geofisika, Jakarta, 2002